PTPN V targetkan seluruh pabrik kantongi ISCC

id Sawit, Riau, PTPN V

PTPN V targetkan seluruh pabrik kantongi ISCC

Direktur Utama PTPN V Jatmiko K Santosa (kiri) menyerahkan bantuan untuk infrastruktur dan pendidikan kepada warga usai upacara peringatan HUT ke-74 Republik Indonesia di pintu tol Pekanbaru, Riau, Sabtu (17/8/2019). (ANTARA/FB Anggoro).

Pekanbaru (ANTARA) - Direktur Utama PT Perkebunan Nusantara V Jatmiko Krisna Santosa menargetkan 100 persen standar karbon internasional atau International Sustainability & Carbon Certification (ISCC) dalam waktu dekat untuk seluruh unit pabrik perusahaan perkebunan plat merah tersebut.

Hal itu disampaikan Jatmiko saat menjadi pembicara ILCAN Conference Series on Life Cycle Assessment mengenai pengelolaan kebun berkelanjutan di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Jakarta November 2019 lalu.

“Kami berkomitmen untuk terus menekan emisi gas rumah kaca yang dihasilkan dari seluruh rangkaian kegiatan produksi perkebunan sawit. Sertifikasi ISCC ini menunjukkan bahwa produk yang kami hasilkan telah memenuhi standar Energi Terbarukan uni eropa (UE Renewable Energy Directive), serta komitmen kami sebagai produsen crude palm oil atau CPO yang bertanggung jawab terhadap lingkungan," katanya.

Sebagai anak perusahaan perkebunan nusantara milik negara, PTPN V telah mengaplikasikan standar sawit berkelanjutan berupa Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO), Roundtable Sustainable Palm Oil (RSPO), dan ISCC untuk menembus ekspor sawit ke Eropa.

Menurutnya PTPN V untuk terus menekan limbah produksi dan emisi gas rumah kaca dengan cara memanfaatkan seluruh bagian dari proses produksi sawit, salah satunya dengan menjadikannya sebagai energi.

Dirut mencontohkan seperti dari realisasi 100 ton kelapa sawit, hanya 24 persen saja yang dapat dimanfaatkan menjadi minyak sawit mentah atau CPO. Sedangkan sisanya berupa serat, cangkang, limbah cair, dan gas metan harus dicarikan solusinya.

Salah satu yang tengah dimanfaatkan saat ini, sebutnya, yakni limbah cair yang diolah menjadi gas metan untuk pembangkit listrik. Sampai saat ini, produksi listrik tersebut masih dipergunakan untuk mendukung produksi perusahaan.

Dari 12 unit pabrik di PTPN V, sudah 3 unit yang siap menghasilkan biogas. Peluang untuk bersinergi dengan pihak PLN juga dinilainya masih disambut dengan baik.

Dengan mengadopsi teknologi ramah lingkungan seperti itu, produsen CPO dipastikannya akan mendapatkan tambahan insentif 12 sampai 13 dolar AS per ton di pasar Eropa.

Selain dapat menekan biaya, pemanfaatan gas metana juga bisa memperoleh nilai tambah. Bukan itu saja, bila mengacu kepada energi yang dihasilkan melalui teknologi biogas, perusahaan turut mendapatkan tambahan pendapatan Rp34 miliar per tahun dari insentif penjualan CPO bersertifikat.

Pihaknya mendata PTPN V saat ini memiliki lahan seluas 86 ribu hektar yang tersebar pada lima kabupaten di Provinsi Riau dengan rata-rata penghasilan 500 ribu ton CPO per tahun.

Selain itu, perusahaan juga telah mengikuti Life Cycle Assessment (LCA) untuk mengukur penerapan produksi ramah lingkungan dengan melihat rantai produksi sebagai upaya mengurangi dampak emisi gas rumah kaca.

“LCA itu dapat menghitung berapa emisi yang dihasilkan mulai dari penggunaan traktor saat membuka lahan, kendaraan pengangkut, serta apa saja yang telah diupayakan sebagai faktor pengurangnya," urainya.

Baca juga: PTPN V kucurkan Rp11 miliar untuk sektor pendidikan

Baca juga: Dirut PTPN V : Produktivitas sawit berbanding lurus dengan tingkat kedisiplinan