Melihat intervensi PHR dalam mencegah stunting

id PHR, Stunting, intervensi, Riau

Melihat intervensi PHR dalam mencegah stunting

PHR WK Rokan bersama PKBI Riau memberikan bantuan PMT kepada ibu hamil dan baduta yang menderita stunting di Kecamatan Kandis, Kabupaten Siak. (ANTARA/HO-PKBI Riau)

Pekanbaru (ANTARA) - Anak merupakan aset masa depan. Maka untuk membuatnya menjadi manusia unggul perlu pola asuh yang baik dari awal pertumbuhan. Periode sejak dalam kandungan, awal kehidupan dan setelah lahir menjadi waktu yang krusial dalam menentukan masa depan anak.

Jika pada masa 0-2 tahun tumbuh kembang anak terganggu, hal yang tidak diinginkan seperti stunting bisa saja terjadi. Stunting merupakan kondisi gagal tumbuh pada anak di bawah dua tahun yang disebabkan kekurangan gizi dan infeksi kronik dalam waktu yang lama.

Kalau kejadian stunting, anak akan tumbuh di bawah garis standar pertumbuhan. Kondisi ini mempunyai bahaya jangka panjang pula bagi masa depan anak. Dampak tersebut di antaranya tingkat kecerdasannya rendah, rentan terhadap penyakit, menghambat produktivitas atau menurunkan produktivitas, meningkatkan kemiskinan serta kesenjangan.

Di dunia, kasus stunting ada 162 juta balita yang mengalami. Artinya, lebih dari 20 persen anak. Di Indonesia ada 8 juta yang mengalami gangguan pertumbuhan tersebut atau 37 persen, jadi satu dari tiga balita Indonesia menderita stunting berdasarkan data riset Kesehatan dasar tahun 2018.

Menurut hasil Study Status Gizi Indonesia (SSGI) pada 2019, prevalensi stunting Indonesia tercatat sebesar 27,7 persen. Angka itu masih di atas standar yang ditetapkan oleh World Health Organization (WHO) bahwa prevalensi stunting di suatu negara tidak boleh melebihi 20 persen. Angka prevalensi ini mengalami penurunan di tahun 2021 dari 27,7 persen tahun 2019 menjadi 24,4 persen tahun 2021.

Sementara itu angka prevalensi stunting Provinsi Riau pada tahun 2019 sebesar 23,95 persen berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Riau dan pada 2021 berhasil turun menjadi 22,1 persen. Walaupun mengalami penurunan namun angka prevalensi ini masih tinggi dan belum mencapai standar yang diharapkan.

Alhasil, pencegahan dan penurunan angka stunting menjadi tantangan besar karena tahun 2024 ditargetkan pemerintah menjadi 14 persen. Maka dari itu, tak hanya butuh peran pemerintah dalam upaya ini, melainkan juga pihak swasta dan masyarakat.

Hal inilah yang kemudian menjadi landasan Perusahaan Minyak dan Gas Bumi, Pertamina Hulu Rokan (PHR) turut berpartisipasi dalam penurunan angka stunting di Provinsi Riau. Terlebih lagi pada tahun 2030 ke depan Indonesia akan mengalami bonus demografi di mana jumlah angkatan kerja menjadi yang terbanyak dalam kalangan usia.

Banyaknya sumber daya manusia harus ditopang oleh berbagai aspek, salah satunya yakni kesehatan. Jadi, pencegahan stunting adalah masa depan generasi untuk menciptakan anak muda yang berkualitas dan bisa berkompetisi.

"Bagi kita ini investasi, selain mendukung program pemerintah," ujar Senior Analyst Social Performance PHR, Winda Damelia.

Sasar empat kabupaten

PHR Wilayah Kerja Rokan telah memulai program pencegahan stunting sejak pascaalih kelola dari PT Chevron Pasific Indonesia pada Agustus 2021. Tiga bulan terakhir 2021 telah menjalankan program di Kabupaten Siak dan Bengkalis.

Ternyata program berupa intervensi tersebut sangat berdampak mengurangi angka stunting. Selanjutnya tahun 2022 sasaran lokasi ditambah menjadi empat kabupaten dengan tambahan Kabupaten Kampar dan Rokan Hilir.

"PHR operasionalnya ada di tujuh wilayah. Kita cek pada satu wilayah apakah tinggi stuntingnya. Setelah dicek hanya empat yang tinggi," sebutnya.

Dijelaskannya bahwa ruang lingkup penanganan stunting yang dilakukan berupa pemberian makanan tambahan (PMT), penyediaan peralatan alat timbang dan ukur, melakukan pelatihan kader dan sosialisasi stunting kepada anak sekolah.

"Intervensi bisa berbeda dilakukan pada tiap kabupaten, ada yang PMT saja. Tapi untuk pelatihan kader semua kabupaten diberikan. Alat ukur juga ada kita kasih karena kadang ada yang salah dari awal dalam mengukur dan menimbang anak," tambah Winda.

PHR WK Rokan melalui PKBI Riau memberikan edukasi soal stunting ke rumah-rumah warga. (ANTARA/HO-PKBI Riau)


Dalam melaksanakan program pencegahan stunting ini, PHR bekerjasama dengan Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Wilayah Riau. Hal tersebut mulai dari menentukan sasaran bayi bawah dua tahun, pemberian PMT, dan edukasi kader posyandu pada empat kabupaten penerima manfaat.

Direktur Eksekutif PKBI Riau, Anthonny Adiputra dalam perbincangan dengan ANTARA mengatakan untuk data awal pihaknya berkoordinasi dengan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Riau dan dinas kesehatan setempat. Angka stunting diperoleh dari puskesmas hasil pengukuran dari kader posyandu terkait tinggi dan berat badan anak.

"Kapan seorang anak dinyatakan stunting ada aplikasi yang menyatakan anak pendek atau sangat pendek. Ini kemudian diolah dalam sistem apakah anak tersebut masuk stunting atau tidak," ujarnya.

Setelah itu barulah kemudian ditunjuk desa/kelurahan yang akan menjadi sasaran, berkoordinasi dengan puskesmas menunjuk posyandu mana yang akan diintervensi. Sasaran tersebut tidak hanya pemberian PMT kepada bayi bawah dua tahun (baduta) , tapi juga ibu hamil yang mengalami kekurangan energi kronik (Bumil KEK) serta edukasi terhadap masyarakat umum.

"Intervensi kita lebih kepada berikan edukasi,

peningkatan kapasitas dan informasi kader posyandu. Karena diharapkan kader yang akan maju untuk pencegahan stunting sebab mereka yang akan melakukan penimbangan ulang. Intervensi dilakukan juga ke rumah-rumah untuk meningkatkan kunjungan ibu hamil dan baduta ke posyandu," ungkapnya.

Untuk pemberian PMT dilakukan selama enam bulan kepada setiap anak dan dilihat apakah ada peningkatan tinggi badannya. PMT yang diserahkan berupa susu formula, telur, biscuit bayi, beras dan untuk ibu hamil KEK diberikan beras dan telur.

Selama 2021 PKBI telah menyalurkan PMT

kepada 48 balita stunting dan satu ibu hamil di Kampung Libo Jaya, Kecamatan Kandis, Kabupaten Siak. Sementara di Kabupaten Bengkalis ada 27 baduta stunting menerima PMT di Kelurahan Air Jamban, Kecamatan Mandau.

Pada tahun 2022 ini di Kabupaten Siak 26 Baduta dan 14 Bumil KEK telah menerima PMT. Rokan Hilir enam baduta dan satu bumil, Kampar 18 baduta stunting dan 8 bumil KEK, serta Bengkalis 53 baduta stunting dan 6 bumil KEK.

Dengan upaya tersebut, tahun ini PHR mendapatkan penghargaan dari BKKBN sebagai donatur terbesar ketiga nasional dalam program bapak asuh stunting. Dari Gubernur Riau juga peroleh penghargaan sebagai perusahaan peduli stunting, seperti halnya di Kabupaten Siak pada tahun lalu.

Di luar program bersama PKBI, PHR juga mendukung Kepala Staf Angkatan Darat TNI, Jendral Dudung Abdurachman sebagai Bapak Asuh Stunting. Dalam hal ini bekerjasama dengan Komando Resor Militer 031/Wirabima membantu PMT 50 anak stunting di wilayah Riau.