Pekanbaru (ANTARA) - Anggota Dewan Pertimbangan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia wilayah Riau   Arsyadjuliandi Rachman mendorong asosiasi  transportasi  angkutan barang setempat untuk  melakukan negosiasi ulang kontrak kerjasama  dengan industri  pemberi kerja  guna  mengatasi kelangkaan biosolar di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU).

Imbauan  ini juga sebagai salah satu upaya pencegahan terjadinya penyaluran biosolar tidak tepat sasaran yang selama ini diduga banyak dilakukan oleh truk  industri yang beroperasi di Riau. 

"Kita coba tawarkan  jalan keluar dari hulu agar solar bersubsidi ini tepat sasaran. Kalau harga kontrak angkutan dengan industri  itu sudah menggunakan komponen biaya BBM industri. Saya pikir bisa meminimalisir penggunaan solar bersubsidi," kata  Arsyadjuliandi Rachman di Pekanbaru, Jumat.

Anggota Komisi II DPR RI ini menjelaskan, sesuai dengan aturan pemerintah  truk roda enam dan lebih tidak boleh lagi mengisi biosolar. Faktanya, ribuan truk  besar yang beroperasi di Riau, sebagai mitra dari industri besar mulai  dari kehutanan, perkebunan, pertambangan serta minyak dan gas serta industri besar lainnya seperti semen, besi, pabrik, juga transportasi industri lainnya menikmati biosolar.

Hal ini disinyalir erat kaitannya dengan nilai kontrak pengangkutan  bersama industri yang ditekan sedemikian mungkin, sehingga  diyakini masih menggunakan ongkos BBM bersubsidi. Terbukti di lapangan banyak terjadi truk besar berburu solar bersubsidi di SPBU karena harganya jauh lebih murah. 

Apalagi, tambah Gubernur Riau tahun  2016-2018 ini, harga komoditas industri besar  di Riau ini sedang sangat bagus. Jadi, memungkinkan untuk negosiasi ulang harga angkutan yang tidak menyedot BBM bersubsidi. 

"Karena memang, hampir 60 persen dari biaya jasa angkutan itu untuk BBM," katanya.

Kalau asosiasi tidak bisa bernegosiasi dengan industri tadi, maka bisa minta pemerintah untuk memediasi karena memang tujuannya agar solar bersubsidi itu memang bisa dipakai oleh masyarakat umum yang lebih berhak. 

Walaupun diakuinya tidak akan menghilangkan 100 persen penggunaan solar bersubsidi oleh truk  yang tidak berhak tadi, maka harus diikuti dengan pengawasan yang ketat. 

"Untuk itu, kita harus sama-sama ikut mengawasi kalau kendaraan kendaraan industri tadi tidak boleh menikmati solar bersubsidi. Ini harus diawasi bersama," ujarnya. 

Andi Rachman juga minta Himpunan Swasta Minyak dan Gas  (Hiswanamigas) segera menyosialisasikan berbagai peraturan terkait pembatasan penjualan solar bersubsidi tersebut kepada anggotanya pengusaha SPBU. Jadi dengan aturan yang jelas itu, tidak ada lagi gesekan di lapangan. 

Harus ada koordinasi yang baik antara Hiswana, Pertamina dan Pemerintah kabupaten/kota sehingga penjualan solar bersubsidi tepat sasaran. 

Sementara itu, Tuah Laksamana Negara  Ketua Dewan Pimpinan Cabang Himpunan Swasta Minyak dan Gas  Riau  akan kembali mengingatkan kepada seluruh pengusaha SPBU terkait Surat Edaran Gubernur No 272/SE/DESDM/2021  tentang Pengendalian Pendistribusian Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu Jenis Minyak Solar Bersubsidi di Riau 

"Kita akan sosialisasikan surat edaran gubernur yang terbaru ini ke seluruh anggota Hiswana yang pengusaha SPBU," ujarnya. 

Dengan surat edaran ini, diharapkan solar bersubsidi lebih tepat sasaran lagi peruntukannya. Surat edaran ini sebagai pegangan bagi para petugas SPBU di lapangan untuk menghindari gesekan dengan konsumen yang tidak berhak. 

"PT. Pertamina Patra Niaga, dan Hiswana Migas Wilayah Riau diminta melaksanakan sosialisasi, pembinaan, pengawasan, dan penertiban bersama pihak Kepolisian setempat," katanya.
 

Pewarta : Vera Lusiana
Editor : Riski Maruto
Copyright © ANTARA 2025