Purwokerto (ANTARA) - Pakar hukum tata negara Univesitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Prof. Muhammad Fauzan mengatakan kini saatnya bersama-sama membangun negeri pascaputusan Mahkamah Konstitusi terkait dengan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Presiden dan Wakil Presiden 2019.

"Itu (putusan MK, red.) sudah menjadi konsekuensi dari hukum politis kita ya seperti itu. Artinya, putusan MK itu ya final dan mengikat," katanya di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Jumat.

Baca juga: Sidang MK usai, Jokowi ajak rakyat bersatu bangun Indonesia

Dia mengakui putusan MK itu mungkin bisa dipertimbangkan dan sebagainya termasuk didiskusikan atau diperdebatkan.

Kendati demikian, dia mengatakan terlepas dari semua itu, berdasarkan hukum tata negara yang berlaku di Indonesia, putusan MK bersifat final dan mengikat sehingga siapa pun harus menerima.

"Yang harus segera dilakukan pascaputusan MK, ya harus rekonsiliasi. Tidak ada jalan lain menurut saya, rekonsiliasi dalam pengertian begini, 01 dan 02 sudah tidak ada lagi, terus mari kita bersama-sama membangun negeri tetapi tetap tidak menutup ruang untuk mengritisi," tegasnya.

Baca juga: Rekonsiliasi pascasidang MK percepat stabilisasi gejolak sosial

Misalnya, kata dia, tidak masalah jika pihak 02 komitmen untuk tetap di luar pemerintahan, demikian sebaliknya kalau ada ajakan kemudian memilih bergabung dengan pemerintahan pun tidak masalah karena negara Indonesia memberi ruang untuk itu.

Dalam hal ini, lanjut dia, putusan MK tidak menutup ruang bagi masyarakat dan partai politik atau anggota legislatif untuk tetap mengritisi kebijakan sepanjang kebijakan tersebut tidak sesuai.

Disinggung mengenai keinginan kelompok pendukung 02 yang tergabung dalam Aksi Kawal MK untuk mengadukan sistem teknologi informatika Komisi Pemilihan Umum ke peradilan internasional, Fauzan mengatakan hal itu terlalu jauh jika dilakukan.

"Menurut saya terlalu jauh, ini urusan politik dalam negeri kok mau dibawa ke sana (peradilan internasional, red.). Apanya yang mau dibawa ke sana? Pelanggaran HAM atau apa pun, saya malah bingung itu. Kalau menurut saya, sudahlah itu persoalan dalam negeri, hukum tata negara kita memang seperti itu dan memang tidak ada ruang untuk banding, ya sudah, terima saja, tinggal berbenah," katanya.

Ia mengatakan jika tidak menerima atau berbenah, nantinya urusan Pilpres tidak selesai-selesai, sedangkan akhir dari PHPU Presiden dan Wakil Presiden adalah putusan MK tersebut.

Pewarta: Sumarwoto
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2019