London (ANTARA News) - Di benua Eropa, Inggris sering disebut negara paling Islami, karena kehidupan sehari-hari masyarakatnya sangat menceminkan perilaku yang diajarkan Islam. Namun ternyata Inggris masih ingin belajar lebih jauh mengenai Islam dari negara Indonesia. Tidak tanggung-tanggung tujuh ulama Indonesia didatangkan ke Kerajaan Ratu Elizabeth atas permintaan PM Inggris, Tony Blair, yang membuat kesepakatan dengan Presiden Susilo Bambang Yudoyono, saat berkunjung ke Indonesia Maret 2006 lalu. Ketujuh tokoh ulama yang tergabung dalam "Indonesia-UK on Islamic Advisory Group ( IAG)" itu diketuai Prof Azyumardi Azra, dengan anggota KH Ahmad Hasyim Muzadi, Prof Dr Din Syamsuddin, Prof Marwah Daud Ibrahim PhD, Prof Dr Nasaruddin Umar, Abdul Mu`ti, dan Yenny Zannuba Wahid. Ketujuh tokoh dari Indonesia berdialog dengan tujuh tokoh yang ditunjuk oleh pemerintah Inggris, mereka adalah Asim Siddiqui, Mishal Husain, Shyakh Muhammad Bilal Abdallah, Dr Musharraf Hussain, Yusuf Islam, dan Moulana Shahid Raza. Pertemuan pertama anggota forum Indonesia-UK IAG itu berlangsung selama tiga hari dari 29-31 Januari berupaya merumuskan rekomendasi kepada kedua pemerintah untuk mencapai tiga tujuan. Ketiga tujuan itu, menurut Azyumardi Azra, adalah mencegah ekstremisme keagamaan, mempromosikan Islam sebagai agama damai, serta untuk mempromosikan saling pengertian antara Islam dan Barat. Dalam pertemuan terakhir forum IAG menyerahkan "Preliminary recommendations" kepada Menteri Luar Negeri kedua negara untuk dapat ditindaklanjuti secara kongkret. Pokok-pokok dari rekomendasi antara lain perlunya dilakukan pertukaran imam dan ilmuwan keagamaan antara kedua negara, penterjemahan bahan literatur Indonesia ke bahasa Inggris yang berhubungan dengan masalah keagamaan dan demokrasi. Selain itu, perlunya program "twinning" atau kerjasama antar sekolah-sekolah agama, pertukaran pemuda, dan mempromosikan kegiatan antar agama di tingkat akar rumput. Menurut Prof Azra yang memperoleh PhD dari Columbia University, anggota IAG akan mengadakan pertemuan setiap enam bulan sekali dengan bergantian tempat. Dalam rekomendasi final akan diserahkan kepada kedua pemerintah pada saat delegasi IAG Inggris mengadakan kunjungan ke Indonesia. Mantan Rektor UIN Syarif Hidayatullah itu mengatakan bahwa Presiden Yudhoyono menginginkan Indonesia aktif dalam perdamaian, khususnya di Timur Tengah dan di tempat lain. Penerima Bintang Mahaputra itu menilai perlunya dialog antara Timur dan Barat, antara Islam dan Barat, tidak hanya dalam konteks Islam Indonesia dan Inggris, tapi juga di Timur Tengah. Hal yang sama juga menjadi keinginan Menlu Hasan Wirayudha agar Indonesia lebih berperan dalam hubungan perdamaian dunia, khususnya umat Islam dan Barat, ujar Prof Azra yang pernah belajar di Oxford University. Islam Wasathan Islamic Advisory Group bertujuan menumbuhkan Islam yang baik, yaitu Islam yang "wasathaniyah", yang tidak terjerumus pada Islam kiri (liberal) atau Islam literal. Para tokoh Islam Inggris ini sangat antusias dengan terbentuknya Forum IAG, dan mereka ingin mempelajari Islam di Indonesia dengan segala perkembangannya. Sebelumnya telah diadakan pertemuan jarak jauh melalaui "video conference", yang melontarkan banyak permohonan dari Inggris ke Indonesia, khususnya terkait dengan tema-tema yang substantif seperti konsep Islam "wasathan" dan konsep penanggulangan terorisme yang mudah diterapkan. Program yang tengah dibuat adalah untuk program pasca sarjana di UIN Jakarta yang antara lain bertema, Fiqh, Kalam dan Teologi yang melibatkan multidisiplin, tidak hanya normatif. Model pengembangan ikatan pemuda dan remaja mesjid yang di Indonesia cukup berkembang, juga menjadi perhatian IAG. Majelis taklim wanita seperti yang dikembangkan Tuti Alawiyah (BKMT, Badan Koordinasi Majelis Taklim Perempuan) tidak hanya mengajarkan aspek Islam, seperti doa tapi keterampilan perempuan, seni beladiri buat wanita yang berdasarkan pada kerangka Islam dan kegiatan di dalam mesjid lainnya turut menjadi pertimbangan. Kunci Dialog Islam dan Barat Sementara itu, Ketua ICMI London, Muslimin Anwar mengatakan bahwa isu menarik dari pertemuan Forum IAG itu adalah apakah hasil diskusi dengan ketujuh tokoh Islam dari Indonesia dan UK itu akan membawa hasil sesuai dengan harapan. Muslimin yang tengah menyelesaikan Phd di Brunel University London, mengingatkan anggota IAG yang ditunjuk pemerintah Tony Blair tidak memiliki basis massa yang besar dan kuat, tak seperti halnya wakil dari Indonesia, yakni KH Hasyim Muzadi dari PBNU dan Prof Din Syamsuddin yang menjadi Ketua Umum PP Muhammadiyah, yang keduanya dapat dianggap mewakili mayoritas Muslim Indonesia. Inggris selama ini melihat Islam itu seperti yang ada di Timur Tengah, maka tak heran bila mereka ingin pula belajar dari Indonesia yang berpenduduk Islam terbesar, negara demokrasi terbesar ketiga di dunia, yang dianggap lebih santun dalam menerapkan ajaran Islam. Bagi negara maju, Indonesia merupakan kunci utama dalam dialog yang baik antara Islam dan Barat. Menurut Muslimin Anwar, hal yang menarik dari hasil diskusi dengan ketua delegasi Indonesia Prof Azra adalah pentingnya bagi negara maju semacam Inggris untuk membantu Indonesia menerapkan demokrasi secara baik, keluar dari krisis ekonomi dan politik dengan segera, sehingga dapat menjadi contoh bagi negara Islam lainnya, bahwa demokrasi dan Islam dapat sejalan. Apalagi menurut Muslimin Anwar, semenjak reformasi 1998, para elit politik asyik mengejar kekuasaaan dan mempertahankannya, sehingga cenderung lupa dari esensi tugas mereka untuk menyejahterakan rakyat. Apabila ini dibiarkan maka dikhawatirkan kemiskinan, keterbelakangan pendidikan, kekurangan pelayanan medis dan pengangguran malah justru berdampak buruk bagi penanggulangan terorisme dan kontra produktif bagi perkembangan demokrasi itu sendiri. Membaca hasil rekomendasi IAG, hal penting yang perlu digarisbawahi yaitu pentingnya memberikan contoh pelaksanaan ritual ibadah sebagaimana yang selama ini telah dilakukan di Indonesia. Dalam pertemuan dengan Din Syamsuddin dan Marwah Daud, Muslimin Anwar mengusulkan agar diadakan sholat Jumat pertama berbahasa Indonesia dan berbahasa Inggris di tengah kota London. Mengingat selama ini di kebanyakan mesjid, ceramah dilakukan dalam bahasa Urdu, Bangladesh atau Arab. Sedikit sekali mesjid yang menyelenggarakan ceramah Jumat dengan menggunakan bahasa Inggris, ujarnya. Ketika ditanyakan mengapa KBRI tidak mengadakan shalat Jumat, disampaikan oleh Atdiknas Riza Sihbudi, bahwa sepertinya masalah keamanan menjadi kendala karena akan melibatkan orang luar untuk masuk ke KBRI. Disepakati pada 23 Februari nanti akan dilaksanakan shalat Jumat pertama berbahasa Indonesia dan berbahasa Inggris, dengan koordinator pelaksana Indonesian Islamic Centre (IIC) dan diharapkan Prof Din Syamsuddin akan menjadi penceramah dan imam pertamanya. Sementara itu, pendiri Indonesia Children Relief (ICR) Nizma Agustjik mengatakan bahwa baginya Inggris merupakan negara paling toleran dibandingkan negara Eropa lainnya. "Kita bisa menjalankan ibadah dengan baik dan muslimah di sini bisa lebih diterima untuk berjilbab." Forum IAG ini diharapkan dapat memainkan peran penting dalam dialog Islam dan Barat, mengingat Inggris adalah negara yang telah berinteraksi sejak lama dengan Islam dan memiliki penduduk muslim cukup besar untuk ukuran negara maju. Sementara itu, Indonesia dikenal dengan penduduk Islam yang terbesar di dunia, sehingga IAG memiliki makna strategis. Di tengah hubungan yang kurang harmonis antara Islam dan Barat, Forum IAG, diharapkan menjadi salah satu "pintu" kerjasama yang saling pengertian antara Islam dan Barat. (*)

Oleh Oleh Zeynita Gibbons
Copyright © ANTARA 2007