Pekanbaru, (antarariau.com) - Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) mengungkapkan sedikitnya 25 perusahaan pertambangan di Kabupaten Kampar, Riau, bermasalah dalam perizinan yang berpotensi mengakibatkan kerugian negara.
"Ini berdasarkan identifikasi BPKP, secara umum ada puluhan pemberian izin kepada perusahaan pertambangan tidak memenuhi persyaratan," kata Deputi Pengawasan Instansi Pemerintahan Bidang Perekonomian BPKP, Ardan Adiperdana, di Pekanbaru, Selasa.
Ia mengatakan pihaknya memberikan 20 rekomendasi yang perlu dilaksanakan oleh Pemkab Kampar selaku pemberi izin untuk memperbaiki masalah itu.
Kepala Perwakilan BPKP Provinsi Riau, Mulyana, menambahkan bahwa pihaknya menemukan adanya pemberian izin operasi produksi atas empat perusahaan tidak memenuhi persyaratan. Kemudian pemberian izin eksplorasi atas 21 perusahaan juga tidak memenuhi persyaratan.
"Perusahaan pertambangan ini terdiri dari mineral logam seperti timah, timah hitam, emas, mangan dan batubara," katanya.
Bahkan, ada pemberian izin yang tidak melalui proses pengajuan izin terlebih dulu.
Padahal beberapa perusahaan itu sudah bisa beroperasi, diantaranya PT Finda Makmur Abadi di Desa Danau Sontul Kecamatan Kampar Kiri Hulu, PT Nanditama Bara Utama di Desa Balung Kecamatan XIII Koto Kampar, PT Suwon Prima Pratama di Desa Sungai Sarik Kecamatan Kampar Kiri, serta perusahaan emas PT Geominex Mitra Kampar di Desa Kebun Durian Kecamatan Gunung Sahilan juga di Kecamatan Kampar Kiri Tengah dan Kecamatan Kampar Kiri.
Namun, ia mengatakan BPKP tidak bisa menghentikan operasi perusahaan itu dan hanya meminta Pemda terus mendesak perusahaan segera memenuhi persyaratan.
"Karena mereka perusahaan yang besar dan menyerap tenaga kerja yang besar juga. Kami memberikan waktu satu tahun sejak Juni tahun ini kepada perusahaan untuk melengkapi persyaratan sesuai aturan yang berlaku. Kalau belum juga dipenuhi, baru bisa kita tindak," katanya.
Selain itu, ia mengatakan masalah lain yang ditemukan BPKP adalah beberapa perusahaan pemegang izin belum menempatkan jaminan kesungguhan, reklamasi dan iuran tetap (landrent).
PT Global Inti Mulia, PT Nanditama Bara Utama, PT Blobal Bumi Mulia, dan PT Nanditama Bara Utama diketahui belum menyetorkan jaminan kesungguhan dari bank yang nilainya sekitar Rp192,985 miliar.
Kemudian, PT Finda Makmur Abadi, PT Gelar Karya Raya, PT Svarna Interloka Landore, dan PT Glominex Mitra Riau belum menyetorkan dana jaminan reklamasi sekitar Rp20,49 miliar.
Selain itu, sebanyak 24 perusahaan tambang diantaranya PT Finda Makmur Abadi, PT Svarna Interloka Landcore, dan PT Glominex Mitra Riau juga belum menyetorkan iuran tetap (landrent) sekitar Rp1,9 miliar ke kas negara.
Beberapa penyebab terjadinya pelanggaran itu terjadi, lanjutnya, akibat Peraturan Daerah tentang pengelolaan pertambangan pengganti Perda Nomor 09 tahun 2008 belum dibuat, dan pemerintah daerah belum memliki prosedur standar operasi pertambangan.
Bupati Kampar Jefry Noer mengatakan, pihaknya berkomitmen untuk mengevaluasi perizinan itu dan melakukan pembenahan. Menurut dia, sebagian besar perusahaan itu belum beroperasi karena sesuai izin yang dikeluarkan baru bisa melakukan kerja pada 2014 dan 2021.
"Perusahaan itu juga bukan saya yang mengeluarkan izin maupun rekomendasi, melainkan Bupati Kampar yang sebelumnya," katanya.
Ia mengatakan, pihaknya memberikan waktu selama 60 hari kepada perusahaan untuk menyerahkan bukti kalau sudah menyetorkan jaminan kesungguhan, dana reklamasi dan landrent.
Sementara itu, Wakil Ketua KPK Zulkarnain mengatakan lembaga tersebut kini juga fokus masuk dalam pengawasan sektor tambang dan migas untuk mencegah terjadinya pelanggaran hukum dan kerugian negara.
"Agar penerimaan negara bisa meningkat, dan resiko pelanggaran politik yang tidak baik bisa diminimalisir," ujarnya.
"Ini berdasarkan identifikasi BPKP, secara umum ada puluhan pemberian izin kepada perusahaan pertambangan tidak memenuhi persyaratan," kata Deputi Pengawasan Instansi Pemerintahan Bidang Perekonomian BPKP, Ardan Adiperdana, di Pekanbaru, Selasa.
Ia mengatakan pihaknya memberikan 20 rekomendasi yang perlu dilaksanakan oleh Pemkab Kampar selaku pemberi izin untuk memperbaiki masalah itu.
Kepala Perwakilan BPKP Provinsi Riau, Mulyana, menambahkan bahwa pihaknya menemukan adanya pemberian izin operasi produksi atas empat perusahaan tidak memenuhi persyaratan. Kemudian pemberian izin eksplorasi atas 21 perusahaan juga tidak memenuhi persyaratan.
"Perusahaan pertambangan ini terdiri dari mineral logam seperti timah, timah hitam, emas, mangan dan batubara," katanya.
Bahkan, ada pemberian izin yang tidak melalui proses pengajuan izin terlebih dulu.
Padahal beberapa perusahaan itu sudah bisa beroperasi, diantaranya PT Finda Makmur Abadi di Desa Danau Sontul Kecamatan Kampar Kiri Hulu, PT Nanditama Bara Utama di Desa Balung Kecamatan XIII Koto Kampar, PT Suwon Prima Pratama di Desa Sungai Sarik Kecamatan Kampar Kiri, serta perusahaan emas PT Geominex Mitra Kampar di Desa Kebun Durian Kecamatan Gunung Sahilan juga di Kecamatan Kampar Kiri Tengah dan Kecamatan Kampar Kiri.
Namun, ia mengatakan BPKP tidak bisa menghentikan operasi perusahaan itu dan hanya meminta Pemda terus mendesak perusahaan segera memenuhi persyaratan.
"Karena mereka perusahaan yang besar dan menyerap tenaga kerja yang besar juga. Kami memberikan waktu satu tahun sejak Juni tahun ini kepada perusahaan untuk melengkapi persyaratan sesuai aturan yang berlaku. Kalau belum juga dipenuhi, baru bisa kita tindak," katanya.
Selain itu, ia mengatakan masalah lain yang ditemukan BPKP adalah beberapa perusahaan pemegang izin belum menempatkan jaminan kesungguhan, reklamasi dan iuran tetap (landrent).
PT Global Inti Mulia, PT Nanditama Bara Utama, PT Blobal Bumi Mulia, dan PT Nanditama Bara Utama diketahui belum menyetorkan jaminan kesungguhan dari bank yang nilainya sekitar Rp192,985 miliar.
Kemudian, PT Finda Makmur Abadi, PT Gelar Karya Raya, PT Svarna Interloka Landore, dan PT Glominex Mitra Riau belum menyetorkan dana jaminan reklamasi sekitar Rp20,49 miliar.
Selain itu, sebanyak 24 perusahaan tambang diantaranya PT Finda Makmur Abadi, PT Svarna Interloka Landcore, dan PT Glominex Mitra Riau juga belum menyetorkan iuran tetap (landrent) sekitar Rp1,9 miliar ke kas negara.
Beberapa penyebab terjadinya pelanggaran itu terjadi, lanjutnya, akibat Peraturan Daerah tentang pengelolaan pertambangan pengganti Perda Nomor 09 tahun 2008 belum dibuat, dan pemerintah daerah belum memliki prosedur standar operasi pertambangan.
Bupati Kampar Jefry Noer mengatakan, pihaknya berkomitmen untuk mengevaluasi perizinan itu dan melakukan pembenahan. Menurut dia, sebagian besar perusahaan itu belum beroperasi karena sesuai izin yang dikeluarkan baru bisa melakukan kerja pada 2014 dan 2021.
"Perusahaan itu juga bukan saya yang mengeluarkan izin maupun rekomendasi, melainkan Bupati Kampar yang sebelumnya," katanya.
Ia mengatakan, pihaknya memberikan waktu selama 60 hari kepada perusahaan untuk menyerahkan bukti kalau sudah menyetorkan jaminan kesungguhan, dana reklamasi dan landrent.
Sementara itu, Wakil Ketua KPK Zulkarnain mengatakan lembaga tersebut kini juga fokus masuk dalam pengawasan sektor tambang dan migas untuk mencegah terjadinya pelanggaran hukum dan kerugian negara.
"Agar penerimaan negara bisa meningkat, dan resiko pelanggaran politik yang tidak baik bisa diminimalisir," ujarnya.