Pekanbaru (ANTARA) - Mungkin tak banyak yang tahu  kalau di  sekitar dapur rumah warga di Jalan Tanjung Medang, Kecamatan  Limapuluh, Kota  Pekanbaru, Provinsi Riau, ini  sempat jadi gudang tumpukan lokomotif dan rel kereta api  uap, yang bakal digunakan bagi keperluan  pembangunan  jalur transportasi darat  penghubung  Muara Kalaban - Muaro hingga  ke Pekanbaru pada masa jaman penjajahan Belanda dan Jepang.

Hanya Desrina, sang pemilik rumah dimana sebuah lokomotif  tua  itu berada yang masih  setia  merawatnya. Sedangkan separuhnya lagi habis tidak berbekas dipreteli warga dijual jadi besi tua. Miris  memang  sisa sejarah pembangunan jalur kereta api yang menelan 22.000 nyawa  baik warga Indonesia maupun  asing  tersebut kini terabaikan.

"Lokomotif ini sudah ada sejak saya belum lahir. Almarhum ayah saya berpesan untuk menjaga lokomotif ini karena ini peninggalan bersejarah," kata Desrina  di Pekanbaru, Selasa.

Pemandu wisata sekaligus pemerhati sejarah Iwan Syawal  asal Riau  mengatakan bangkai dan peninggalan  sejarah itu membuktikan adanya  rencana pembangunan  jalur kereta api sepanjang 246 kilometer  yang menghubungkan Muara Kalaban - Muaro hingga  ke Pekanbaru.

Namun pembangunan  rel  oleh dua  pengelola   di  dua masa yang berbeda  yakni   Staatsspoorwegen ter Sumatras Westkust pada masa Hindia-Belanda, dan  Rikuyu Sokyoku (Jawatan Kereta Api pada masa pendudukan Jepang di Hindia Belanda) itu  kandas.

"Sejarah mencatat pembangunan  rel kereta api tersebut  menelan korban sampai lebih dari 22.000 romusha. Baik orang Indonesia maupun bule maka kami menyebutnya rel kereta  api "maut," kata Iwan Syawal.

  Salah satu sisa lokomotif kereta api yang berada di belakang rumah warga di Kota Pekanbaru. (ANTARA/Vera Lusiana)

Direncanakan  berkali- kali 

Sejarah transportasi perkeretaapian di Sumatera  sejak jaman  penjajahan  Belanda mencatat,  Riau sudah masuk salah satu wilayah yang akan dibangun rel kereta api.

Pada abad 20, Pemerintahan Belanda telah merencanakan pembangunan jalur kereta api yang menghubungkan pantai barat hingga pantai timur Sumatera.

Sebelumnya, Belanda telah terlebih dahulu  mendirikan rel  di Sumatera Barat, dengan stasiun akhir berada di Emmahaven yang saat ini bernama Pelabuhan Teluk Bayur. Lalu  pada tahun 1920, Perusahaan Negara Kereta Api Hindia Belanda Nederlands Indische Staatsspoorwegen (NIS) melanjutkan kembali penjajakan yang telah dilakukan sebelumnya. Namun rencana pembangunan kereta api ditunda dengan pertimbangan ekonomi. "Sehingga saat itu pembangunan rel tidak pernah terlaksana," kata Iwan.

 



Pada 1942, pemerintahan Belanda takluk oleh pasukan Jepang. Peta perencanaan pembangunan rel kereta api jatuh ke tangan Jepang. Pembangunan kemudian dilanjutkan oleh jepang dengan mengerahkan kurang lebih 100 ribu pekerja asal Jawa. Mereka didapatkan dengan cara propaganda namun akhirnya dijadikan pekerja secara paksa.

Namun Jepang juga gagal karena mereka kalah di Perang Dunia kedua setelah Hiroshima dan Nagasaki dibom nuklir oleh pasukan sekutu pada 1945. Hal itu membuat Jepang menyerah dan menarik seluruh pasukannya dari berbagai negara jajahannya.

Kini tak ada lagi rel kereta api yang dapat ditemui secara utuh di Riau, hanya sisa-sisa pembangunannya. Sejumlah besi -besi tua yang diduga rel yang muncul ke permukaan tanah sepanjang satu meter yang terletak di tengah rimba kawasan Suaka Marga Satwa di Rimbang Baling, Kuantan Singingi.

Seperti mengulang  sejarah,  pada tahun 2015  pemerintah Indonesia  menerbitkan keputusan  Menteri Perhubungan RI no: KP 666 tahun 2015, tentang penetapan trase jalur kereta api umum nasional Trans Sumatera lintas Rantau Prapat-Duri-Dumai. Dokumen permohonan penetapan trase jalur kereta api Trans Sumatera Lintas itu telah dievaluasi dan dinilai memenuhi persyaratan.

"Sebenarnya sudah  ada kegiatan pengadaan tanah untuk rencana pengembangan jaringan jalur Kereta Api Rantau Papat - Duri - Dumai, tapi untuk tahap awal masih Provinsi Sumatera Utara karena keterbatasan Anggaran," kata Kepala Humas Direktorat Jenderal Perkeretaapian Supandi.

Supandi menilai,  faktor urgensi dalam membangun jalur Kereta  Api  adalah  tidak semua bisa dilaksanakan apalagi keterbatasan Anggaran Pendapatan dan  Belanja Negara (APBN). Faktor potensi angkutan penumpang dan atau barang juga menjadi pertimbangan. Karena itu, pembangunan kereta api dilakukan secara bertahap disesuaikan demand tadi dan ketersediaan anggaran. 

"Saat ini pemerintah sedang mendorong peran swasta misalnya dengan skema  kerjasama pemerintah dengan badan usaha (KPBU) dalam membangun perkeretaapian nasional. Juga melibatkan pemerintah daerah supaya tidak terlalu tergantung dengan anggaran pemerintah pusat," kata Supandi.

  Sebuah lokomotif kereta api di masa penjajahan yang kini dibiarkan teronggok di daerah Lipat Kain, Kabupaten Kampar, Riau. (ANTARA/HO-Iwan Syawal)

Butuh kereta api

Perkembangan industri kelapa sawit di Tanah Air saat ini mengalami pertumbuhan setiap tahunnya, peningkatan terjadi baik luas area maupun produksi kelapa sawit seiring dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat serta ekspor Crude Palm Oil (CPO)  sebagai bahan baku produk-produk minyak baik untuk makanan maupun non makanan.

Data statistik  kelapa sawit yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian dan Badan Pusat Statistik (BPS), mencatat  Pulau Sumatera pada tahun 2018 memiliki luas lahan  perkebunan kelapa sawit terbesar dibandingkan dengan pulau lainnya di Indonesia yang mencapai 8.047l.920 hektare.  Di Sumatera, daerah yang memiliki area perkebunan kelapa sawit terluas pada tahun 2018 - 2020  adalah Provinsi Riau dengan luasan 2.850.003 hektare.

Selain potensi kelapa sawit,  Provinsi  Riau juga punya tambang batubara yang berada di Kabupaten Indragiri Hulu dan Kuantan Singingi. Belum lagi  hutan  kayu keperluan  pabrik kertas  yang dimiliki oleh sejumlah perusahaan raksasa yang bermukim di Bumi Lancang Kuning ini.

Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Riau Indra Agus Lukman menyebutkan ada dua daerah yang memiliki potensi batu bara berkalori rendah untuk digarap di wilayah setempat.

"Dari hasil kajian, di Indragiri Hulu misalnya, cadangan batubara berkalori rendah diperkirakan mencapai 5 miliar metrik ton. Bahkan jika yang terukur, bisa untuk 64 tahun. Sementara di Kabupaten Kuantan Singingi, cadangan batubara berkalori rendah terdapat di daerah Cerenti," jelasnya.

Mirisnya, hingga kini  semua  pengangkutan hasil  Sumber Daya Alam (SDA) di Riau  dari sentra penghasil ke salah satu  Pelabuhan Dumai,  masih mengandalkan transportasi  darat menggunakan  kendaraan truk dan trailer. Sudah menjadi pemandangan sehari-hari  saat melintasi  jalur darat Lintas Timur  Riau, menuju  Pelabuhan Dumai terdapat konvoi ratusan truk dan trailer, kerawanan  kecelakaan  di jalan raya pun tidak jarang terjadi saat truk bermuatan kayu menggelinding bahkan terbalik. Belum lagi, banyaknya jalan rusak akibat banyaknya truk bermuatan berat itu.

Branch Manager Tol Pekanbaru -Dumai (Permai) Indrayana mengatakan sejak Tol Pekanbaru -Dumai  beroperasi  pada sekitar September 2020  sudah terjadi  40 kecelakaan lalul intas di tol tersebut. Jumlah itu meningkat menjadi 43 kecelakaan  dari Januari hingga Juli 2021.
  Sisa-sisa kereta api yang tak pernah jalan yang kini berada Jalan Tanjung Medang, Kecamatan  Limapuluh, Kota  Pekanbaru. (ANTARA/Vera Lusiana/21)


Dikatakannya, kecelakaan ini terjadi  rata-rata antara antara kendaraan pribadi menabrak truk  akibat kelalaian pengendara tidak mematuhi rambu-rambu lalulintas, terutama mengatur kecepatan  yang sudah ditetapkan selama dalam Tol Permai.

"Kami tidak bosannya meminta  masyarakat luas pengguna Tol Permai tertib lalulintas dan patuhi rambu-rambu yang ada dan kejadian-kejadian  ini terbanyak akibat lelah serta mengantuk," kata Indrayana.

Pengamat Ekonomi UNRI Dahlan Tampubolon menyebut, hal ini sebenarnya bisa disikapi jika pemerintah mau membangun moda transportasi lain khusus angkutan barang lintas provinsi, yakni kereta api sehingga tidak ada benturan antara pengangkut orang dan barang. Selain itu, juga bisa menghemat biaya perawatan jalan raya yang dibangun untuk khusus angkutan orang.

Apalagi di masa pandemi COVID-19 yang sudah berlangsung dua tahun, mobilitas barang  sedikit banyak terganggu akibat adanya beberapa peraturan dan pembatasan yang ditetapkan oleh pemerintah seperti  Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Tidak sedikit juga para sopir truk dan trailer yang alami kendala   akibat tertular virus mematikan sehingga mengganggu proses distribusi untuk jangka panjang.

"Seandainya di Riau ada jalur kereta api barang maka proses distribusi SDA tidak akan mengalami kendala karena pembatasan manusia dalam beraktifitas, dengan mengandalkan gerbong dan butuh sedikit manusia pengiriman barang akan tetap aman dan tiba tepat waktu tampa ada penyekatan, mungkin ini bisa juga jadi pertimbangan jangka panjang buat pemerintah," kata Dahlan.

Data pengelola Tol Permai mencatat selama pandemi COVID-19,  angkutan yang melintas di Tol Permai menurun  untuk semua golongan. Dari rata-rata per harinya antara  11.000 - 12.000 kendaraan  saat normal, menjadi  di bawah 9.000 kendaraan per hari  saat Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).

"Semenjak PPKM  ada penurunan kendaraan  yang melintas di Tol Permai yakni  Golongan 1 sekitar 22,91 persen sedangkan golongan non 1 hanya 2,09 persen," kata Indrayana.

Dahlan Tampubolon membenarkan sebenarnya beberapa lintasan sudah ada di sepanjang Sumatera dari Utara ke Selatan,   namun kondisinya belum terhubung secara  langsung. Seperti  kereta api dari Banda Aceh hingga Bandar lampung masih terpotong-potong jalurnya. Demikian juga jalur dari Pelabuhan Ulele  sampai ke Sigli yang tidak berfungsi lagi. 

Sedangkan jalur Sigli Bieurun Lhok Seumawe sedang dikerjakan untuk difungsikan kembali. Sedangkan, jalur Lhok Seumawe - Langsa belum ada tanda-tanda akan difungsikan.  Jalur Langsa - Besitang sampai ke Rantau Prapat akan dihubungkan sebagai titik awal rekativasi rel trans Sumatera.

Ini bisa jadi alasan  saatnya Riau membangun jalur kereta api, reinkarnasi rencana pembangunan jalur kereta api yang sudah pernah dirintis pada zaman penjajahan dulu. Sehingga jika disambungkan dari Utara ke Selatan jalur ini ke depannya akan menjadi penghubung Aceh ke Riau via kereta api," tutupnya.




 

Pewarta : Vera Lusiana
Editor : Riski Maruto
Copyright © ANTARA 2025