Pekanbaru (ANTARA) - Seperti mengulang tren harga cabai 2021 silam, tahun ini harga cabai keriting  kembali mengalami lonjakan luar biasa hingga menembus Rp100 ribu  per kilogram di sejumlah pasar tradisional Pekanbaru, bahkan cabai rawit merah atau dikenal cabai setan sudah menembus Ro120 ribu per kilogram. 

Gelombang permintaan yang  tinggi bertemu dengan stok yang menipis di saat yang sama membuat harga melonjak seperti berlakunya hukum demand dan supply, demikian  dikatakan Kepala Dinas Pertanian dan Perikanan Kota Pekanbaru Muhammad Firdaus di Pekanbaru, Senin.

Firdaus sejauh ini menilai kenaikan harga cabai keriting di Pekanbaru dikarenakan pola konsumsi masyarakat  setempat yang meminati cabai keriting jenis Bukittinggi lebih besar ketimbang cabai Medan, dan asal Jawa  yang rasanya kurang pedas, sementara  cabai Bukittinggi stoknya kini sedang menipis akibat produksi yang berkurang.

"Ya warga kita kalau gak pakai cabai Bukittinggi gak pedas  katanya," kata Firdaus.

Tetap tingginya minat akan cabai keriting asal Bukittinggi, sementara stok menipis membuat harga melambung dari normalnya Rp40 ribu menjadi Rp100 ribu.

Maka  guna menyelesaikan gejolak harga ini Distanak segera akan koordinasi dengan Distanak Kota Bukittinggi apa solusi terbaik.

"Kita ada hubungan  dagang  dengan sentra produksi maka akan kita bahas apa solusinya," kata dia.

Sementara itu berdasarkan data yang diperoleh oleh ANTARA  dari  Distanak Pekanbaru,  masyarakat setempat menghabiskan lima ton cabai keriting setiap hari dalam memenuhi kebutuhan bumbu masakan.

Ini terjadi karena cabai sebagai bumbu utama aneka masakan yang disajikan restoran, rumah makan, termasuk rumah tangga dan selera masyarakat Pekanbaru selalu harus pedas.

Dengan demikian penduduk Pekanbaru membutuhkan cabai keriting  kurang lebih  1.800 ton per tahun.

Sementara sejauh ini Kota Pekanbaru mampu menghasilkan 1.260 ton cabai keriting per tahun dari pertanian yang ada.






 

Pewarta : Vera Lusiana
Editor : Riski Maruto
Copyright © ANTARA 2025