Pekanbaru (ANTARA) - Pemungutan suara tinggal menghitung hari. Pesta demokrasi dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) juga berpotensi dicurangi oleh oknum atau kelompok tertentu. Kepala Daerah terpilih yang dihasilkan dari pemilihan yang curang akan berpotensi pula memimpin dengan cara yang korup. Kebijakan yang ditetapkan akan sangat berpotensi menindas rakyat.
Pemimpin yang korup akan melanggengkan kemiskinan. Golongan ekonomi menengah akan terancam dan terhambat dalam meningkatkan kemampuan ekonomi. Ketika hal ini terjadi, masyarakat hanya bisa menikmati celakanya dunia.
Kecurangan membutuhkan modal yang besar. Oknum-oknum penegak hukum perlu disejahterakan, agar kejahatan tidak diadili. Hal ini bisa saja terjadi di berbagai daerah, salahsatunya Riau yang juga menggelar pilkada serentak dari tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Ke depannya alam Riau akan digadaikan untuk membayar jasa si cukong sebagai donatur kecurangan. Riau yang kaya akan sumber daya alam (SDA) hanya akan dinikmati oleh cukong dan antek-anteknya. Masyarakat Riau terancam hanya bisa bercerita dan berhayal tentang kekayaan sumber daya alam Riau.
Data Potensi Kecurangan
Hingga 4 November 2024, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Riau menerima 114 laporan pelanggaran pilkada. Proses laporan tersebut dapat dikategorikan dalam tiga bentuk. Pertama, laporan pelanggaran pilkada sudah teregistrasi, dan sebagian sudah ditindaklanjuti. Kedua, laporan tidak teregistrasi dan sebagian tidak menyertakan alat bukti serta ketika dipanggil, pelapor tidak datang. Dan ketiga, laporan belum diregistrasi.
Dugaan bentuk pelanggaran bisa dalam berbagai hal. Seperti netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) dan Kepala Dusun atau Kepala Desa/Lurah yang melakukan kampanye hitam dan politik uang. Ancamannya baik berbentuk intimidasi lepas jabatan atau dipenjara karena pelanggaran.
Laporan yang diterima oleh Bawaslu menunjukkan adanya potensi besar kecurangan dalam Pilkada 2024. Jumlah laporan yang cukup banyak, perlu mempertanyakan tugas penegakan hukum oleh Aparat Penegak Hukum dan penyelenggara pemilu itu sendiri. Pilkada yang demokratis sebagaimana diamanatkan oleh Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD), Pasal 18 ayat (5) terancam tidak akan terlaksana dengan prinsip bebas, jujur dan adil sebagaimana diatur dalam Pasal 22E.
Pengawasan independen harus eksis
Masyarakat adalah benteng terahir demokrasi. Kedaulatan berada di tangan rakyat sebagaimana disebut dalam UUD Pasal 1 ayat (2). Masyarakat adalah kelompok manusia yang bersifat independen dan bisa memilih bebas dari intervensi pihak manapun.
Masyarakat harus peduli dengan penyelenggaraan pesta demokrasi di tingkat daerah yang diselenggarakan secara nasional. Tak ada kata lelah atau bosan, masyarakat harus tetap siaga memantau penyelenggara negara dan Timses calon kepala daerah. Masyarakat harus memastikan bahwa pilkada terselenggara secara bebas, jujur dan adil.
Peran masyarakat dalam pengawasan penyelenggaraan pemilihan sudah diatur dalam Pasal 131 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota menjadi Undang-Undang. Pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat sudah mendapat kepastian hukum dan hal demikian adalah bentuk dari perlindungan hukum itu sendiri. Masyarakat tidak perlu khawatir terkait keterlibatannya dalam mengawasi proses pilkada.
ASN, lembaga Kejaksaan dan Polisi sebagai penegak hukum, serta Bawaslu dan KPU sebagai penyelenggara pilkada tidak boleh luput dari pantauan masyarakat dan Timses calon kepala daerah. Potensi terburuk dari kecurangan dalam pilkada adalah keterlibatan oknum-oknum ASN, penyelenggara pemilihan dan penegak hukum.
Potensi terburuk dari oknum ASN seperti adanya intervensi antara atasan dengan bawahan dan klaim pembangunan sehingga mempengaruhi suara rakyat. Intervensi bisa dalam bentuk pemberhentian, pemindahan wilayah kerja atau dinas tempat bekerja. Atau ancaman akan diberhentikan dari jabatan. Bisa juga berupa janji untuk mendapatkan jabatan tertentu.
Potensi terburuk dari penegak hukum seperti pembiaran terhadap kecurangan dalam pemilihan. Lebih buruk lagi jika digunakan kekuasaannya untuk mengintervensi orang atau pihak tertentu memilih calon tertentu. Bentuknya bisa berupa ancaman penegakan hukum (ditangkap dan dipenjara).
Potensi terburuk dari oknum penyelenggaraan pemilihan baik Bawaslu dan KPU berpihak kepada salah satu calon sehingga pelanggaran yang dilakukan oleh calon tersebut tidak diproses dan bisa saja ada penggelembungan suara.
Oleh sebab itu, masyarakat harus aktif dalam mengawasi penyelenggaraan pilkada. Masyarakat harus hadir saat proses kampanye yang sedang berlangsung saat ini, pada saat proses pemilihan hingga penghitungan suara, masa sanggah terhadap hasil pilkada dan proses di pengadilan terkait sengketa hasil pilkada.
Olehnya, langkah-langkah yang bisa dilakukan oleh masyarakat dalam proses pengawasan sebagai berikut:
1. Mencatat dan mendokumentasikan seperti memfoto dan merekam setiap dugaan pelanggaran Pilkada.
2. Melaporkan hasil dugaan pelanggaran kepada lembaga berwenang.
3. Melakukan konferensi pers atau mempublikasikan hasil temuan dugaan pelanggaran dengan mengedepankan asas praduga tidak bersalah (tidak menyebutkan nama orang atau instansi, dan menggunakan kata "diduga" serta menyerahkan proses penegakan kepada yang berwenang).
4. Tidak melakukan tindakan kekerasan atau melawan hukum terhadap orang atau instansi yang diduga melakukan kejahatan dalam pilkada.
Kita berharap proses pilkada dilangsungkan dengan sebaik-bakinya sesuai aturan yang berlaku sehingga pemimpin yang dihasilkan pun juga akan berpegang teguh pada aturan saat memimpin.
*Penulis adalah Dosen Fakultas Hukum di Universitas Riau
Berita Lainnya
Peran strategis Kepala Desa dalam mendukung Pilkada 2024
30 September 2024 12:30 WIB
Ketua LAM Riau Kemuning apresiasi Polsek berhasil jaga keamanan pilkada
15 December 2024 7:43 WIB
Kemendagri catat 28 petugas meninggal dunia pada Pilkada 2024
10 December 2024 14:51 WIB
KPU Jaksel sebut sosialisasi dorong partisipasi pemilih Pilkada sudah maksimal
09 December 2024 10:54 WIB
KPU tetapkan Abdul Wahid-SF Hariyanto pemenang Pilkada Riau
06 December 2024 20:46 WIB
Tiga petugas adhoc pilkada di Batam meninggal dunia
06 December 2024 9:33 WIB
Trafik broadband Telkomsel melonjak selama pilkada
04 December 2024 16:37 WIB
KPU Sleman sebut tingkat partisipasi dalam pemilih Pilkada 2024 76,57 persen
04 December 2024 12:14 WIB