Surabaya (ANTARA) - Komisi A Bidang Hukum dan Pemerintahan DPRD Kota Surabaya mempertanyakan penggunaan anggaran penanganan COVID-19 yang telah dianggarkan melalui APBD Surabaya sebesar Rp196 miliar.

Anggota Komisi A DPRD Surabaya M Machmud, di Surabaya, Rabu, mengatakan dalam teleconference Pemkot Surabaya dengan DPRD Surabaya pada Maret 2020, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini menyatakan telah menganggarkan Rp196 miliar untuk penanganan COVID-19 di Surabaya.

"Tapi sampai sekarang belum terlihat penggunaan anggaran itu," kata Machmud.

Baca juga: DPRD Surabaya usul bentuk gugus tugas COVID-19 tingkat kelurahan

Menurut dia, selama ini banyak bantuan penanganan COVID-19 dari sejumlah pihak baik dari instansi pemerintahan maupun swasta serta perorangan mengalir ke Pemkot Surabaya. Dengan demikian, lanjut dia, anggaran yang telah disediakan tidak terpakai banyak.

Selama ini, kata dia, DPRD Surabaya hanya diberi lembaran kertas sebagai formalitas laporan penerimaan bantuan penanganan COVID-19 dari berbagai pihak termasuk para pengusaha dan didisitribusikan ke mana saja bantuan itu.

"Sampai sekarang belum ada laporan penggunaan APBD, yang dipakai sudah berapa dan untuk apa saja. Saya malah dapat laporan katanya banyak sembako yang menumpuk di kantor kecamatan," katanya.

Baca juga: Pemkot Surabaya jelaskan alasan tidak bentuk gugus tugas kelurahan

Mantan Ketua DPRD Surabaya ini menilai Pemkot Surabaya selama ini terkesan hanya menunggu bantuan-bantuan saja untuk membantu warga Surabaya di tengah pandemi COVID-19. "Sebenarnya siapa yang menyelesaikan masalah ini, pemkot apa pengusaha," ujarnya.

Bahkan, menurut politikus Parta Demokrat ini, ada saran dari beberapa pihak agar Pemkot Surabaya membeli mobil laboratorium PCR baru-baru ini dinilai terlambat karena pandemi COVID-19 sudah berjalan tiga bulan ini.

Untuk itu, Machmud meminta Pemkot Surabaya agar lebih fokus dalam penanganan COVID-19 menyusul angka kasus warga yang positif COVID-19 di Surabaya sampai ini masih bertambah.

"Kami berharap agar pemkot fokus penyembuhan pasien COVID-19 dan menekan angka kematian akibat COVID-19," katanya.

Baca juga: DPRD berharap hasil swab di Surabaya disampaikan dengan cepat

Selain itu, ia juga meminta Pemkot Surabaya bersikap bijak jika ada kritik dari Pemerintah Provinsi Jatim terkait penanganan COVID-19 di Surabaya sebagai masukan. "Jadi buat introspeksi diri untuk melengkapi dan menyempurnakan tindakan selama ini yang mungkin dianggap kurang tepat guna atau tepat sasaran," katanya.

"Untuk itu harus ada evaluasi kegiatan apa saja yang sudah dilakukan selama ini. Tentunya harus lebih baik dan bisa menurunkan angka korban. Jika memang menurun berarti tepat, tapi jika korban naik berarti kurang tepat," katanya.

Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini sebelumnya mengatakan Pemkot Surabaya telah melakukan berbagai upaya memutus mata rantai penyebaran COVID-19 di Surabaya, salah satunya dengan menekankan tracing (pelacakan) dan pemetaan suatu wilayah secara masif.

Baca juga: Risma jelaskan alasan tingginya kasus COVID-19 di Surabaya

"Ketika pertama kali menerima data seseorang dinyatakan positif COVID-19, maka yang dilakukan saat itu adalah melakukan tracing. Jadi kami punya beberapa klaster yang ada di Surabaya. Kita tracing, siapa dia, ketemu di mana, kemudian siapa saja di situ," kata Risma.

Pewarta: Abdul Hakim
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2020