Cikarang daerah penyangga Jakarta yang menjadi nadi ekonomi

id Berita hari ini, berita riau terbaru, berita riau antara,Cikarang

Cikarang daerah penyangga Jakarta yang menjadi nadi ekonomi

Layanan LRT yang menjadi penghubung Jakarta dengan daerah penyangga. (ANTARA/HO-LRT)

Jakarta (ANTARA) - DKI Jakarta sebagai provinsi terpadat di Indonesia mengharuskan sebagian warganya mencari tempat tinggal di daerah-daerah penyangga demi bisa menghabiskan waktu bersama keluarga yang lebih nyaman dan berkualitas.Tingkat kepadatan DKI Jakarta kini mencapai 15.978 jiwa per kilometer persegi.

Memang, daerah penyangga Jakarta terbagi dua, yakni ada yang berada di wilayah Provinsi Jawa Barat dan di Provinsi Banten. Keduanya sama-sama berada dalam kawasan industri dengan keunggulan masing-masing sebagai daerah penyangga.

Untuk wilayah Jawa Barat salah satu yang juga banyak diminati adalah Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Cikarang sendiri terbagi atas lima kecamatan yakni Cikarang Selatan, Cikarang Barat, Cikarang Utara, Cikarang Timur, dan Cikarang Utara.

Pengembangan Cikarang berawal dari hadirnya beberapa kawasan industri di lokasi tersebut. Hal ini membuat Cikarang identik dengan kota industri meski di dalam lokasi tersebut juga terdapat permukiman penduduk, pusat perbelanjaan, pertanian, dan hiburan.

Menurut pengamat properti Muljadi Suhardi tingginya minat investor terhadap kawasan Cikarang karena lokasinya yang strategis dan potensial.

Secara nasional lebih dari 30 persen investasi asing yang masuk ke Indonesia dibenamkan di Cikarang. Selain itu, kawasan industri yang paling banyak beroperasi di Cikarang memberikan kontribusi 40 persen terhadap volume ekspor Indonesia.

Dalam kawasan Cikarang tercatat ada tujuh kawasan industri, 4.000 perusahaan dari berbagai negara. Sejumlah industri otomotif terkenal beserta suku cadang bermerek banyak membangun pabrik di kawasan ini.

Bahkan Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2021 menyebutkan ada 3,2 juta jiwa populasi penduduk di kota Cikarang yang sebagian besar bekerja di kawasan tersebut.

Rata-rata industri di kawasan ini merupakan perusahaan multinasional dengan jumlah pekerja ekspatriat mencapai lebih dari 22.000 orang.

Perusahaan di kawasan ini berasal dari beragam negara seperti Singapura, Inggris, Jerman, Korea, Jepang, China, Malaysia, Taiwan, Timur Tengah dengan jangkauan internasional,.

Angka ini tentunya terus berubah seiring bertambahnya keluarga baru di kawasan ini baik mereka yang bekerja di salah satu industri atau pekerja informal yang mencari peruntungan seiring laju pertumbuhan ekonomi di atas 5 persen pada 2023.

Akses menuju Cikarang juga kian mudah. Jika sebelumnya hanya kereta komuter (KRL), namun seiring beroperasinya LRT, kini ada pilihan transportasi publik meski baru sampai Stasiun Jati Mulya di Kota Bekasi. Dari Stasiun Jati Mulya menuju Cikarang sudah terdapat pilihan transportasi publik.

Kehadiran tol Cimanggis - Cibitung (JORR 2) yang sedang tahap konstruksi juga berpotensi melancarkan arus barang dari industri-industri di Cikarang yang akan dikirim ke berbagai tujuan baik regional maupun global melalui pelabuhan dan bandara udara. Ekonomi di kawasan itu bisa didorong lebih pesat lagi.

Hunian

Ibarat pepatah "ada gula, ada semut", seiring bertumbuhnya industri di kawasan tersebut memunculkan sektor-sektor pendukung mulai dari klaster perumahan, rumah sakit, pasar, sekolah, bahkan beberapa perguruan tinggi terkemuka juga berdiri di kawasan itu.

Kehadiran Cikarang setidaknya bisa mengurangi beban Jakarta yang sudah memiliki problem yang sangat kompleks akibat kepadatan penduduk. Paling tidak kawasan ini menyumbang dari sisi peluang pekerjaan, kawasan komersial, dan permukiman.

Seiring perubahan status Jakarta sebagai kota global setelah tidak lagi menjadi Ibu Kota Negara maka kehadiran Cikarang sebagai penyangga bisa menjadi penopang setidaknya untuk menggerakkan ekonomi kawasan.

Sebagai pusat pemerintahan Kabupaten Bekasi, Cikarang memegang peranan penting terhadap berbagai aspek ekonomi tidak hanya industri tetapi juga pertanian, peternakan, perikanan, bahkan energi mengingat luas wilayah yang mencapai 127.388 hektare.

Hal inilah yang membedakan Cikarang dengan daerah-daerah penyangga Jakarta lainnya. Cikarang dengan lahan seluas itu masih memungkinkan dibangun hunian dengan skala yang lebih luas bahkan beberapa pengembang membangun dengan skala besar di atas 3.000 unit rumah.

Hunian skala besar tentunya membutuhkan fasilitas untuk memenuhi kebutuhan penghuni di dalam permukiman tersebut baik itu kesehatan, pendidikan, pasar, dan sebagainya sehingga tidak perlu harus keluar kawasan untuk memenuhi kebutuhan hariannya.

BPS menyebut di Kabupaten Bekasi pada tahun 2015 terdapat 42 rumah sakit, 92 rumah bersalin, dan 44 puskesmas yang beberapa diantaranya dibangun di dalam kompleks perumahan.

Seiring pesatnya pertumbuhan kawasan, jumlah rumah sakit juga kian bertambah apalagi dengan jumlah industri yang begitu banyak tentunya membutuhkan pelayanan kesehatan yang prima.

Chief Executive Officer (CEO) dari salah satu jaringan rumah sakit internasional asal Australia dr. Andrew Rochford membenarkan kehadiran rumah sakit di Cikarang masih dibutuhkan mengingat pesatnya pertumbuhan hunian dan industri.

Dengan hadirnya beberapa rumah sakit berstandar internasional di Cikarang akan melengkapi satu sama lain dengan fasilitas kesehatan yang sudah ada sehingga warga tak perlu jauh-jauh ke Jakarta atau daerah lain untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.

Transportasi publik

Pengembangan Cikarang sebagai penyangga Jakarta tidak lepas dari kehadiran transportasi publik di kawasan itu yang terkoneksi dengan jaringan transportasi ibu kota.

Oleh karenanya, saat ini dikenal ada istilah pengembangan dekat dengan transportasi publik (transit adjacent development/ TAD) selain pengembangan berbasis transit (transit oriented development/ TOD) yang sudah umum.

Konsepnya tentu juga berbeda. TOD secara fisik merupakan hunian yang sudah terintegrasi dengan transportasi publik di dalam suatu kawasan untuk memudahkan menjangkau ke berbagai lokasi.

Dengan demikian, hunian berkonsep TOD tersebut penghuni cukup menjangkau transportasi publik dengan berjalan kaki atau setidaknya bersepeda.

Sedangkan untuk TAD artinya pengembang tetap harus menyiapkan sarana untuk memudahkan penghuni menjangkau transportasi publik yang dituju.

Tol Jakarta - Cikampek yang menjadi salah satu akses menuju kawasan Cikarang. ANTARA/HO-Jasa Marga

Literasi dari berbagai sumber digital menyebutkan konsep TAD sendiri harus terukur dari segi waktu agar penghuni suatu kawasan bisa menyiapkan rencana untuk menjangkau transportasi publik.

Dalam mewujudkan pembangunan berkonsep TAD tersebut tentunya haruslah dihadirkan hunian dengan skala besar atau malah skala kota sehingga layanan pengumpan (feeder) dari hunian ke lokasi transportasi publik tersebut dapat terjangkau dari sisi ekonomi.

Syarat untuk mewujudkan pembangunan skala kota ini maka harus disiapkan rumah untuk segala segmentasi pasar sehingga terwujud masyarakat yang heterogen seperti halnya dengan kota-kota baru yang berkembang saat ini.

Memang membutuhkan waktu yang tidak singkat untuk membangun hunian skala kota di dalam kawasan. Namun, keberadaan permukiman di kawasan industri yang sudah lama berkembang, tentu akan lebih mudah berkembang. Hal ini karena pasar yang sudah terbentuk dan infrastruktur yang sudah tersedia.