Jakarta (ANTARA) - Semenjak kasus perundungan siswi SMP di Pontianak Ad (14) viral, banyak etika yang dilanggar oleh masyarakat, media massa dan aparat penegak hukum, kata Peneliti dari  The Indonesian Legal Resource Center Sitti Aminah.

Sitti Aminah di Jakarta, Kamis, mengungkapkan, konferensi pers yang digelar oleh kepolisian Pontianak, Rabu (10/4) dengan menghadirkan para pelaku untuk meminta maaf di depan publik telah melanggar etika UU Perlindungan Anak dan UU Sistem Peradilan Pidana Anak.

Seharusnya baik anak korban, anak pelaku dan anak saksi, informasi pribadinya harus terus dilindungi. Informasi tersebut seperti nama, alamat, nama orang tua, nama sekolah dan informasi-informasi terkait yang dapat mengungkap identitas anak.

"Mengadakan konferensi pers seperti itu meski tujuannya untuk menunjukkan anak-anak sudah meminta maaf, itu tidak tepat. Hal tersebut malah menjadikan anak yang sedang berhadapan dengan hukum menjadi korban perundungan masyarakat," kata Sitti.

Tak hanya itu, dia juga menyayangkan pihak kepolisian membuka hasil visum untuk publik, padahal hasil visum tersebut hanya boleh diketahui oleh penyidik dan korban. Bukan menjadi hak publik.

Dia mengkhawatirkan dengan dibukanya hasil visum maka akan terjadi pelabelan, dan masyarakat dapat ikut mengintervensi hasil penyelidikan.

Selain itu dia juga menyayangkan publik figur seperti artis dan calon legislatif yang datang menemui korban hanya memanfaatkan kasus tersebut sebagai alat  panjat sosial.

"Mereka datang ke tempat korban lalu berfoto bersama korban, kemudian foto itu diunggah, walau wajahnya diburamkan tetapi hal tersebut belum tentu membantu dalam penanganan korban," kata dia.

Dia juga mengkritik masyarakat yang masih saja menyebarkan  video perundungan si anak korban dan si anak pelaku.

Dia pun meminta semua pihak seperti penyidik, pekerja sosial untuk tidak mengekspos kasus tersebut.


Baca juga: Mendikbud tekankan jangan sampai pelaku-korban terampas masa depannya
Baca juga: Kemendikbud minta siswa bijak menggunakan media sosial


 

Pewarta: Aubrey Kandelila Fanani
Editor: Dewanti Lestari
Copyright © ANTARA 2019