Kampung Anak Negeri di Kota Surabaya diharapkan bisa mengurangi permasalahan anak
Surabaya (ANTARA News) - Raut muka Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini memerah saat melihat lima remaja yang diamankan di kantor Satpol PP di Jalan Banyu Urip, Kota Surabaya, Jatim beberapa hari lalu, karena kedapatan mabuk setelah menghisap aroma lem atau ngelem.

Orang nomor satu di Pemkot Surabaya ini meluapkan kekecewannya saat mendatangi lima anak berusia antara 15-16 tahun itu di kantor Satpol PP. Risma pun sempat melontarkan kata-kata keras kepada lima anak tersebut.

"Kamu sudah berapa lama hirup lem? Kamu nyium lem gini buat apa? Kamu tidak kasihan sama orang tuamu?" kata Risma menanyakan kepada lima anak itu.

Tidak hanya itu, Risma juga meminta kepada mereka meminta maaf kepada orang tua atau pihak keluarga yang sengaja didatangkan ke kantor Satpol PP untuk mengetahui permasalahan yang dihadapi kelima remaja itu.

Bahkan Risma juga meminta salah satu dari lima anak itu bersujud dan mencium kaki neneknya. Risma mengancam jika mereka tidak mau meminta maaf maka akan ditampung di Lembaga Pondok Sosial (Liponsos) Keputih yang selama ini menampung para psikotik atau orang gila.

Mendapati ancaman itu, mereka pun diam tertunduk dan beberapa anak terlihat ada yang menangis dan ketakutan.

Meski demikian, Risma tetap mengajak dialog lima remaja itu dengan menanyakan dari mana mereka berasal, bagaimana awal mula menghirup lem, dan apa tujuannya.

Selain itu, Risma juga mencoba menggali informasi dan latar belakang keluarga kelima anak tersebut. Tujuannya agar Risma bisa menentukan cara penanganan anak-anak yang gemar menghirup lem itu.

Wali kota perempuan pertama di Surabaya ini menuturkan kebanyakan permasalahan anak terjadi karena beberapa faktor di antaranya seperti pengaruh lingkungan, faktor pergaulan dan adanya masalah dengan pihak keluarga. Biasanya terjadi pada anak-anak putus sekolah sehingga anak-anak tersebut tidak mempunyai kesibukan dan kemudian terpengaruh dengan hal-hal negatif.

Sementara itu, salah satu Tim Petugas Kesehatan Pemkot Surabaya dokter Tanti Melani mengungkapkan lem yang dihirup lima remaja tersebut mengandung zat adiktif berupa Lysergic Acid Diethylamide (LSD) yang dapat menimbulkan halusinasi.

Ia menjelaskan sesaat setelah menghirup lem penggunanya akan merasa fly. Hal ini dikarenakan kandungan LSD atau Asam Lisergat Dietilamida yang ada dalam lem masuk melalui hidung akan mengubah pikiran, suasana hati, perasaan dan perilaku seseorang.

LSD merupakan jenis bahan kimia baru yang bersifat halusinogen. Bahan kimia atau obat ini, berbentuk seperti kertas dan biasanya lekat, dengan istilah psikadelik.

Jika penggunaan zat adiktif tersebut terus dilakukan, lanjut dia, maka dalam jangka panjang, efeknya bisa menyebabkan gangguan dalam tubuh seperti depresi pernafasan, otak dan paru. Selain itu, efeknya juga bisa addicted (kecanduan).

Diketahui anak-anak remaja yang "ngelem" itu dilaporkan warga kawasan Banyu Urip melalui Command Center 112. Mereka yang hampir semuanya masih usia SMP itu yaitu RH, FK, JH, AF dan JR, kedapatan menghirup lem fox yang sudah dibungkus plastik dan disedot menggunakan hidung dan mulut.

Begitu didatangi Satpol PP Kota Surabaya, kelima anak itu dibawa ke kantor Satpol PP dan ditangani terpadu. Mereka dihadapkan dengan psikolog serta dilakukan tes kesehatan dan kandungan narkoba.

Hasilnya salah satu dari remaja tersebut diketahui kerap mengonsumsi narkoba jenis double L. "Sudah tiga kali menghirup lem. Rasanya pusing, badan jadi terasa ringan," kata RH.

RH juga mengaku bahwa lem fox itu dibeli oleh salah seorang temannya dan dibagi ke sejumlah plastik untuk dihirup. Ia menceritakan bahwa aroma lem tersebut dihirup sampai kepala terasa pusing. RH menyebut rasa pusingnya seperti fly atau mabuk.

Fenomena remaja menghirup aroma lem sebelumnya juga terjadi di Kelurahan Kutisari, Tenggilis, Kota Surabaya, Jatim beberapa hari lalu. Petugas Polsekta Tenggils sebelumnya pada saat patroli sempat mengamankan sekitar 10 anak berumur 10-18 tahun yang mabuk akibat menghirup aroma lem.

Anak-anak tersebut saat ini dalam pendampingan Dinas Pengendalian Penduduk, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP5A) serta Dinas Pendidikan Surabaya.

Penampungan

Unit Pelaksana Teknis Daerah Kampung Anak Negeri menampung dua dari lima anak yang "ngelem" di Jalan Banyu Urip. Dari lima anak tersebut, dua diketahui berstatus telah putus sekolah dan tiga anak lainnya masih berstatus pelajar SMP.

Untuk ketiga pelajar itu, telah dikembalikan ke orang tua masing-masing serta pihak sekolah, sedangkan yang dua anak putus sekolah dibawa ke Kampung Anak Negeri.

Dua remaja yang putus sekolah itu saat ini telah menjalani pembinaan oleh para pendamping di Kampung Anak Negeri. Bahkan, mereka juga telah didampingi oleh dokter psikolog.

Wali Kota Risma mengatakan saat dilakukan assesmen terhadap dua remaja tersebut, mereka sebelumnya minta agar dititipkan di pondok. Namun, karena pondok yang dipilih ada di luar kota, ditakutkan anak-anak itu jauh dari pengawasan sehingga Risma merayu mereka agar mau tinggal di Kampung Anak Negeri.

Tinggal di Kampung Anak Negeri, lanjut dia, mereka akan dibina dengan pendekatan yang berbeda. Bahkan, mereka mendapatkan pembinaan baik secara formal maupun informal.

Selain itu, di tempat tersebut juga ada pelatihan-pelatihan bakat minat yang diberikan mulai dari seni lukis, musik, olahraga hingga wirausaha. Tak jarang, beberapa anak dari mereka telah menoreh banyak prestasi.

"Ada psikolog, terus ada pembinanya di Kampung Anak Negeri. Nanti kita lihat perkembangannya," katanya.

Berdirinya Kampung Anak Negeri di Kota Surabaya diharapkan bisa mengurangi permasalahan anak dan remaja. Di tempat ini, anak-anak jalanan kembali memiliki harapan dalam menjalani kehidupan.

Bahkan, anak-anak jalanan yang tadinya dianggap meresahkan masyarakat menjadi anak-anak terdidik yang memiliki kemampuan tertentu.

Anggota Komisi D Bidang Pendidikan dan Kesra DPRD Kota Surabaya Khusnul Khotimah menyesalkan adanya kasus "ngelem" di Kota Surabaya yang mendapatkan predikat sebagai Kota Layak Anak.

Menurut dia, semestinya hal tersebut tidak terjadi kalau semua pihak sudah melakukan antisipasi sejak dini. Untuk itu, politisi PDI Perjuangan ini mengimbau kepada Pemkot Surabaya dan masyarakat untuk bersama-sama turut memantau anak-anak terutama pada jam luar sekolah.

Meskipun, lanjut dia, ada dua dari lima anak yang tertangkap tersebut saat ini diberikan pembinaan di Kampung Anak Negeri, namun bukan berarti tugas pemerintah selesai. Hendaknya Pemkot Surabaya terus memantau serta mengawasi kegiatan anak-anak di luar jam sekolah.

Ia berharap Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (PPTP2A) bisa dimanfaatkan secara maksimal memberikan layanan kepada perempuan dan anak di Surabaya.

 Wakil Ketua Komisi D DPRD Surabaya Junaedi mengatakan setelah adanya kejadian tersebut, sebaiknya Pemkot membuat langkah atau upaya menjaga watak karakter dan moral anak serta remaja di kota ini dengan baik.

Politikus Demokrat itu mengusulkan kepada Pemkot Surabaya agar memberlakukan jam belajar anak pukul 18.00-21.00 WIB untuk meminimalisir kenakalan di kalangan remaja. Ini juga untuk menumbuhkan tangung jawab anak untuk belajar.

 "Ini bagian kita melindungi, membimbing, mengarahkan serta menjaga anak-anak yang merupakan aset bangsa dan tentunya menjaga karakter mereka dengan baik," ujarnya.

 Mengenai adanya persoalan ini, tentunya semua pihak harus introspeksi dan tidak perlu saling menyalahkan. Selain Pemkot Surabaya, faktor pendukung yang memengaruhi perilaku anak-anak adalah lingkungan masyarakat dan keluarga.

Tentunya dalam hal ini peran orang tua untuk menjaga dan mengawasi anak-anak agar tidak salah pergaulan dan terhindar dari hal-hal yang melanggar norma dan hukum yang ada.

 Baca juga: Lem yang dihirup 5 remaja Surabaya mengandung LSD
Baca juga: Wali Kota Surabaya ajak dialog remaja penghirup aroma lem

 

Pewarta: Abdul Hakim
Editor: Dewanti Lestari
Copyright © ANTARA 2018