Riau mulai manfaatkan listrik energi surya

id Energi surya,Rapl

Riau mulai manfaatkan listrik energi surya

RAPP klaim dengan pakai energi surya, bisa gantikan 400 kg batubara  untuk setiap satu MWh listrik surya per hari. (ANTARA/dok)

Pekanbaru (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Riau mulai memanfaatkan energi terbarukan seperti cahaya matahari atau panel surya menjadi tenaga listrik di Kantor Gubernur yang terletak di Jalan SudirmanKota Pekanbaru tersebut.

Panel surya bekerja mengubah energi cahaya matahari menjadi energi listrik. Panel surya adalah alat yang terdiri dari sel surya, aki dan baterai yang mengubah cahaya menjadi listrik.

Tidak hanya Pemerintahan Bumi Lancang Kuning yang memanfaatkan energi surya untuk listrik, tetapi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) seperti Pertamina di Dumai juga lakukan hal serupa.

"Begitu pula perusahaan swasta yang berlokasi di Riau telah merasakan kegunaan energi listrik dari cahaya matahari, misalnya Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP)," kata Gubernur Riau Syamsuar, di Pekanbaru, Sabtu.

RAPP November tahun lalu meluncurkan penggunaan panel surya sebagai sumber listrik bagi industri mereka. Group APRIL ini menyatakan, instalasi panel surya ini merupakan salah satu tonggak pencapaian besar perusahaan kertas terbesar di Asia, untuk iklim positif. Dengan memakai energi surya, bisa gantikan 400 kg batubara untuk setiap satu MWh listrik surya per hari.

Syamsuar mengatakan, penerapan listrik surya akan meluas ke tiga kabupaten di Riau masing-masing sebesar satu kilovolt (KV). Ketiga kabupaten yang dimaksud adalahIndragiri Hilir, Bengkalis, dan Kepulauan Meranti.

"Banyak pulau di Riau yang masih kosong akan digunakan sebagai tempat pembangkit listrik tenaga surya," kata Gubernur.

Pemprov Riau memanfaatkan tenaga surya untuk jadi tenaga listrik sebagai upaya mencapai kemandirian energi ramah lingkungan. Kebijakan ini tercantum dalam Rencana Energi Daerah 2020-2050.

Energi terbarukan lainnya yang berpotensi dipakai Riau untuk listrik adalah panas bumi sebesar 20 Mega Watt (MW) dan tenaga air 961,84 MW.

Implementasi tenaga listrik dari sinar surya diungkapkan Pemprov Riau sebagai sebagian upaya menyiapkan diri lepas dari pasokan energi fosil dari provinsi-provinsi di sekitarnya suatu saat.

"Selain itu, untuk mengurangi energi listrik dari Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang bersumber dari pembangkit batubara," katanya.

Walau sampai sekarang Kota Pekanbaru masih menggunakan listrik dari PLTU Tenayan Raya yang dioperasikan oleh anak usaha PLN yakni Pembangkit Jawa Bali (PJB) UJB O&M. Untuk Kabupaten Indragiri Hilir disuplai listrik dari PLTU Tembilahan.

Selama ini, Riau memanfaatkan listrik dari PLTU lantaran cadangan batubara berkalori rendah. Lokasi cadangan terbesarnya di Peranap, Kabupaten Indragiri Hulu sebanyak lima miliar ton yang bisa dipakai selama 64 tahun.

"Batubara ini tidak laku di pasaran, karena tidak bisa untuk industri baja yang butuh panas tinggi," kata Dosen Ekonomi dari Universitas Negeri Riau (Unri), Dahlan Tampubolon.

Gasifikasi

Dari jumlah cadangan batubara di Peranap sebesar lima miliar ton dimiliki Perusahaan Tambang Bukit Asam (PTBA) sebesar 275 juta ton. Jumlah ini akan diproduksi dengan kapasitas sekitar 10.000 ton per tahun.

Namun, PTBA mengaku sejumlah tantangan dihadapinya untuk melakukan pertambangan batubara di sana.

"Faktor jarak angkut yang cukup jauh dan kualitas kalori batubara yang rendah," kata Sekretaris Perusahaan PTBAApollonius Andwie C.

Dengan demikian, penambangan batubara di Peranap membutuhkan infrastruktur jalan yang dibangun dari dukungan komprehensif dari berbagai pihak terkait.

Walaupun demikian, PTBA sempat akan mengolah batubara kalori rendah di Peranap menjadi Dimethyl Ether (DME). Produk ini sebagai pengganti bahan bakar liquefied petroleum gas/LPG (gasifikasi) pada 2022.

"Pengembangan gasifikasi dan teknologi pemanfaatan batubara yang rendah emisi menjadi prioritas pencapaian ke depan sebagai energi dan teknologi hijau," tuturnya.

Sebagian orang menilai DME sebagai energi ramah lingkungan dari batubara lantaran tidak menyisakan limbah padat. Satu ton gas bisa dihasilkan dari satu ton DME yang diolah dari enam ton batubara.

Dengan demikian, pemerintah menganggap DME sebagai batubara bernilai tambah, hingga produk ini memperoleh subsidi berupa royalty sebesar 0 persen.

"Ini memberatkan pemerintah," kata Research and Program Manager Trend Asia, Andri Prasetiyo.

Padahal, DME bukan energi bersih lantaran ini diproses dari kegiatan ekstraktif dengan emisi masih tinggi, bahkan ini lebih tinggi dari gas elpiji.

Malahan, Amerika dan China sudah menghentikan pengembangan DME, karena ini tidak menguntungkan. Pemerintah diduga melakukan ini supaya tetap terjadi permintaan batubara.

Sebelumnya, PTBA akan memproduksi DME di Peranap dengan pengumuman secara resmi pada 2019 yang diawali dengan penandatanganan di Allentown, Amerika Serikat (AS) pada 2018.

Saat itu dikemukakan produksi DME dilakukan bersama Pertamina dan Air Consultan asal AS. Namun, PTBA membatalkan produksi DME di Peranap dengan alasan kasus COVID-19 sedang tinggi pada 2020.

PTBA tidak menyebutkan perbankan mana yang mendanai pertambangan batubara di Indonesia termasuk di Riau. Namun, perusahaan ini siap tidak memperoleh pendanaan usahanya dari perbankan luar negeri atau dalam negeri.

Apalagi, sejauh ini pembiayaan pertambangan batubara dilakukan PTBA melalui pendanaan sendiri bersinergi dengan induk usaha industri pertambangan yakni MIND ID.

"Selain itu menjalin kemitraan strategis untuk mendukung proyek-proyek pengembangan," kata Apollo.

PTBA sudah mengklaim sebagai perusahaan beyond coal (melampaui batubara), tapi bagaimana master plan transisi model bisnis belum diungkapkan ke publik. Karena, banyak negara yang akan meninggalkan penggunaan batubara.

"Kalau perusahaan batubara tidak menyiapkan bisnis melampaui batubara, karena mereka akan menggali kuburnya sendiri akibat omzet bisnis terus menurun," tukasnya.