Singapura (ANTARA) - Harga minyak naik tipis di awal perdagangan Asia pada Senin pagi, didukung oleh perkiraan melebarnya defisit pasokan pada kuartal keempat setelah Arab Saudi dan Rusia memperpanjang pengurangan produksi dan optimisme pemulihan permintaan di China, importir minyak mentah utama dunia.
Minyak mentah berjangka Brent terdongkrak 5 sen atau 0,1 persen, menjadi diperdagangkan di 93,98 dolar AS per barel pada pukul 00.27 GMT. Sementara itu, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate AS menguat 15 sen atau 0,2 persen, menjadi diperdagangkan di 90,92 dolar AS per barel.
“Kebijakan stimulus China, data ekonomi AS yang tangguh, dan penurunan produksi OPEC+ yang sedang berlangsung adalah faktor-faktor bullish yang mendukung pergerakan positif pasar minyak,” kata analis CMC Markets, Tina Teng, merujuk pada pemotongan rasio cadangan oleh bank sentral China minggu lalu untuk meningkatkan likuiditas dan mendukung perekonomiannya.
Brent dan WTI telah naik selama tiga minggu berturut-turut dan menyentuh level tertinggi sejak November setelah Arab Saudi dan Rusia memperpanjang pengurangan pasokan hingga akhir tahun sebagai bagian dari rencana kelompok OPEC+ dan ketika kilang-kilang China meningkatkan produksi, didorong oleh margin ekspor yang kuat.
Kedua kontrak tersebut juga berada di jalur kenaikan kuartalan terbesar sejak invasi Rusia ke Ukraina pada kuartal pertama tahun 2022.
"Pemangkasan produksi, yang dipimpin oleh Arab Saudi, menstabilkan pasar pada Juli namun sekarang kemungkinan akan mendorong pasar ke dalam defisit 2 juta barel per hari pada kuartal keempat," kata analis ANZ dalam sebuah catatan.
Pertumbuhan permintaan minyak global, di sisi lain, berada di jalur untuk mencapai 2,1 juta barel per hari, tambah mereka, sejalan dengan perkiraan Badan Energi Internasional (IEA) dan Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC).
“Penurunan persediaan pada kuartal keempat membuat pasar rentan terhadap lonjakan harga lebih lanjut pada tahun 2024,” kata ANZ.
Pedagang akan mengamati keputusan bank sentral, termasuk Federal Reserve, minggu ini mengenai kebijakan suku bunga.
“The Fed diperkirakan akan menghentikan kenaikan suku bunga kali ini tetapi kemungkinan akan tetap hawkish,” kata Teng dari CMC.
Jeda kenaikan suku bunga AS dapat melemahkan greenback sehingga membuat komoditas dalam mata uang dolar seperti minyak lebih terjangkau bagi pemegang mata uang lainnya.
Baca juga: Harga minyak bersiap naik minggu ketiga karena data ekonomi China yang kuat
Baca juga: Harga minyak naik tipis di awal Asia, pasar fokus ke terbatasnya pasokan
Berita Lainnya
UNIFIL berduka atas tewasnya petugas penjaga perdamaian akibat tabrakan di Lebanon
16 November 2024 16:25 WIB
Indonesia mulai integrasikan bioenergi dan CCS guna kurangi emisi karbon
16 November 2024 16:10 WIB
Presiden China Xi Jinping ajak anggota APEC promosikan ekonomi inklusif
16 November 2024 15:57 WIB
Mike Tyson kalah dari Paul Jake dalam pertarungan selama delapan ronde
16 November 2024 15:49 WIB
BPBD DKI sebut genangan banjir rob di Jakarta Utara mulai berangsur turun
16 November 2024 15:25 WIB
Ketua MPR Ahmad Muzani lelang 1 ton sapi untuk disumbangkan korban Gunung Lewotobi
16 November 2024 15:10 WIB
Presiden Prabowo: APEC harus jadi model solidaritas dan kolaborasi Asia Pasifik
16 November 2024 14:49 WIB
Nelayan di Flores Timur NTT mulai lakukan aktivitas memancing
16 November 2024 14:01 WIB