Masih ada upaya kriminalisai, tentu ini akan menjadi perhatian nanti di Global Land Forum, bagaimana kita mengeluarkan resolusi cara-cara efektif untuk mengatasi perampasan tanah dan dampak-dampak dari korban konflik agraria
Jakarta (ANTARA News)  - Global Land Forum (GLF) 2018 akan membahas salah satu topik yakni reforma agraria untuk keadilan sosial dan kesejahteraan masyarakat, kata Panitia Nasional Global Land Forum 2018 Dewi Kartika.

"Reforma agraria untuk keadilan sosial dan kesejahteraan akan menjadi tema besar di panel tingkat tinggi yang direncanakan dihadiri oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Desa termasuk perwakilan organisasi masyarakat sipil yang akan memberikan catatan tantangan, peluang, pencapaian reforma agraria dan perhutanan sosial," kata Dewi dalam konferensi pers menjelang GLF 2018, Jakarta, Jumat.

Dewi yang juga Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) mengatakan dalam Global Land Forum 2018 juga akan disampaikan empat tahun perjalanan reforma agraria di bawah pemerintahan Presiden Joko Widodo.

"Tentu realisasinya tidak hanya dinanti-nantikan oleh masyarakat Indonesia tapi juga oleh komunitas global yang nanti akan hadir pada 24 September 2018," ujarnya.

"Sepanjang empat tahun itu semacam apa, apakah sudah melebihi dari sekadar kata-kata atau 'political will', apakah sudah ada praktiknya di lapangan itu akan kita tangkap pembelajarannya di Global Land Forum ini," tuturnya.

Dewi mengatakan pelaksanaan reforma agraria hingga saat ini belum sepenuhnya menyentuh isu-isu konflik agraria.

"Kami punya catatan sebenarnya sudah disampaikan langsung ke Presiden kemarin (20/9) di Istana Negara bahwa reforma agraria yang saat ini sedang dijalankan sama sekali belum menyentuh isu-isu konflik agraria di seluruh sektor apakah itu di sektor perkebunan, kehutanan, tambang, pesisir kelautan dan pembangunan infrastruktur termasuk isu-isu perkotaan terkait penggusuran, perampasan tanah, keluarnya izin-izin yang tumpang tindih klaim dengan masyarakat," ujar Dewi.

Baca juga: Global Land Forum upayakan selesaikan masalah pertanahan global

Di sisi lain, Dewi mengatakan pihaknya juga menyoroti bahwa di tingkat nasional sejalan dengan kebijakan reforma agraria, proses penanganan konflik agraria itu masih menggunakan cara-cara yang represif.

"Masih ada upaya kriminalisai, nah ini perlu menjadi perhatian bersama dan tentu ini akan menjadi perhatian nanti di Global Land Forum, bagaimana kita mengeluarkan resolusi cara-cara yang efektif untuk mengatasi perampasan tanah dan dampak-dampak dari korban konflik agraria," tuturnya.

Dewi mengatakan konflik agraria tidak hanya terjadi di konteks nasional tapi juga sudah melekat di tingkat global.

Potensi TORA
Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Bambang Supriyanto mengatakan pemerintah telah mengalokasi kawasan hutan untuk lokasi tanah objek reforma agraria (TORA) dan perhutanan sosial.

Bambang menuturkan alokasi potensi lahan TORA seluas 4.949.737 hektar. Sementara realisasinya hingga Mei 2018 mencapai 977.824,31 hektar.

Kemudian, berdasarkan Peta Indikatif Areal Perhutanan Sosial (PIAPS) seluas 12,7 juta hektare ditargetkan selesai pada 2019. Sementara realisasi pemberian akses kelola kawasan hutan per tanggal 13 September 2018 mencapai 1.917.890,07 hektar.

Namun dia mengatakan pemerintah terus bekerja mencapai target itu dan perlu dilakukan verifikasi atas lahan-lahan tersebut.

Dalam Global Land Forum 2018, dia mengatakan pemerintah akan menyampaikan di antaranya kebijakan yang ditetapkan terkait reforma agraria dan tantangan yang dihadapi.

Global Land Forum (GLF) 2018 mengusung tema Bersatu untuk Hak Atas Tanah, Perdamaian dan Keadilan ("United for Land Rights, Peace dan Justice").

GLF merupakan forum pertanahan global terbesar di dunia yang diselenggarakan International Land Coalition (ILC), bekerjasama dengan Panitia Nasional GLF dan Kantor Staf Presiden (KSP). 

Baca juga: Ratusan delegasi asing hadiri Global Land Forum

Pewarta: Martha Herlinawati S
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2018