Yogyakarta (ANTARA News) - Belasan batik Keraton Yogyakarta dan Puro Pakualaman akan dipamerkan di Taman Pintar Yogyakarta pada 26 Februari-4 Maret 2018 sebagai bagian dari peringatan ke-271 Hadeging Nagari Ngayogyakarta Hadiningrat.

"Tujuan dari kegiatan ini mengenalkan batik koleksi Keraton Yogyakarta dan Puro Pakualaman ke masyarakat. Apalagi, setiap batik memiliki filosofi tersendiri," kata Kepala Bidang Taman Pintar Dinas Pariwisata Kota Yogyakarta Afia Rosdiana di Yogyakarta, Kamis.

Pada pameran dengan tema "Cerita di Balik Goresan Canting" tersebut akan ditampilkan 14 koleksi batik Keraton Yogyakarta dan 12 koleksi batik Puro Pakualaman disertai dengan cerita maupun filosofi dari tiap koleksi batik yang ditampilkan.

Selain dapat mengetahui dan melihat secara langsung koleksi batik terbaik dari Keraton Yogyakarta dan Puro Pakualaman, pengunjung juga dapat praktik membuat batik di area pameran dengan dipandu pembatik dari Keraton dan Puro Pakualaman pada 3-4 Maret 2018.

"Meskipun Taman Pintar adalah `sains center`, namun kami juga ingin terlibat dalam melestarikan budaya dan tradisi masyarakat. Apalagi batik adalah warisan budaya dari Yogyakarta yang harus dilestarikan," katanya.

Di area Taman Pintar, lanjut Afia, sudah ada zona batik yang dapat dimanfaatkan pengunjung untuk mengetahui seluk beluk batik, bahkan pengunjung juga bisa mencoba membatik dari mulai menggunakan canting hingga pewarnaan.

Sementara itu, putri bungsu Raja Keraton Yogyakarta GKR Bendara mengatakan, mendukung niat Taman Pintar untuk memamerkan batik koleksi Keraton Yogyakarta dan Puro Pakualaman.

"Ada beberapa batik koleksi Sri Sultan HB X yang akan dipamerkan termasuk batik yang saya gunakan saat pernikahan, yaitu batik motif dodot sepanjang 10 meter. Mungkin ini yang akan menjadi `highlight koleksi," katanya.

Sejumlah koleksi Keraton Yogyakarta yang akan ditampilkan di antaranya batik motif parang dan kawung serta truntum.

"Banyak masyarakat yang tahu batik, tetapi tidak banyak yang mengetahui filosofinya. Melalui pameran ini, kami berharap masyarakat mengetahui filosofi setiap motif batik sehingga motif batik tidak disalahgunakan," katanya.

Salah satu contoh penggunaan motif batik yang kurang tepat, lanjut dia, adalah digunakan sebagai bagian dari desain interior untuk lantai yang setiap hari diinjak-injak atau digunakan sebagai alas kaki.

"Saya rasa, penggunaan motif batik yang seperti ini kurang tepat karena setiap motif memiliki filosofi yang dalam. Harapannya, motif batik dapat digunakan dengan lebih berhati-hati dalam kehidupan sehari-hari," katanya.

Ia menyebut, apabila akan digunakan sebagai bagian dari desain interior untuk menegaskan unsur tradisional dan budaya pada bangunan, maka dapat digunakan di dinding.

Sementara itu, Permaisuri Puro Pakualaman GKBRAy Adipati Paku Alam mengatakan, akan lebih banyak menampilkan koleksi batik hasil karyanya serta batik yang kerap digunakan dalam tarian.

"Motifnya diambil dari naskah-naskah kuno Pakualaman seperti Astabrata yang mengajarkan tentang kepemimpinan," katanya.

Senada dengan putri Keraton Yogyakarta, GKBRAy Adipati Paku Alam juga menyebut banyak masyarakat yang belum memahami batik dengan baik, khususnya batik khas Yogyakarta.

"Di Pasar Beringharjo saja, batik khas Yogyaakarta mungkin hanya 30 persen dari seluruh batik yang dijual. Sisanya adalah batik dari berbagai daerah seperti Solo, Pekalongan atau Madura," katanya.

Ia menyebut, motif utama batik Yogyakarta adalah parang, semen, ceplok dan motif yang hampir punah adalah nitik.

Pewarta: Eka Arifa Rusqiyati
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2018