Pekanbaru (ANTARA) - Sejauh mata memandang yang tampak hanya hamparan  pasir putih mengelilingi pulau kecil. Indah dan bersih  bagai permata putih diterpa cahaya matahari. Selain permukaannya yang datar dan padat, Pantai Beting Aceh di Rupat, Bengkalis  juga mengeluarkan suara saat dipijak sehingga dikenal dengan pasir berbisik.

Bagi yang ingin bertandang ke  Pantai  Beting Aceh ini hanya butuh 15 menit menggunakan perahu motor dari Pelabuhan Desa Tanjung Medang, Kecamatan Rupat Utara, Bengkalis. 

Alam Beting Aceh memang menyimpan keindahan yang menakjubkan, ditambah beberapa  bangkai pohon bakau  yang kerontang berdiri tegar semakin eksotis untuk dijadikan  spot foto. 

Saat air pantai surut  Beting Aceh ini mirip pantai di Bali  yang  cocok dijadikan lokasi aneka  wahana permainan seperti  bola voly pantai, sepeda, naik ATV (All Terrain Vehicle) selancar, berjemur serta  lainnya. 

Sayangnya, Pantai  Beting Aceh belum dilengkapi wahana permainan seperti itu sehingga  wisatawan tidak betah berlama-lama. Parahnya, tidak adanya toilet umum dan kuliner bahkan tong sampah sehingga pulau ini masih  minim tingkat kunjungan dibandingkan pantai lainnya  seperti Pantai  Tanjung  Lapin.

Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pengelolaan  Dinas Pariwisata (Dispar) Rupat Utara, Rupat,  Dinas Pariwisata Bengkalis  Nora mengatakan Pulau Beting Aceh masih  belum  tergarap dan  disentuh pembangunan sarana apapun  seperti Pantai  Tanjung Lapin. 

"Belum  ada gazebo, toilet dan lainnya yang ada hanya dua pondok terbuka dan satu ayunan, dan petunjuk arah," katanya. 

Keterbatasan sarana penunjang ini diakibatkan Beting Aceh kini masih dalam status lahan milik desa dan sedang proses hibah ke  Dispar, sehingga sangat sulit untuk dibangun menggunakan anggaran Dinas Pariwisata Bengkalis.

"Apalagi selama COVID- 19 kami jarang ke Pulau Beting Aceh butuh biaya speedboad karena jauh, kami terbatas anggaran dan tenaga  hanya 10 orang itu hanya cukup untuk Pantai  Tanjung Lapin," kata Nora belum lama ini.

Namun demikian kata dia,  pascaCOVID-19  tingkat kunjungan wisatawan ke Rupat mulai normal lagi, Dispar mencatat  jumlah wisatawan yang datang ke Rupat Januari 2022  mencapai 3.822, Februari ada 5.625 wisatawan, Maret  1.800 April 1.300 Mei 6.186 orang dan Juni 724 orang.

" Puncaknya saat Idul Fitri, ada 6.186 wisatawan," katanya.


Potensi terpendam

Beting Aceh satu dari puluhan potensi  wisata bahari  terpendam di Rupat yang akan menghasilkan cuan jika dikelola dengan baik dan maksimal.

Dosen Pariwisata Unri  Achmad Nawawi mengatakan, Pulau Rupat  memiliki  pantai yang diselimuti pasir putih sepanjang 17 kilometer,  dengan tempat wisata seperti  Pantai Pesona, Pantai Tanjung Lapin, Pantai Ketapang, Pantai Makeruh, Pantai Pasir Putih, Pulau Beting Aceh, Hutan Mangrove, Migrasi burung, Potensi Penangkaran Penyu.

"Selain itu ada Wisata Budaya diantaranya, Tarian Zapin Api, Kampung Budaya Suku Akik  Ratas, Ziarah Kubur Putri Sembilan, klenteng Vidya Sagara,"  kata Achmad Nawawi.

Muhammad Hafis  Ketua  Sanggar Petak Semai mengatakan kekayaan budaya Rupat yang terkenal Tari Zapin Api, merupakan tarian di atas bara api  yang diiringi musik melayu dengan lafaz Islam. Para penarinya  bergoyang di tengah bara api, kadang memeluknya, memakannya, tanpa  merasa panas. Kondisi ini tidak dapat dicerna logika, terlebih api yang panas itu tidak mampu melukai kulit penarinya.

"Penari  seolah sedang bermain bunga, karena  api yang menyala dianggap bunga yang cantik dan indah," kata Muhammad Hafis. Penari dalam penampilan Zapin Api pada acara budaya Rupat Utara, Bengkalis, Riau (ANTARA/Vera Lusiana)

Kata dia Tari Zapin Api akan disajikan sebagai hiburan malam  bagi tamu yang berwisata ke Rupat, bisa juga untuk acara pesta dan selamatan.


Alami perubahan

Awalnya Rupat adalah wilayah 3T, namun sejak  pariwisata  jadi  Kawasan Strategis Pariwisata (KSP) tahun 2011, aksespun terbuka  hingga  merubah sosial ekonomi masyarakat tempatan yang berbatasan langsung dengan Malaysia. 

"Dulunya  jalan hanya  setapak, listrik tidak ada, masyarakat  hanya bisa mendapat siaran  Radio  dan TV asal   Malaysia, termasuk barang-barang karena letaknya sangat dekat dengan Malaysia,  namun sejak dimulainya pengembangan wisata Rupat berubah 180 derajat," kata Achmad Nawawi.

Dikatakan Dosen yang juga putra daerah Bengkalis itu, pengembangan daerah wisata di Rupat  telah menumbuhkan rasa nasionalisme cinta NKRI di kalangan masyarakat yang mayoritas dihuni Suku Melayu dan etnis Tionghoa tersebut, penggunaan produk dalam negeri termasuk mata uang Rupiah digalakkan.

Dia mengatakan, Rupat kini dikenal dengan berbagai lokasi wisata alam  pantai yang telah mengundang wisatawan, sehingga membuka  berbagai pembangunan akses Jalan, air Listrik, dan  transportasi (Jalita) di kembangkan pemerintah baik daerah maupun pusat.

Meski begitu banyak potensi alam dan budaya  yang di tawarkan namun, sejauh ini program pengembangan wisata Rupat masih jalan ditempat. Minimnya dukungan infrastruktur ini dianggap sebagai persoalan utama.

Sebagai gambaran untuk mencapai lokasi  pantai-pantai di pulau ini, salah satunya  Pantai Tanjung Lapin membutuhkan waktu sekitar   7-8 jam  dari  Pekanbaru dikarenakan tidak semua jalan mulus, masih ada yang berlubang, dan  masih pengerasan sertu.

Jika menggunakan kendaraan darat, wisatawan harus menempuh perjalanan sekitar 2-3 jam untuk tiba di pelabuhan Roro Dumai. Perjalanan lalu dilanjutkan lewat jalur laut menggunakan kapal Roro, menghabiskan waktu sekitar 1-2 jam untuk berlabuh  di Pulau Rupat .

Kemudian, perjalanan kembali dilanjutkan sekitar 2,5  jam lagi  dengan kendaraan roda empat  baru tiba  di Pantai Tanjung Lapin, ini estimasi saat semua lancar

"Kendala lain yang  paling utama itu akses jalan darat menuju ke  Rupat serta fasilitas penyeberangannya yang kini hanya beroperasi dua unit bergantian," kata Ketua Kelompok Sadar Wisata Pantai Tanjung Lapin Sadikin.

Sadikin mengungkapkan, kondisi jalan yang tidak mendukung memang sudah sejak dulu, bahkan sejak awal Pulau Rupat Utara dibuka sebagai destinasi wisata sekitar 32 tahun yang lalu (mulai dibuka tahun 1989).

Hal  lain yang dikeluhkan oleh para wisatawan  tidak terdapatnya tempat  bagi mereka  untuk istirahat di sepanjang perjalanan.  Masyarakat Rupat  tak seperti kebanyakan desa di tempat-tempat wisata lain  miliki kreatifitas berdagang, selain jarak antara rumah yang jauh, sehingga pengunjung harus membawa bekal.

Selanjutnya untuk  layanan transaksi di Rupat masih melayani mata uang asing Ringgit Malaysia, sehingga penggunaan Rupiah tidak maksimal dan ini berdampak pada minimnya bank, bahkan tidak tersedia mesin Anjungan Tunai Mandiri (ATM). Diperparah fasilitas jaringan telekomunikasi yang lemot.

Persoalan lainnya yang juga banyak dikeluhkan oleh para wisatawan saat mereka berkunjung Pulau Rupat  yakni minimnya ketersediaan bahan bakar minyak (BBM) untuk kendaraan, kalaupun ada harganya jauh lebih mahal dikarenakan  tidak terdapat Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU).

Ekonom senior Bank Indonesia Ignatius Adhi Nugroho mengatakan,  Bank Indonesia baru-baru ini  juga telah melakukan kajian terhadap wisata bahari Rupat, selain kendala di atas juga ditemukan kendala lainnya yakni, dari master pland Rupat Utara 2016 masih belum tergambar dengan jelas konsep pariwisata yang seperti apa bakal dibangun di Rupat, dan dihadirkan guna menarik kunjungan daerah tempat wisata (DTW).

"Kendala lain  masih perlunya dilakukan harmonisasi kebijakan untuk  sinergi antara pemerintah daerah dengan pusat dalam merumuskan konsep wisata di Rupat," Adhi.


Upaya dan solusi

Untuk mewujudkan Rupat menjadi destinasi wisata nasional dan internasional kini pulau terluar itu terus "bersolek", perbaikan  infrastruktur jalur darat terus digesa di tengah keterbatasan anggaran, walau  sempat terhenti dua tahun terakhir akibat Pandemi COVID-19 tahun ini hingga ke depan pembangunan jalan menuju Rupat kembali dilanjutkan, demikian dikatakan Sekretaris Daerah Bengkalis  H Bustami HY.

Kata dia, Pulau Rupat telah dijadikan  Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN), sehingga Bengkalis saat ini sedang giatnya melakukan pembangunan infrastruktur, jalan, listrik, air dan Rumah sakit. Semua ini sudah  dikoordinasikan ke pusat, bahkan  Kementerian Pekerjaan Umum (PU) sudah  menetapkan  program  pembangunan jalan tahun depan di Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).

"Jadi kondisi jalan saat ini masih terputus  ada yang bagus ada yang belum, mudah-mudahan ke depan sudah bagus semua," kata  H Bustami HY.

Ia berharap tahun 2023 semua infrastruktur jalan sudah selesai dilakukan pembangunan. Selanjutnya untuk listrik dan air juga akan ada penganggaran dari Kementerian Pekerjaan Umum  tahun depan.

Diakuinya selama ini memang ada kendala dan keterbatasan dalam pengembangan Pulau Rupat, diperparah saat COVID-19 dimana ada rasionalisasi anggaran, namun se tahun terakhir semua jalan penyelesaian mulai terbuka. Ia juga bersyukur pengembangan Rupat tidak lepas dari campur tangan para investor.

"Bengkalis akan tetap berikan kemudahan perijinan bagi investor yang ingin mengembangkan usaha wisata di Rupat, juga mendorong desa untuk ikut terlibat untuk menambah pendapatan masyarakat dan bersaing mengembangkan wisata tempatan," katanya.

Senada dengan itu, Bank Indonesia (BI) juga memiliki peran dalam pengembangan wisata di daerah, karena BI  merupakan bagian dari pemerintah  sehingga ikut turut  mendorong bangkitnya sebuah pengembangan wisata,  terutama saat ini untuk 10 destinasi wisata prioritas, walau Riau belum masuk diantaranya, demikian dikatakan Kepala  Bank Indonesia Kantor Perwakilan Wilayah (KPW) Riau Muhamad Nur.

Khusus untuk Riau BI terus berupaya  mendorong bersama-sama pemerintah  daerah agar potensi pariwisata  terus tumbuh, salah satunya Pulau Rupat.
Potensi wisata di Pulau Rupat tentu harus didukung dengan berbagai infrastruktur yang memadai. 

"Ini memang membutuhkan investasi yang besar agar Pulau Rupat layak untuk menjadi kawasan pantas menjadi pilihan wisatawan untuk dikunjungi," terangnya.

Dikatakan dia BI juga sudah terlibat langsung dengan memberikan bantuan bagi Kelompok sadar wisata  (Pokdarwis) dalam berupa pelatihan, dengan tujuan melalui kelompok itu masyarakat bisa terlibat langsung untuk mengembangkan wisata di daerahnya. 

"Kita ingin masyarakat atau Pokdarwis ini mengisi kegiatan dari bagian wisata itu seperti atraksi, suvenir dan keramah tambahan dan  sebagainya," kata dia. 

Dari sekian kendala yang dihadapi kata Muhamad Nur, semua harus dikomunikasikan antara pemerintah daerah dan pusat. Terutama solusi untuk infrastruktur darat. Solusi lain untuk akses penyeberangan Fery juga bisa dicarikan  dari yang ada saat ini baru tersedia pelabuhan Roro di Rupat Selatan, sementara potensi wisata ada di Rupat Utara,

"Ini juga aksebilitasnya bukan saja dari darat akan tetapi laut agar orang bisa mudah datang dari mana saja, mungkin dari Utara perlu juga dipikirkan pelabuhan sehingga orang dari Dumai ke Rupat Utara sudah bisa langsung," kata Muhamad Nur.

Dari segi hotel untuk penginapan di Rupat sudah ada tetapi masih sangat terbatas dan fasilitasnya perlu dibenahi lagi, intinya orang kalau sudah di hotel semua sudah tersedia lengkap, airnya bersih, dan sebagainya.  Tentunya ini semua membutuhkan kapital yang besar untuk investasi.

Ini menjadi pekerjaan rumah semua stakeholder termasuk media bagaimana  bisa meyakinkan dan mengundang investor untuk tertarik, tentunya tidak terlepas dari kejelasan kepemilikan lahan dan  tata ruang, kemudahan perijinan serta sarana penunjang lainnya yang aksesnya harus terbuka lebar oleh pemerintah daerah.

"Intinya dalam pengembangan Rupat pemerintah tidak bisa bergerak sendiri harus bersama bahu membahu dibantu juga investor, kami berharap dan ikut terlibat membangun komunikasi  dengan pemerintah sesuai dengan kewenangannya lewat pertemuan dan forum untuk percepatan wisata," tukasnya


 

Pewarta : Vera Lusiana
Editor : Riski Maruto
Copyright © ANTARA 2025