Sambungan dari hal 1 ...
Pilkada serentak merupakan sejarah baru dan merupakan gelombang pertama dari tujuh gelombang agenda pilkada sebelum dilakukan serentak secara nasional pada 2027.
Pilkada 9 Desember 2015 adalah untuk kepala daerah yang berakhir masa jabatannya pada 2015 dan hingga semester pertama 2016. Pada pilkada gelombang pertama ini, dari 269 daerah, KPU akhirnya menunda lima daerah karena permasalahan pencalonan dan gugatan hukum, yakni di Provinsi Kalimantan Tengah, Kabupaten Fakfak (Papua), Kota Pematang Siantar dan Kabupaten Simalungun (Sumut) dan Kota Manado (Sulut).
KPU berharap kelima daerah tersebut dapat segera memperoleh keputusan hukum yang mengikat sehingga pilkada tetap dapat dilaksanakan pada Desember 2015.
Pilkada serentak gelombang kedua akan dilaksanakan pada Februari 2017 untuk kepala daerah yang masa jabatannya berakhir pada semester kedua 2016 dan kepala daerah yang masa jabatannya berakhir pada 2017.
Pilkada serentak gelombang ketiga akan dilaksanakan pada Juni 2018 untuk kepala daerah yang masa jabatannya berakhir pada 2018 dan 2019. Pilkada serentak gelombang keempat akan dilaksanakan pada 2020 untuk kepala daerah hasil pemilihan Desember 2015. Pilkada serentak gelombang kelima akan dilaksanakan pada 2022 untuk kepala daerah hasil pemilihan pada Februari 2017. Pilkada serentak gelombang keenam akan dilaksanakan pada 2023 untuk kepala daerah hasil pemilihan 2018.
Kemudian, dilakukan pilkada serentak secara nasional pada 2027. Jadi mulai 2027, pilkada dilakukan secara serentak di seluruh provinsi, kabupaten, dan kota di Indonesia, untuk seterusnya dilakukan kembali tiap lima tahun sekali.
Sebagai penghormatan pada nilai demokrasi dan HAM, setiap pasangan calon kepala daerah juga sudah berikrar untuk siap menang dan siap kalah serta turut menciptakan pilkada yang aman dan tertib.
Pantau
Komisi Nasional HAM bahkan turut memantau pelaksanaan pilkada di Kabupaten Karangasem, Bali. "Kami memantau Kabupaten Karangasem karena dianggap sebagai wilayah yang paling rawan berdasarkan hasil diskusi kami dengan Kapolda Bali," kata Siane Indriani, anggota Komnas HAM Sub Komisi Pemantauan dan Penyelidikan.
Salah satu indikator potensi kerawanan di Kabupaten Karangasem adalah potensi fanatisme dari para pendukung pasangan calon.
Siane bersyukur pelaksanaan pilkada berjalan kondusif. "Kalau melihat Bali secara keseluruhan kondusif, karena masyarakat Bali mempunyai mekanisme sendiri untuk menyelesaikan konflik," katanya.
Dalam kacamata yang lain, Dirjen Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan HAM Widodo Eka Tjahyana mengatakan hak konstitusi narapidana yang berada di luar daerah dalam pilkada serentak terabaikan.
Saat melakukan inspeksi mendadak di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II-A Kabupaten Jember, Jawa Timur, Selasa (8/12), tercatat sebanyak 67 narapidana yang merupakan warga luar Jember dan mereka tidak bisa menyalurkan hak pilihnya di daerah asalnya yang juga menggelar pilkada namun narapidana yang penduduk Jember dapat memberikan hak suaranya.
"Tidak menutup kemungkinan di beberapa lapas lain juga terdapat kasus serupa, misal warga Jember yang ditahan di lapas luar Jember tentu tidak bisa menyalurkan hak pilihnya untuk mencoblos di Jember karena mereka tidak bisa keluar dari penjara," katanya.
Untuk itu, hak konstitusi warga binaan lapas seharusnya mendapat perhatian dari pihak penyelenggara pemilu karena mereka juga memiliki hak konstitusional menyalurkan hak pilihnya.
Presiden Jokowi selaku kepala negara dan kepala pemerintahan juga memantau penyelenggaraan pilkada. "Hingga saat ini Presiden terus memantau dan mendapatkan laporan dari Menkopolhukam, Mendagri dan Kapolri," kata Tim Komunikasi Presiden Ari Dwipayana dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.
Sebelumnya, Jokowi menyampaikan bahwa Pilkada Serentak 2015 merupakan pengalaman pertama bangsa Indonesia. Presiden mengimbau rakyat berpartisipasi aktif menggunakan hak pilih sebaik-baiknya.
"Jangan lupa untuk datang ke TPS. Jangan lupa untuk memilih pemimpin Indonesia yang ditentukan oleh saudara-saudara sendiri, oleh rakyat sendiri," kata Presiden di Istana Merdeka, Senin (7/12).
Presiden pun berpesan agar yang menang, nantinya jangan merasa "jumawa" dan bagi yang kalah tidak usah kecewa dan mengamuk. "Bila ada perbedaan pendapat tentang hasil pemilihan, saya berharap bisa diselesaikan secara damai, demokrasi, dewasa sesuai dengan jalur yang telah diatur Undang-Undang," kata Presiden.
Pengalaman pertama dalam pilkada serentak ini semakin memantapkan bangsa Indonesia untuk menghormati dan menegakkan nilai-nilai HAM.