Jakarta (ANTARA) - Ketua MPR, Bambang Soesatyo, menyebut bahwa sektor hukum harus dapat merespons revolusi digital dengan tepat, termasuk dalam pemanfaatan teknologi dalam dunia pendidikan.

"Pemanfaatan teknologi dalam dunia pendidikan sebuah keniscayaan, karenanya sektor hukum harus merespon revolusi digital ini dengan prinsip adaptasi dan legislasi responsif, tetapi tetap berkualitas," kata dia, dalam dalam acara virtual bertajuk "Studium General dan Webinar Cerdas Bertelekomunikasi dalam rangka Dies Natalis ke-64 UNPAD dan Fakultas Hukum UNPAD" sebagaimana termuat dalam keterangannya di Jakarta, Senin.

Ia mengatakan, di dalam Departemen Hukum Teknologi Informasi Komunikasi dan Kekayaan Intelektual Universitas Padjadjaran (UNPAD), terdapat Pusat Studi Hukum Siber dan Transformasi Digital yang menjadi pionir pengembangan ilmu hukum siber sebagai salah satu ilmu futuristik dalam bidang hukum.

Baca juga: Pemerintah pakai kecerdasan buatan awasi tambang mineral dan batu bara

Menurutnya, hukum harus dapat menjadi pionir yang mampu menganalisis dan mengatur berbagai hal terkait pesatnya perkembangan teknologi, selaras konsepsi dan fungsi hukum sebagai alat rekayasa sosial dan ekonomi.

"Untuk menghasilkan sumber daya manusia yang tidak saja berkualitas, melainkan juga berdaya saing, serta mampu beradaptasi dan mempunyai literasi teknologi," kata dia.

Ia menyatakan, kemajuan teknologi dan telekomunikasi tumbuh seiring sejalan dengan tingkat penetrasi internet yang semakin meningkat.

Baca juga: UGM perbarui kecerdasan buatan GeNose pertajam kemampuan deteksi

"Menurut Internet World-Stats, per akhir Maret 2021, tingkat penetrasi internet di Indonesia mencapai 76,8 persen, dengan jumlah pengguna internet mencapai 212,35 juta user. Sebagai pembanding, We Are Social dan Hootsuite mencatat tingkat penetrasi internet melalui smartphone di Indonesia sudah mencapai 96 persen," kata dia.

Lebih lanjut, dia menjelaskan bahwa seiring pesatnya laju digitalisasi, pelayanan jasa hukum kemungkinan akan semakin mengandalkan mesin-mesin berteknologi kecerdasan buatan dan menghasilkan layanan jasa hukum secara lebih taktis, cepat, dan akurat dengan biaya lebih murah dibandingkan membayar jasa advokat.

Baca juga: Ragam pengembangan kecerdasan buatan "Google Search" untuk 2021

Ia mencontohkan JP Morgan Chase and Co yang telah menggunakan produk kecerdasan buatan COIN (Contract Intelligence), suatu mesin pintar dengan kemampuan menganalisa perjanjian kredit secara singkat dan tingkat akurasi optimal, jauh lebih cepat dari rata-rata waktu bagi seorang advokat untuk mengerjakan hal serupa.

Ia menyebut, perkembangan teknologi, secanggih apapun itu, tidak akan pernah mampu mengimbangi literasi kemanusiaan berupa naluri, intuisi, moralitas, budi pekerti dan kebijaksanaan.

Baca juga: Kelompok hak sipil Uni Eropa inginkan larangan pengawasan biometrik

"Namun kesadaran ini hendaknya tidak membuat merasa berada di zona aman, sehingga menjadi malas untuk meningkatkan kompetensi diri. Semua pihak tidak akan diperbudak oleh kemajuan teknologi, hanya jika mau belajar untuk menguasai dan memanfaatkan kemajuan teknologi tersebut," kata dia. 

Pewarta: Muhammad Jasuma Fadholi
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2021