Oleh Michael Teguh Adiputra Siahaan
"Dung..dung...dung...." suara gong tiba-tiba mendengung di telinga kala tiba di Dusun Sungkup, wilayah dengan 116 kepal keluarga yang terletak di Desa Belaban Ella, Kecamatan Menukung, Kabupaten Melawi, Kalimantan Barat.
Sambil sedikit meregangkan badan yang lelah setelah melakukan perjalanan selama kurang lebih lima jam dari Kota Sintang, lamat-lamat terdengar alunan nada meriah hasil tepukan gendang dan tiupan suling.
Dalam keterbatasan pandangan karena sekedarnya pencahayaan, terlihat puluhan penduduk berbaris di sebuah bangunan tenda dari bambu yang dibuat sederhana.
Terpal berwarna merah dengan panjang tak lebih dari dua meter menggantung di atas mereka. Kain itu ditopang oleh beberapa bilah bambu.
Salah satu batang bambu dibuat melintang di depan kumpulan warga. Seakan-akan membatasi orang luar agar tidak bisa masuk ke pemukiman masyarakat. Mereka menyebut ini "ompong".
Di sebelah kiri kerumunan, agak menjorok ke depan, terdapat papan berukuran 1mx 1m, bertuliskan "Selamat datang rombongan dari Jakarta di Dusun Sungkup".
Barulah terang bahwa masyarakat Dusun Sungkup sedang menyambut tamunya dengan acara adat. Layaknya sebuah "kondangan", kegiatan itu juga dikomandoi oleh seorang pembawa acara, yang bertugas menggunakan pengeras suara seadanya.
"Setelah ini kita akan menyaksikan penampilan pencak silat," ujar sang MC, perempuan berkacamata berbaju biru.