Sambungan dari hal 1 ...
Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau
RUU Pertambakauan juga dinilai sebagai sebuah ironi bagi Indonesia. Pasalnya, di saat 190 negara telah meratifikasi Konvensi Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau (FCTC) Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), para wakil rakyat Indonesia justru mengusulkan RUU yang berpihak pada industri rokok.
Merupakan sebuah ironi, ketika Indonesia sebagai salah satu anggota WHO, ikut menandatangani FCTC, tetapi hingga saat ini belum meratifikasi konvensi tersebut. Akibatnya, Indonesia saat ini dinilai menjadi pasar rokok terbesar di dunia.
Para penentang pengendalian tembakau berpendapat bahwa FCTC akan "membunuh" industri rokok dalam negeri, yang menyumbangkan cukai besar bagi negara, sehingga akan "mematikan" petani tembakau dan buruh industri beserta keluarganya.
Padahal, Kementerian Kesehatan sendiri telah menyatakan bahwa ratifikasi FCTC WHO bukanlah untuk mengakomodasi kepentingan asing melainkan untuk melindungi kesehatan masyarakat.
"Bila tidak meratifikasi FCTC, justru Indonesia yang menjadi target pasar industri rokok asing," imbuh Kepala Seksi Bimbingan dan Evaluasi Subdit Pengendalian Penyakit Kronis dan Degeneratif Direktorat Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan Tiffany Tiara Pakasi.
Tiara mengatakan FCTC bukan bertujuan untuk melarang petani menanam tembakau dan industri memproduksi rokok. FCTC bertujuan untuk mengendalikan pasokan dan permintaan rokok demi melindungi kesehatan masyarakat.
"Hal itu sesuai dengan visi dan misi pemerintah yaitu Trisakti dan Nawacita serta agenda pembangunan manusia," tuturnya.
Trisakti, sebagaimana dicetuskan Ir Sukarno, adalah mandiri di bidang ekonomi, berdaulat di bidang politik dan berkepribadian dalam budaya. Sedangkan agenda kelima Nawacita Presiden Joko Widodo adalah meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia.
Kemudian, agenda pembangunan manusia adalah pengembangan masyarakat agar setiap warga masyarakat mempunyai kebebasan untuk hidup lebih panjang, sehat dan kreatif untuk meraih tujuan hidupnya sesuai dengan nilai-nilai hidup yang dianutnya.
Tiara mengatakan pada jangka panjang rokok akan berdampak menyebabkan penyakit-penyakit yang tidak menular. Menurut dia, selama ini penyakit tidak menular disebabkan oleh rendahnya kekebalan tubuh seseorang akibat gaya hidup yang tidak sehat
"Dampak jangka panjang rokok adalah penyakit kanker, saluran pernafasan, kardiovaskuler, gangguan reproduksi dan penyakit-penyakit lainnya," tambahnya.
Padahal, tingkat adiksi inikotin yang terkandung dalam tembakau merupakan yang tertinggi dibandingkan zat adiktif lainnya seperti heroin, kokain dan alkohol.
Karena itu, para pendukung pengendalian tembakau sejak pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah mendesak pemerintah Indonesia untuk meratifikasi FCTC.
Komisi IX desak ratifikasi FCTC
Wakil Ketua Komisi IX DPR Ermalena pun mengatakan komisinya telah menyatakan sikap terkait pengendalian tembakau dan mendesak pemerintah untuk meratifikasi FCTC WHO.
"Seluruh fraksi bersepakat bahwa jaminan kesehatan bagi masyarakat akibat produk tembakau atau rokok sangat penting untuk diatur dalam rangka memberikan perlindungan kepada masyarakat," kata Ermalena.
Selain mendesak pemerintah meratifikasi FCTC, Komisi IX menyatakan akan memperjuangkan adanya pengaturan secara khusus terkait dampak produk tembakau terhadap kesehatan.
Ermalena mengatakan petani tidak akan terpengaruh dengan isu pengendalian tembakau sebagaimana selama ini digaungkan oleh kelompok-kelompok yang kontrapengendalian terhadap komoditas itu.
"Saya dari daerah pemilihan Nusa Tenggara Barat. Konstituen saya banyak petani tembakau. Namun, di dapil saya penerimaan kawasan tanpa rokok justru cukup baik," ucapnya.
Menurut Ermalena, awalnya memang ada penolakan dari sebagian masyarakat di daerah pemilihannya. Namun, setelah dijelaskan mereka bisa menerima bahwa pengendalian tembakau bukan berarti larangan menanam tembakau.
"Sama dengan isu pendidikan seks. Di awal dulu kan banyak penolakan, terutama di kalangan pesantren. Setelah memahami bahwa pendidikan seks dimaksudkan untuk menjaga kelamin masing-masing, sebagaimana ajaran agama, akhirnya diterima," tuturnya.
Ermalena mengatakan merokok merupakan budaya di Nusa Tenggara Barat. Merokok tidak hanya dilakukan oleh laki-laki, tetapi juga perempuan. Saat ditanya pun, mereka menyatakan tidak akan berhenti merokok.
Karena itu, pengendalian tembakau tidak akan membuat yang sudah kencanduan rokok untuk berhenti merokok, tetapi justru melindungi supaya anak-anak tidak ikut-ikutan atau terpapar asap rokok.
"Justru pengendalian tembakau akan menguntungkan semua pihak karena industri tetap memproduksi rokok, kesehatan masyarakat bisa diraih dan penerimaan negara bertambah dari cukai rokok yang tinggi," tukasnya.