Siak (ANTARA) - Sawit telah memberikan kehidupan dan kesejahteraan bagi masyarakat Riau sebagai daerah terluas lahan produksi bahan baku minyak goreng tersebut. Tak terkecuali bagi Kabupaten Pelalawan yang telah tumbuh bersama komoditas sawit sejak masih tergabung dalam Kabupaten Kampar masa dulunya.
Semua pihak bekerjasama mencapai kesejahteraan tersebut seperti halnya petani dan perusahaan sawit. Seperti pabrik kelapa sawit yang menerima tandan buah segar dari petani di Kabupaten Pelalawan. Salah satunya adalah PT Sari Lembah Subur dari Grup Astra Agro Lestari.
Baik lembaga maupun perorangan bermitra dengan perusahaan sawit swasta maupun milik pemerintah sehingga memberikan keuntungan bagi masing-masing pihak. Atas usaha selama kurun waktu 30 tahun lebih, kesejahteraan telah dirasakan masyarakat seperti yang dialami pria paruh baya yang akrab disapa Babe.
Dalam usianya yang sudah 62 tahun, Babe sudah mencapai kesejahteraan yang sudah sangat mapan. Enam anaknya sudah tamat kuliah sarjana, dua orang lagi melanjutkan S2 di Institut Teknologi Bandung dan di seorang di Jepang.
"Yang namanya Ria Agustina kuliah di Jepang jurusan Hubungan Internasional, Kuliahnya pertama di Universitas Gajah Mada dan meraih predikat terbaik dapat beasiswa ke Jepang. Sekarang adiknya di ITB semester pertama nilainya A dan B+ aja," ungkapnya bangga.
Pencapaian itu takkan tercapai kalau dia tidak nekad dulu datang dari Banyuwangi, Jawa Timur, pada tahun 1991. Padahal waktu itu ia hanya dalam rangka melihat kakak iparnya yang masuk penjara gara-gara membakar kantor perusahaan tempatnya bekerja.
Takdir berkata lain. Kakaknya yang merupakan peserta program transmigrasi itu memintanya menetap di Bumi Lancang Kuning Riau ini. Babe yang tidak menhgikuti program transmigrasi disuruh membeli tanah kapling menggantikan kakak iparnya mengelola tanah. Hingga waktu berjalan, dia menjadi Ketua Koperasi Unit Desa Amanah SP4 Kerumutan dan menjadi sebuah kisah sukses bagi dirinya dan rekan-rekannya.
Petani sawit di Kabupaten Pelalawan mulai berkembang pada 1998 hingga 2000. Bahkan ada yang punya kebun sawit seluas 60 hektare. Dia pun menjadi salah satunya bersama-sama dengan petani lain yang mencapai pencapaian itu.
"Ya yang pandai, kaplingnya 'disekolahkan', dipinjamkan bank Rp30 juta untuk beli kebun beli kebun lagi. Tanam sendiri, jangan diburuhkan. Sudah keluar sertifikat dari bank pinjam lagi, beli (tanah) lagi sampai lunasi semua pinjaman. Kayak gitu saya ajarin, saya usaha gak merasa menyaingi, saya bina semua yang mau jadi. Kadang saya modali, karena saya ini inget waktu dulu masih susah," tuturnya.
Setelah berkembang, Babe mulai membeli mobil, tahun 1993 sudah punya tiga truk, satu Toyota Grand dan sebuah Land Cruiser. Hingga delapan tahun dari 1991, ia sudah mempunyai sembilan truk.
"Yang punya 9 truk di desa ini cuma saya, dan orang trans pertama yang punya juga saya," ungkapnya.
Usai bertani dan bergabung di KUD, Babe kemudian mengembangkan usaha dengan menjadi penyedia buah atau suplier tandan buah segar (TBS) ke sebuah pabrik pengelola sawit bernama PT Sari Lembah Subur (SLS). Dia turut mencarikan TBS petani untuk dijual ke pabrik. Dengan begitu, dia pun mendirikan tempat penampungan TBS atau biasa disebut peron di Sorek, masih di Kabupaten Pelalawan.
Babe pun fokus dengan aktivitas itu sehingga tidak lagi berupaya memperluas kebun. Saat ini yang tinggal hanya 10 kapling atau 20 hektare. Tetapi dengan menjual TBS ke pabrik, ia bisa punya 30 truk tronton. Sekarang dia juga sudah menyewa pabrik di Jambi.
Dengan usaha itu, pundi-pundi keuangan Babe semakin menjulang. Untuk rumah saja Babe punya empat di Pekanbaru, satu di Malang, di Banyuwangi dan di Jember. Sudah ada juga mobil mewah Hummer ia miliki.
Tak hanya untuk diri sendiri, Babe juga aktif dalam kegiatan sosial dengan mendirikan masjid sekaligus menggaji marbot sampai khatibnya.
Pembangunan masjid paling bagus dan pertama kali di Sari Lembah Subur. Waktu itu hampir menghabiskan Rp2 miliar di dekat area Pondok Pesantren. "Sekarang mulai TK sampai madrasah ada," ujarnya.
Warga lokal juga sukses
Berbeda dengan Babe yang datang dari Banyuwangi. Rezeki sawit juga dinikmati warga lokal di Kabupaten Pelalawan. Salah satunya Jasman yang berasal dari Desa Gedung, Kecamatan Pangkalan Lesung.
Jasman yang lahir tahun 1976 cuma tamat sekolah dasar. Kehidupan di sini, menurutnya, sangat minim, sekolah jauh, ekonomi juga sulit, transportasi dengan jalan kaki sampai setengah hari. Maklum namanya perkampungan, adanya cuma pondok tiga biji. Ada lagi tempat lainnya namun jarak yang jauh.
Jasman mengaku pernah memgenyam Sekolah Menengah Pertama hanya tiga bulan. Ayah kandungnya meninggal, ia pun ikut ayah tiri namun tak mau menyekolahkannya. Akhirnya, dia ikut kakak ipar, namun baru masuk tiga bulan SMP iparnya meninggal. Dia pun mencoba menderes karet dan mulai bekerja menanam sawit.
Dia pun mengaku bosan menderes karet sehingga bekerja harian di PT SLS saat berumur sekitar 14 tahun. "Lalu saya minta kerjaan, dari pada saya nyolong, nanti penjara. Jadi saya minta kerja, apa yang dikasih saya kerjakan. Jadi kerjaan itu serabutan lah, yang penting dapat makan," kenangnya.
Kemudian pada tahun 1999, dia pernah jadi Satpam di perumahan pabrik. Ketika itu dia juga sudah gabung dengan KUD untuk transportasi sawit. Jadi ketika malam dia menjadi satpam dan siangnya mengurus KUD dengan anggota 400 Kepala Keluarga.
Dia mengatakan dari 400 KK itu 50 cuma yang orang lokal, 350 lainnya adalah pendatang program transmigrasi dengan jumlah kapling kebunnya 800 ha. Dulu para petani dijatah satu KK 2 hektare, namun dalam perjalanannya ada yang tak tahan sehingga dijual kebunnya.
"Walaupun aku orang sini, aku nggak punya kebun walaupun sejangkal. Lalu pada tahun 1994 aku beli tanahnya," katanya.
Saat menjadi Satpam, ia mulai bergaul sama PT SLS, tapi cuma empat bulan lalu berhenti.
"Aku berpikir sama KUD saja bisa bebas ke mana-mana. Ya udah lah, aku berhenti, jadi mitra saja waktu itu aku transportasi KUD ngantar buah. Tahun 2006 saya diangkat ditunjuk jadi ketua KUD," paparnya.
Dia pun sudah menjadi mitra PT SLS dari 2005, bisa dibilang sebagai kontraktor di SLS ini. Dari sana, Jasman sering masuk kantor PT SLS dan menawarkan apa yang bisa dikerjakan. Mulai dari bawa karyawan, buruh harian lepas, dan mengantar anak sekolah.
Selanjutnya pada 2006, dia juga mendapat pekerjaan kontrak mengangkut janjangan kosong (jangkos) dan tandan kosong (tankos) sawit sejak 2006. Sampai pada 2015 pakai nama pribadi dan setelah itu atas nama perusahaan.
"Kita punya armada, tapi tidak semua milik perusahaan, ada sewa. Kawan-kawan juga ada yang punya mobil. Kalau saya beli mobil sampai 10 unit secara kredit," sebutnya.
Dia bersyukur PT SLS percaya dengannya. Namun begitu, dia berprinsip apa saja dikerjakan. Yang penting dapat makan, bahkan tidak pernah menanyakan harga.
"Anakku empat orang, anak pertama kelahiran 1997. Dia cuma tamat SMA. Paling tinggi yang nomor dua sempat kuliah kemarin tapi gagal, sekarang jadi admin. Kalau yang nomor tiga baru berangkat kuliah di Padang," katanya.
Melihat kesejahteraan mitra PT SLS di Pelalawan
Dengan usaha itu, pundi-pundi keuangan Babe semakin menjulang. Untuk rumah saja Babe punya empat di Pekanbaru, satu di Malang, Banyuwangi dan Jember,