Selamat jalan Ramadhan

id Ramadhan,Semangat ramadhan

Selamat jalan Ramadhan

Dr. Ir. Naufal Mahfudz, MM. (ANTARA/HO-Dok)

Jakarta (ANTARA) - "Ramadhan ...... Ramadhan ...... Ramadhan di hati. Ramadhan ..... Ramadhan ..... Aku mohon jangan pergi". Begitulah lantunan lirik lagu yang dinyanyikan Maher Zain, penyanyi Lebanon dalam lagunya yang berjudul "Ramadhan".

Tak terasa Ramadhan tahun ini tinggal beberapa jam lagi. Bulan mulia yang disucikan dan disyukuri oleh seluruh umat Islam di seluruh dunia akan segera berlalu. Bulan yang jumlah harinya digambarkan sebagai Ayyamam ma'dudat atau "hari-hari tertentu" sebagaimana tercatat dalam Surah Al Baqarah ayat 184. Allah SWT tidak menyebut 29 atau 30 hari puasa di bulan Ramadhan, melainkan hari-hari tertentu.

Dalam ayat ini sangat jelas bahwa Allah SWT sedang menunjukkan kasih sayang-Nya. Kalimat ini mengandung makna bahwa kewajiban puasa tidak berat, hanya beberapa hari dan mudah dipenuhi oleh orang-orang yang beriman dan bersungguh-sungguh atau bernafsu .

Kata Ramadhan secara etimologis berarti panas terik atau bulan yang membakar panasnya. Secara substantif mengandung pengertian bahwa umat Islam yang merayakan bulan Ramadhan dengan penuh keimanan dan keikhlasan, maka dosa-dosanya padam dan hilang.

Allah SWT memberi kita waktu yang cukup selama sebulan penuh untuk memperkuat iman dan takwa kita serta memohon ampunan dari-Nya.

Di penghujung bulan suci ini, umat Islam yang saleh pasti galau. Perasaan senang dan sedih bercampur menjadi satu. Rasa bahagia ada di dada karena hari kemenangan sudah di depan mata. Kesedihan bersemayam di hati karena bulan yang mulia ini akan segera berlalu. Bulan penuh rahmat dan ampunan Allah SWT.

Tapi, benarkah Ramadhan akan meninggalkan kita? Benarkah Ramadhan tak lagi bersama kita? Benarkah Ramadhan sudah tidak ada lagi di tengah-tengah kita? Atau sebaliknya. Kami meninggalkan dia. Kami yang mengucapkan selamat tinggal untuk berpisah dengannya.

Namun yang pasti, jumlah hari di bulan Ramadhan akan segera berakhir. Jumlah hari berikutnya akan memasuki bulan Syawal. Yang kita tinggalkan sebenarnya hanyalah jumlah hari, bukan maknanya.

Jika kita ingin bersedih, itu karena kita meninggalkan suasana, bukan maknanya. Jika kita ingin menangis, itu karena malam yang lebih baik dari seribu bulan hanya ada di bulan Ramadhan, dan kita harus menunggu sampai tahun depan.

Jika kita ingin bahagia, itu karena insya Allah kita sudah mendapat bekal dan pelatihan yang cukup untuk beribadah di bulan-bulan mendatang. Jika kita ingin bahagia, itu karena insya Allah kita telah mendapat ampunan dan keridhaan dari Tuhan Yang Maha Esa.

Ramadhan akan tetap ada di tengah-tengah kita, selama kita tidak meninggalkan ibadah yang kita lakukan di bulan yang mulia ini. Kami tetap berpuasa, meskipun diganti dengan puasa sunnah di bulan-bulan lainnya.

Kita tetap rajin bersedekah, karena masih banyak saudara kita yang membutuhkan uluran tangan kita. Sholat malam kita jaga, karena Allah SWT masih menunggu doa dan tangisan hamba-Nya. Kami tetap itikaf, karena kami ingin merenung dan ingin terus bertemu, berbicara dan mengadu kepada Sang Pencipta Yang Maha Kuasa.

Kita terus membaca dan memahami Al-Qur'an, bukan hanya karena Al-Qur'an adalah sumber pedoman utama bagi kehidupan kita, tetapi juga karena kitab suci ini akan menjadi penolong kita di akhirat nanti. Kita tetap melakukan ibadah di bulan Ramadhan, agar kita tidak meninggalkannya.

Syawal

Setelah bulan Ramadhan berlalu, akan ada bulan yang disebut Syawal. Secara etimologis, kata Syawal berarti naik, naik atau bertambah.

Secara substantif ada dua arti dari kata Syawal. Pertama, derajat umat Islam di bulan Syawal setelah menjalankan puasa Ramadhan dengan penuh keimanan dan keikhlasan akan naik atau naik di hadapan Allah SWT karena telah mencapai derajat ketakwaan dan mendapat ampunan dari Allah SWT.

Kedua, umat Islam yang telah memperoleh derajat ketakwaan dengan menempa selama satu bulan di bulan Ramadhan wajib mempertahankan prestasi tersebut dengan memperbanyak ibadah secara terus menerus hingga kembalinya Ramadhan tahun depan.

Di bulan Syawal, umat Islam diberi kesempatan lagi untuk mempertahankan dan meningkatkan ibadahnya dengan berpuasa enam hari berturut-turut atau tidak berturut-turut sebagaimana sabda Nabi SAW, “Barang siapa yang berpuasa Ramadhan kemudian berpuasa enam hari di bulan Syawal maka baginya (pahala) puasa selama setahun penuh.” (HR Muslim).

Terakhir, yang kami ucapkan bukan lagi selamat tinggal Ramadhan atau selamat tinggal Ramadhan, melainkan kata penyemangat bersama Ramadhan. Semangat beribadah di bulan-bulan lainnya seperti semangat beribadah di bulan Ramadhan.

Semoga setelah Ramadhan berlalu, kualitas iman, kualitas ibadah, kualitas akhlak dan perilaku, serta kualitas kerja kita dapat dipertahankan bahkan terus ditingkatkan. Semoga Allah SWT selalu memberikan perlindungan dan melimpahkan hidayah serta hidayah-Nya kepada kita semua.

Selamat atas malam yang lebih baik dari seribu bulan. Selamat atas hari kemenangan. Taqabbalallahu minna wa minkum. Wa Taqabbal Ya Karim . Mohon maaf lahir dan batin.

“Dan aku berjanji… .. akan kulanjutkan… .. Semangatmu… .. Seumur hidupku… .. Oh Ramadhan” (Maher Zain).

*) dr. Ir. Naufal Mahfudz, MM adalah

Ketua Umum Forum Doktor Bisnis Indonesia (Fordobi) dan Wakil Ketua Dewan Pakar ICMI Orwilsus Bogor