Pekanbaru (ANTARA) - Suhu terasa begitu panas dan teriknya pada akhir Oktober 2024. Padahal beberapa hari sebelumnya hujan lebat beberapa hari berturut-turut mengguyur wilayah Riau dan sekitarnya. Ternyata itu hanya buaian manis saja menjelang teriknya hari-hari berikutnya.
Badan Metereologi, Klimatologi, dan Geofisika Stasiun Pekanbarumengungkapkan cuaca panas yang melanda daerah setempat beberapa hari belakangan disebabkan dampak Siklon Tropis Trami yang terpantau di Laut Filipina.
Dampaknya memengaruhi perputaran angin ke wilayah Filipinasehingga menyebabkan rendahnya peluang hujan di Riau meskipun sudah memasuki musim hujan.
Suhu saat itu sekitar 34 hingga 36 derajat Celsius terjadi akibat kurangnya pertumbuhan awan. Adanya awan tipis tersebut yang mengakibatkan sinar matahari menyengat langsung.
Adanya fenomena tersebut tentu dikeluhkan manusia yang memang suka mengeluh ini. Tak pelak lagi dunia nyata maupun dunia maya dihiasi ratapan suhu ekstrem seakan-akan bumi Riau ini berdekatan dengan matahari.
Namun begitu, kepanasan ini tak semuanya bermuara pada kesulitan. Banyak juga yang terbantu oleh kondisi ini seperti jemuran yang cepat kering, air hangat yang tak perlu dimasak, hingga bedak yang sudah tersedia dari debu jalanan. Yang terakhir itu hanya satire.
Di antara semua itu, suatu entitas yang sebenarnya mendapatkan keuntungan dari kondisi suhu panas ini adalah dalam hal kelistrikan. Matahari sebagai aspek kosmik terpenting tentu memiliki banyak manfaat yang tak hanya sebagai pelengkap siklus kehidupan saja.
Sinar matahari adalah sumber kekayaan yang melimpah untuk dinikmati manusia. Salah satunya bisa dimanfaatkan sebagai sumber daya kelistrikan. Ringkasnya, Matahari memberikan daya bagi Pembangkit Listrik Tenaga Surya yang bisa menjadi penopang kegiatan bisnis maupun kehidupan sehari-hari.
Adanya pancaran langsung sinar matahari tanpa hambatan ini sangat membantu daya serap maksimal sebuah PLTS. Akan tetapi anugerah sinar matahari yang gratis di negeri tropis ini belum termanfaatkan dengan maksimal. Terbukti dengan belum banyaknya PLTS yang eksis untuk menggantikan sumber daya listrik yang bersumber dari fosil.
Satu dari beberapa PLTS yang tidak banyak itu ada di Perusahaan Migas PT Pertamina Hulu Rokan Wilayah Kerja Rokan. Listrik dari cahaya matahari ini telah mendukung kegiatan produksi hulu minyak dan gas bumi yang ada di Bumi Lancang Kuning ini.
Adanya PLTS di perusahaan milik negara bidang hulu migas ini telah beroperasi sejak Juli 2023 lalu. Hal itu sangat nyata terlihat ketika kita memasuki Area Duri Camp di Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau, tersebut.
Pada Jalur Lintas Pekanbaru-Dumai setelah memasuki gerbang Duri Camp tersebut, mata langsung disuguhi pemandangan berjejernya panel-panel PLTS di sisi kiri kanan jalan. Panel Surya tersebut membentang dengan kemiringan 10 derajat menghadap ke langit. Mereka menikmati secara langsung sinar matahari pada medio akhir Oktober ini.
PLTS Penopang Industri Migas Terbesar
PLTS ini dikelola oleh PT Pertamina Power dengan daya saat ini mencapai 25,7 Megawatt Peak (MWp). Artinya, daya maksimalnya mencapai 25,7 MWp, jadi bisa saja kurang akibat kondisi tertentu.
Puluhan ribu solar panel tersebut terletak di beberapa lokasi operasional PT PHR. Yang terbesar memang di Duri dengan daya 18,3 MWp di atas lahan seluas 17,2 hektare.
Pada wilayah Duri tersebut juga terdiri atas lima lokasi. Pertama PLTS Duri Gate 1-1 dengan daya 4,28 MWp, Kedua PLTS Duri Gate 1-2 berdaya 4,70 MWp, ketiga PLTS Duri Sinabung 3,96 MWp, PLTS Duri Singgalang 1 3,16 MWp, dan PLTS Duri Singgalang 2 berdaya 2,20 MWp.
"Semuanya di atas lahan atau disebut groundmounted. Ada juga yang di atas atap atau rooftop tapi itu di Rumbai, Pekanbaru," kata Team Manager Power System Operations, Ivran Amriadi di Duri pada akhir Oktober 2024.
Untuk di Rumbai tersebut, ada dua PLTS yang terletak di atas lahan seluas 8 Ha. Keduanya PLTS Rumbai Groundmounted 4,81 MWp dan PLTS Rumbai Rooftop 0,7 MWp yang lokasinya di atas atap perkantoran Rumbai Camp, Pekanbaru. Selain itu, ada juga di area Dumai di atas lahan 2,2 ha dengan daya 1,99 MWp.
Ivran mengatakan sejumlah PLTS tersebut telah menyumbangkan daya listriknya bagi fasilitas produksi dan perumahan PT PHR. PLTS lanjutnya juga menyediakan daya reaktif ke sistem kelistrikan PHR untuk membantu kestabilan aliran listrik.
"PLTS berkontribusi ke sistem PHR, jadi tidak terkhusus untuk perumahan atau fasilitas produksi tertentu. PLTS hanya menyumbang saja, kemana pemakaiannya itu di sistem," ujarnya.
Teorinya secara teknis sinar matahari mengantarkan energi listrik dengan memindahkan elektron melalui media panel tersebut. Jadi yang diambil dalam hal ini bukan panasnya tapi sinarnya, radiasinya atau infranya.
Akibat dari radiasi itu adalah akan memiliki energi untuk menggerakkan sehingga terjadi sirkulasi perpindahan energi. Radiasi akan mengalirkan arus dan terjadi sirkuit atau putaran menghasilkan energi listrik dengan arus bolak-balik.
Selanjutnya ada pengubah arus (inverting) pada setiap kelompok PLTS itu yang menjadikan arus bolak balik ke satu arah. Kemudian dialirkan pada sistem kelistrikan PHR yang mendukung proses produksi migas yang memerlukan daya listrik.
Keseluruhan operasional listrik PHR dikendalikan dari satu ruangan di "Power Generation Data" (PGT). Dari sana bisa dikontrol secara 24 jam pergerakan listrik dari pembangkit hingga ke sarana produksi maupun perumahan.
Manager PGT Operation, Winarto ruang kendali tersebut dapat memantau pasokan dan pemakaian daya secara real-timepada keseluruhan operasional PHR. Termasuk berapa yang dihasilkan oleh PLTS misalnya terpantau siang sangat tinggi dan malam harinya berkurang.
"Dari sini bisa dimatikan juga pasokan, tinggal klik tombol. Jika terjadi gangguan juga akan berkedip dan alarm berbunyi," ungkapnya.
Untuk PLTS lanjut dia direncanakan akan dibangun 25-50 MWp di Daerah Operasi Minas, Kabupaten Siak. Tentunya ini bukan biaya murah karena untuk lahan saja 1 MWp membutuhkan 1 ha, sedangkan panelnya masih ratusan ribu Dolar Amerika Serikat untuk 1 MWp pula.
Memang untuk investasi awal biayanya tinggi namun saat operasional PLTS sangat rendah biaya. Petugas hanya perlu memantau panel dan membersihkan dalam rentang waktu tertentu juga.
Namun demikian harus diakui bahwa untuk mendukung total keseluruhan daya untuk produksi PHR memang masih sangat kurang. Saat ini kapasitas yang dibutuhkan untuk operasional PHR adalah 430 MW. Sebagian besar menggunakan Pembangkit Listrik Tenaga Gas untuk menggerakkan 17 turbin yang gasnya dibeli juga dari sejumlah perusahaan migas.
"Memang belum signifikan, tapi penghematannya sudah Rp8,4 miliar per tahun karena biaya operasi produksi rendah dari kebutuhan listrik Rp150 miliar total. Memang baru membantu 10 persen," ujarnya Ivran.
Namun begitu, sejak beroperasi PLTS telah menyumbang 44 juta kilowatt hour (kwh) dan telah mereduksi 45 ribu kilo ton CO2. Dengan energi yang sudah ditransmisikan tersebut diklaim juga telah ada penyelamatan 626 ribu pohon.
Dengan beroperasinya PLTS ini, PT PHR telah menjadi pelopor energi ramah lingkungan dalam mengurangi dampak pencemaran. Sebab tercatat memang PLTS di PHR adalah yang terbesar beroperasi dalam menopang industri migas di Indonesia.
"Ini sejalan dengan komitmen Pertamina menjadi perusahaan energi kelas dunia yang ramah lingkungan dengan mengimplementasikan aspek-aspek ESG (Enviromental, Social, and Goverment) guna mendukung target Net Zero Emission2060," sebut Winarto.