Jakarta, (Antarariau.com) - Smartphone terbaru Samsung Galaxy Note 9 yang banyak dipuji dan diklaim tahan api, tiba-tiba terbakar di dalam tas seorang wanita Long Island, sebuah wilayah padat penduduk di tenggara New York, AS.
Tepat tengah malam pada 3 September lalu, Diane Chung yang juga seorang agen real estate berada di lift gedung Bayside ketika ponsel barunya itu menjadi sangat panas, menurut laporan media lokal New York Post, Sabtu waktu setempat.
Mengutip dokumen gugatan atau klaim yang diajukan, Chung kemudian berhenti menggunakan ponselnya dan memasukkannya ke dalam tas. Tiba-tiba ia mendengar suara mirip siulan dan melengking sebelum asap tebal keluar dari dalam tasnya.
Chung pun kemudian meletakkan tasnya di lantai lift dan mencoba mengosongkan tasnya, hingga jari-jarinya terbakar ketika menyentuh Samsung Galaxy Note 9 yang mengeluarkan asap.
Terjebak sendirian di lift dan panik, Chung mencoba menggapai tombol lift di antara kepulan asap yang mengganggunya. Sesampainya di lobi gedung, ia kemudian menendang ponsel yang mendesis itu keluar lift.
Ponsel itu tidak juga berhenti terbakar sampai akhirnya seseorang mencengkramnya dengan kain dan memasukkannya ke dalam ember berisi air, tulis Chung dalam gugatan yang diajukan ke Pengadilan Tinggi Queen.
Ini mungkin merupakan kasus pertama sejak Samsung Galaxy Note 9 diluncurkan beberapa waktu lalu. Insiden ini mengingatkan pada "bencana" sebelumnya yang dialami perusahaan Korea Selatan Samsung dengan Galaxy Note7.
Ketika itu klaim dan keluhan bertubi datang soal Galaxy Note7 yang tiba-tiba meledak dan terbakar, bahkan hingga ada larangan membawa smartphone itu ke dalam pesawat saat penerbangan.
Samsung pun harus menarik dari peredaran dan melayani klaim untuk 2,5 juta perangkat Galaxy Note 7.
Galaxy Note 9 yang dirilis 24 Agustus dan dijual dengan harga sekira 1.000 dolar, dan mencapai lebih Rp16 juta di Indonesia untuk versi berpenyimpanan internal 512 GB.
"Baterai di Galaxy Note 9 lebih aman dari sebelumnya. Pengguna tidak perlu khawatir tentang baterai lagi," kata CEO Koh Dong-jin, menurut laporan.