Data perpajakan itu paling bagus untuk transfer uangnya, itu cara paling gambang kembalikan lagi. Sayang kita tidak punya data itu.
Jakarta (ANTARA) - Komite Penanganan COVID-19 akan menggunakan banyak sumber guna mengatasi kelemahan sistem data yang diperlukan untuk penyaluran bantuan sosial langsung kepada masyarakat yang membutuhkan.

"Harus kita akui kelemahan sistem data kita. Kalau bentuknya bantuan langsung itu datanya tidak lengkap. Kalau saja mereka bayar pajak semua, itu paling mudah dibantu," kata ekonom senior yang juga Sekretaris I Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional Raden Pardede berbicara dalam webinar bertema Ekonomi Indonesia diambang Resesi, Apa Solusinya? digelar Gerakan Pakai Masker di Jakarta, Senin.

Menurut dia, masyarakat yang tidak membayar pajak dan tidak memiliki alamat jelas biasanya justru yang perlu dibantu. "Persoalan kita ada di sana. Untuk data masyarakat, usaha kecil menengah, usaha mikro, selalu was-was dengan ini," katanya.

Baca juga: Presiden mengingatkan semangat atasi COVID-19 tidak boleh kendur

Namun demikian, menurut dia, Komite Penanganan COVID-19 akan mencoba membuat beberapa terobosan dengan berbicara kepada Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Harapannya mereka dapat menolong dengan nasihat-nasihatnya.

“Sekarang penyaluran bantuan itu dengan data yang sudah ada dan bagaimana perbaiki data yang sudah ada. Contohnya, penabung dengan jumlah sedikit lewat Simpedes BRI, itu salah satu fokus kami yang akan dibantu,” ujar dia.

Presiden Joko Widodo, menurut dia, meminta mereka-mereka yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) dan mereka yang berpendapatan sangat kecil dapat dibantu.

Baca juga: Komite COVID-19 pastikan penyaluran bantuan modal kerja tepat sasaran

“Sangat mungkin terjadi overlap (tumpang tindih data). Ada yang dua kali dapat, enggak apa-apa dapat dua. Jangan sampai yang seharusnya dapat, tidak dapat apa-apa,” ujar dia.

Ia mengatakan negara maju mudah sekali menyalurkan bantuan sosial karena data mereka sudah tertata sangat baik. Sementara di Indonesia begitu banyak yang tidak membayar pajak, padahal data perpajakan itu paling bagus untuk mentransfer lagi uang ke masyarakat.

“Data perpajakan itu paling bagus untuk transfer uangnya, itu cara paling gambang kembalikan lagi. Sayang kita tidak punya data itu. Maka data gabungan dilakukan,” ujar dia.

Bahkan ada juga rencana subsidi gaji untuk yang terkena PHK dan yang gajinya kecil dan diturunkan, mungkin hanya tersisa seperempatnya saja. "Kita sisir datanya untuk itu, karena ada perusahaan yang masih pekerjakan tapi gajinya kecil sekali mungkin hanya seperempatnya," tambahnya.

Baca juga: Komite penanganan COVID-19 paparkan langkah prioritas cegah resesi

Rencananya Komite Penanganan COVID-19 akan mencoba mengambil data dari Kementerian Ketenagakerjaan, BPJS Ketenagakerjaan, perusahaan telekomunikasi hingga bank seperti BRI dalam waktu dekat. “Mudah-mudahan mereka bisa membatu dan data bisa dikumpulkan,” katanya.

Sementara itu, ekonom senior Aviliani yang menyoroti persoalan data kemiskinan dalam kaitannya dengan masalah penyaluran bantuan sosial menyarankan pelibatan Pemerintah Daerah yang memang lebih tahu kondisi dari level kecamatan hingga desa. Mereka perlu diberi kewenangan.

"Kalau perlu tidak usah dikasih sembako, biar masyarakat belanja sendiri di daerahnya sehingga membantu ekonomi di daerahnya. Pelibatan daerah sangat kurang," ujar dia yang menyayangkan Indonesia belum menerapkan identitas tunggal.

Baca juga: Legislator: Perbedaan data kemiskinan timbulkan gejolak di masyarakat

Baca juga: Kemensos masih tunggu data penerima bansos usulan lintas kementerian


Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Satyagraha
Copyright © ANTARA 2020