Isu perubahan iklim di dalam negeri lesu ya, beritanya kalah dengan isu Garuda Indonesia
Jakarta (ANTARA) - Upaya pembangunan rendah karbon membutuhkan langkah radikal dan ambisius yang berakar kuat pada penyelamatan lingkungan, kata peneliti Pusat Penelitian Ekonomi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Maxensius Tri Sambodo.

"Dibutuhkan langkah radikal, lebih ambisius, yang berakar kuat untuk melakukan pembangunan rendah karbon demi mencapai target Nationally Determined Contributions (NDC) dan mampu menekan peningkatan suhu," kata dia ketika membahas pelaksanaan Conference of Parties (COP) 25 di Jakarta, Selasa.

Kata kunci penting dalam narasi yang muncul di COP25, menurut dia, kepemimpinan.

Ia mencontohkan tentang New South Wales di Australia yang dahulu jumlah Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dengan batu bara melebihi Indonesia telah berkomitmen menguranginya sehingga saat ini telah jauh berkurang.

Baca juga: Agama dapat dioptimalkan untuk cegah perubahan iklim

Ia juga mengatakan bahwa gaung KTT Perubahan Iklim PBB yang sedang berlangsung di Madrid, Spanyol, tidak terdengar di Indonesia.

Oleh karena itu, ia mempertanyakan tentang keberadaan "Greta Thunberg" di Indonesia.

“Isu perubahan iklim di dalam negeri lesu ya, beritanya kalah dengan isu Garuda Indonesia, padahal COP25 sedang berlangsung di Madrid,” kata Maxensius.

Ia mengaku heran kenapa isu perubahan iklim yang menentukan masa depan kehidupan di Bumi bisa kalah dengan pemberitaan terkait dengan kasus Garuda Indonesia.

Padahal, kata dia, diskusi di COP25 sejak 2 hingga 13 Desember 2019 di Madrid sedang panas, di mana mereka membahas bahwa target menekan peningkatan suhu Bumi agar tidak melewati 1,5 derajat Celsius tidak akan tercapai berdasarkan hasil perhitungan sejumlah lembaga riset global.

                                                                           Aktivis muda
Greta Tintin Eleonora Ernman Thunberg atau yang lebih dikenal dengan nama Greta Thunberg, aktivis muda tentang iklim, berusia 16 tahun, asal Swedi yang memimpin aksi bolos sekolah pada Jumat untuk menarik perhatian pemimpin dunia agar lebih ambisius berkomitmen mengurangi emisi gas rumah kaca.

Aksinya berhasil menarik simpati anak-anak muda di berbagai negara untuk turun ke jalan, memprotes sikap pemimpin dunia yang tidak ambisius berupaya mengurangi gas rumah kaca dan tidak percaya pada hasil penelitan peneliti.

Aktivis lingkungan itu, di sela-sela pelaksanaan COP25 meminta media massa untuk menaruh perhatian lebih besar kepada aktivis perubahan iklim lainnya.

Baca juga: Aksi perubahan iklim tak hambat agenda pembangunan berkelanjutan
Baca juga: Muhaimin buka Paviliun Indonesia pada COP 25 di Madrid


Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2019