Jakarta (ANTARA) -
Dua asisten rumah tangga (ART) korban penyiraman air panas oleh majikannya di Gianyar, Bali, E (21) dan S (18), mengajukan permohonan perlindungan kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

Menurut Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu, LPSK telah bertemu dengan kedua korban dan mendengar langsung tindak pidana yang dialami keduanya.

"LPSK pertama kali mengetahui informasi mengenai kasus itu dari pemberitaan media massa. LPSK lakukan upaya proaktif menawarkan perlindungan bagi kedua korban," ujar Edwin dalam keterangan tertulisnya yang diterima di Jakarta, Kamis.

Kedua korban yang merupakan kakak-beradik itu telah bekerja di rumah pelaku sejak Juni 2018. Namun, kontrak kerja baru ditandatangani pada bulan Agustus. Korban juga belum pernah menerima gaji yang dijanjikan.

Pada tubuh E dan S terdapat banyak bekas luka bakar. Bahkan, selain disiram air panas, korban S mengaku bagian punggungnya pernah dibakar dengan korek gas.

E dan S telah mengajukan permohonan perlindungan ke LPSK berupa perlindungan fisik, pemenuhan hak prosedural, bantuan medis dan psikologis. Mereka juga meminta LPSK memfasilitasi permohonan ganti rugi.

Setelah mendengar testimoni dari korban, LPSK menyarankan penyidik untuk mempertimbangkan penggunaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) terhadap pelaku utama atau majikannya, mengingat beberapa unsur dari TPPO dalam peristiwa ini dapat terpenuhi.

Seperti diberitakan sebelumnya, E dan S merupakan ART yang mengalami penganiayaan (KDRT) oleh majikannya dengan cara disiram air mendidih. Penganiayaan itu terjadi di sebuah rumah di Kabupaten Gianyar, Bali. Perbuatan tidak manusiawi itu diduga dilakukan oleh majikan korban bernama Desak Made Wiratningsi, pada Selasa (7/5) lalu.

Pewarta: Arindra Meodia, Joko Susilo
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019