Oleh Endang Sukarelawati
Malang, (Antarariau.com) - Cabang olahraga sepak bola selalu menciptakan magnet yang luar biasa besar di seluruh penjuru dunia, tak terkecuali di Tanah Air.
Tanpa kompetisi atau turnamen sepak bola, dunia olagraga menjadi "senyap", tak ada hiruk pikuk suporter yang memenuhi jalanan setiap kali ada klub yang bertanding, apalagi yang bertanding adalah klub-klub besar dan sebagai rival bebuyutan.
Klub di Tanah Air yang akhir-akhir menjadi sorotan publik di belahan Bumi Nusantara akibat rivalitas suporternya, adalah Aremania (suporter Arema) dan Bonek (suporter asal Surabaya yang mendukung Persebaya dan Surabaya United), maupun Jakmania (suporter Persija) dengan Bobotoh (Suporter Persib).
Karena rivalitas kelompok suporter Bonek dan Aremania misalnya, menjelang digelarnya pertandingan babak delapan besar Piala Jenderal Sudirman yang mempertemukan Arema dengan Surabaya United, dua nyawa Aremania melayang di Sragen, Jawa Tengah, akibat ulah kelompok suporter rivalnya.
Kondisi persepakbolaan Indonesia yang mulai bangkit dan secara perlahan juga mulai ada pembenahan-pembenahan, kembali terpuruk karena melayangnya dua nyawa Aremania asal Pujon, Kabupaten Malang dan Blitar, bahkan menodai kebangkitan dunia sepak bola di Tanah Air.
Wajah persepakbolaan di negeri inipun tercoreng kembali oleh ulah oknum suporter yang bertindak hanya berdasarkan emosi semata.
Melayangnya dua nyawa Aremania itu membuka mata semua orang, betapa rapuhnya sportivitas kelompok suporter dunia sepak bola di negeri ini. Bahkan, drama hilangnya nyawa dua Aremania itu seolah masih belum cukup, mereka mengembuskan isu-isu akan adanya "sweeping" bagi kendaraan yang berpelat nopol N (Malang) maupun L (Surabaya).
Karena terlalu takutnya akan ada sweeping, baik di wilayah Surabaya maupun Malang, banyak kendaraan berpelat nopol N yang memasuki wilayah Surabaya berganti pelat sementara menjadi L, demikian sebaliknya.