Pekanbaru (ANTARA) - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Riau mencatat sebanyak 132.072 orang di daerah ini menggunakan layanan peminjaman dana daring atau fintech  (financial technology).

"Ini dikarenakan oleh beberapa hal salah satunya sulitnya akses warga ke bank, dan mudahnya layanan fintech dan bisa cair dalam hitungan menit," kata Kepala OJK Riau Yusri di Pekanbaru, Rabu.

Yusri menyatakan  dari jumlah 132.072 orang yang pinjam uang di fintech tersebut, ada sekitar Rp482 miliar dana yang dikucurkan sebagai pinjaman di Riau.

"Jumlah tersebut cukup tinggi untuk sebuah perputaran pinjaman, secara nasional  bahkan mencapai Rp60 triliun dana yang dipinjam lewat fintech, dengan jumlah nasabah 14 juta," ujar Yusri.

Masalahnya, jelas dia, sebegitu banyaknya masyarakat yang menggunakan layanan pinjaman daring itu ternyata tidak 100 persen aman karena  tidak  semua melakukan  layanan  pada perusahaan yang legal.

"Mereka banyak terjaring pada layanan daring yang ilegal tidak berizin, karena warga tertarik pada  syaratnya lebih mudah dan pencairannya hanya dalam hitungan menit," ulasnya.

Padahal jika nasabah menunggak membayar cicilan pinjaman maka bisa jadi akan diteror melalui foto pribadi di media sosial atau melalui kerabatnya. "Banyak yang sudah banyak yang melaporkan ke OJK terkait itu," katanya.

Data OJK hingga Oktober 2019  terdapat ada 1.477 fintech atau layanan simpan pinjam daring (online) ilegal. Dari total itu hanya sedikit  fintech yang legal  terdaftar yakni 144, dan dari jumlah itu cuma 13 yang punya ijin.

Untuk itu, OJK tidak pernah henti-hentinya melakukan sosialisasi  ke masyarakat, seperti yang baru dilakukan anggota satgas waspada investasi kepada  dosen, mahasiswa dan badan kerjasama organisasi wanita serta perlaku usaha mikro, kecil dan menengah.
 
Juga  ada pengawasan  berbasis "market conduct" dimana  OJK memberikan perlindungan kepada masyarakat dengan memastikan produk yang ditawarkan sudah memperhatikan kewajaran. 

Selanjutnya, Satgas Waspada Investasi mengimbau kepada masyarakat agar berhati-hati dengan penawaran investasi ilegal dengan modus penanaman pohon, perkebunan dan sejenisnya karena hal tersebut masih sering terjadi.

Sebelum melakukan investasi masyarakat diminta memahami hal-hal sebagai berikut, 
pertama, memastikan pihak yang menawarkan investasi tersebut memiliki perizinan dari otoritas yang berwenang sesuai dengan kegiatan usaha yang dijalankan.

Kedua, memastikan pihak yang menawarkan produk investasi, memiliki izin dalam menawarkan produk investasi atau tercatat sebagai mitra pemasar.

Ketiga, memastikan jika terdapat pencantuman logo instansi atau lembaga pemerintah dalam media penawarannya telah dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Baca juga: OJK sebut literasi keuangan di Riau rendah, hanya 29 persen
Baca juga: OJK luncurkan "aksi Riau menabung" bagi pelajar Pekanbaru

 

Pewarta : Vera Lusiana
Editor : Riski Maruto
Copyright © ANTARA 2025