Sambungan dari hal 1 ...
Warisan dunia
Koleksi yang tak terhitung jumlahnya tidak akan berarti jika hanya disimpan dan dikunci di ruangan yang temaram dan berdebu.
"Semua peninggalan yang ada di museum tidak bisa lagi dipandang hanya sebagai warisan dalam negeri, namun itu juga milik dunia internasional karena cara pandang tentang museum sekarang sudah global," kata staf promosi Museum Nasional Indonesia Ferlian Putra.
Berangkat dari pandangan tersebut, Museum Nasional Indonesia pun sudah memulai untuk menggaungkan namanya di dunia salah satu caranya dengan menggandeng raksasa internet Google.
Melalui fitur Google Street View, Museum Nasional menawarkan pengalaman menjelajah museum pertama dan terbesar di Asia Tenggara itu secara virtual di dunia maya karena "virtual touring" sudah menjadi standar di luar negeri di mana para pengunjung bisa menjelajah berbagai ruangan dan melihat koleksi museum dengan gambar panoramik atau 360 derajat.
Museum Nasional Indonesia telah bekerja sama dengan Google di dalam suatu wadah yang dinamakan Google Art Project pada 2011, yang sekarang namanya menjadi Google Cultural Institute.
Proyek tersebut adalah suatu wadah yang bisa diakses secara online di mana publik bisa mendapatkan akses untuk melihat gambar-gambar resolusi tinggi dari karya seni, peninggalan sejarah dan budaya yang terdapat di berbagai galeri dan museum di dunia.
Kurang lebih 140.000 koleksi terdapat di Museum Nasional Indonesia, namun baru 100 koleksi yang diunggah datanya ke Art Project.
Yang paling penting adalah bukan seberapa banyak koleksi yang dipunyai.
"Tapi cerita apa yang akan anda sampaikan," kata Charles Esche.
Dari ratusan ribu bahkan jutaan koleksi yang ada di Indonesia, tak terhingga cerita sejarah yang bisa disampaikan ke publik.
Oleh karena itu, museum harus memfungsikan dirinya menjadi penutur cerita dan setiap museum di daerah akan mempunyai cerita yang berbeda untuk mendidik masyarakatnya.
Walaupun ada peninggalan bersejarah Indonesia yang diklaim oleh Belanda ketika zaman penjajahan, menurut Esche, sekarang tidak relevan lagi untuk meminta harta karun bangsa tersebut dikembalikan untuk melengkapi koleksi yang ada.
Sebaliknya, Indonesia bisa meminta pemerintah Belanda untuk mengirimkan lukisan-lukisan karya Mondrian atau Van Gogh, sebagai contohnya, karena mereka adalah bagian dari sejarah manusia.
Karena, menurut Esche, sejarah seni di Eropa juga mempengaruhi sejarah modern di Indonesia sementara lukisan-lukisan tersebut sekarang tersimpan rapat di Amsterdam.
Pertukaran akan menjadi solusi yang bagus karena Indonesia juga mempunyai sejarah modernisme, kata Esche, dan Indonesia mempunyai hak yang sama untuk menyaksikan sejarah modernisme diceritakan di Jakarta dan di daerah lain seperti apa yang terjadi di Belanda.
"Bisa dibilang biarkan saja benda bersejarah dari Indonesia itu tetap di Belanda karena itu bagus untuk mengajarkan budaya Indonesia di sana, tapi sebagai gantinya, kalian juga membutuhkan kebudayaan Belanda (untuk diajarkan) di sini," kata Esche.
Pemikiran jangka panjang
Museum adalah suatu institusi yang membutuhkan pemikiran jangka panjang, namun struktur perencanaan dan pendanaan saat ini menjadi penghambat bagi pihak pengelola untuk melakukan perencanaan jauh ke depan.
Sedangkan kondisi suatu museum di suatu negara bisa menjadi cerminan bagi maju tidaknya negara tersebut, demikian pandangan Dirjen Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Kacung Marijan.
"Negeri ini bakal mengalami kemajuan, bila kondisi museumnya baik. Kemajuan suatu bangsa atau negara sebenarnya tidak lepas dari sejarah masa lalu, karena pembelajaran masa lalu sebagai penentu pembangunan bangsa," kata dia saat membuka Pertemuan Museum Nasional 2015 di Balai Kota Malang, Selasa (27/5) malam.
Negara-negara maju mempunyai kondisi museum yang sangat baik dan tertata bahkan mempunyai nama yang sudah mendunia sebut saja Smithsonian di Amerika Serikat, Louvre di Prancis, Acropolis di Yunani dan British Museum di Inggris.
Sangat kontras dengan kondisi sejumlah museum di Indonesia yang tidak jarang mengeluhkan kurangnya dana dan fasilitas hingga koleksi-koleksi berharga mereka menjadi korban.
Sebagaimana terjadi di Museum Negeri Sumatera Utara yang memiliki ratusan koleksi naskah kuno yang terancam punah.
Museum tersebut menjadi rumah bagi koleksi filologika sebanyak 250 naskah kuno. Sebanyak 164 di antaranya adalah Pustaha Laklak, naskah kuno warisan peradaban suku bangsa Batak.
"Sudah banyak naskah yang tidak terbaca karena dimakan rayap dan koyak," ungkap koordinator Teknis Koleksi Museum Negeri Sumatera Utara Marsiria Sebayang .
Situasinya dan kondisi yang sangat bertolak belakang.
"Di luar negeri terlalu banyak infrastruktur namun sedikit ide. Di sini (Indonesia) banyak terdapat pemikiran namun infrastruktur kurang memadai," kata Esche .
Masalah utamanya adalah bukan infrastruktur, dan bukanlah dana. Jalan keluar tidak selalu dengan cara meminta dana kepada pemerintah.
"Masalahnya adalah bagaimana memandang pentingnya seni dan budaya bagi masa depan," kata Esche.
Masyarakat dan pemerintah khususnya harus menyadari bahwa museum adalah tempat di mana bangsa menemukan identitasnya, berkaca pada masa sekarang dan berfikir tentang masa depan.
Pemahaman tersebut bisa digunakan oleh pemerintah untuk membantu bangsa ini mengembangkan imajinasinya dan memahami di mana posisinya sekarang di dunia ini.
"Dan jika kita bisa membuat mereka (pemerintah) memahami posisi ini, maka mereka akan berinvestasi ke museum," kata Esche.