Jakarta (ANTARA) - Sekretaris Jenderal Dewan Ketahanan Nasional (Wantannas) Djamaluddin mengatakan sistem pertahanan rakyat semesta sedang dibahas bersama akademisi Universitas Indonesia dan Universitas Gadjah Mada.

Ia mengungkapkan makna pertahanan rakyat semesta juga akan mengalami pergeseran-pergeseran sehingga tidak seperti apa yang selama ini dipahami.

“Misalnya semestanya itu, seorang dokter itu bagaimana berjuangnya? Ya sesuai profesinya. Seorang guru bagaimana, profesinya? Itu kami juga berdiskusi dengan beberapa akademisi dari UI dan UGM,” ujar Sesjen Wantannas saat rapat dengar pendapat dengan Komisi I DPR RI di Jakarta, Senin.

Ia mengatakan sistem pertahanan semesta juga terdapat di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dan Undang-Undang Pertahanan Negara, maka mau tidak mau negara harus melakukan itu.

Di dalam BAB XII UUD 1945, poin dua dinyatakan, 'Usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) sebagai kekuatan utama, dan rakyat sebagai kekuatan pendukung'.

Implementasi dari sistem pertahanan rakyat semesta itu tidak seperti dulu. Misalnya perang berlarut dan semua rakyat ikut. Tapi, kata Djamaluddin, konsepnya akan sama seperti bela negara.

“Konsepnya sama seperti bela negara. Tapi pembicaraan soal itu masih dibicarakan di internal Kementerian Pertahanan,” ujar dia.

Sedangkan Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Lemhannas RI) Agus Widjojo dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi I DPR RI juga menyinggung perihal sistem keamanan dan pertahanan negara yang tertuang dalam UUD 1945.

“Karena saya berlatar belakang militer, amendemen tentang judul 'Pertahanan dan Keamanan Negara'. Itu yang menjadi rancu karena aslinya, judulnya itu adalah 'Pertahanan Negara'. Ini bertolak belakang dengan reformasi yang ada di lapangan," kata Agus di Senayan, Jakarta, Senin.

Menurut Agus, setelah amendemen UUD 1945 dari 'Pertahanan Negara' menjadi 'Pertahanan dan Keamanan Negara' menyebabkan polisi masuk ke dalam pasal pertahanan dan keamanan negara tersebut. Meski sekarang kepolisian sudah terpisah dari TNI.

Agus mengatakan, seharusnya tanggung jawab keamanan melekat pada fungsi pemda.

Menurut dia, hanya pertahanan negara saja yang tetap menjadi fungsi Pemerintah Pusat.

“Dan yang bertanggung jawab terhadap keamanan di daerah justru kepala daerah, dengan alatnya adalah kepolisian,” ujar Agus.

Baca juga: Wantannas segera bertransformasi menjadi Wankamnas

Baca juga: Wantannas sosialisasi Bela Negara di KJRI Johor Bahru

Baca juga: Dewan Ketahanan Nasional serius sosialisasikan program Aksi Bela Negara

Baca juga: Wantannas gelar Rembuk Nasional Pembinaan Bela Negara

​​​​​​

Pewarta: Abdu Faisal
Editor: Yuniardi Ferdinand
Copyright © ANTARA 2019