Jika dibandingkan dengan pidato Jokowi pada pelantikan pertama tahun 2014, tentu pidato yang pertama lebih 'mengigit' dibandingkan pada pelantikan keduanya
Jember, Jawa Timur (ANTARA) - Pengamat ekonomi Universitas Jember Adhitya Wardhono PhD memaparkan sejumlah catatan kritis terhadap pidato yang disampaikan Presiden Joko Widodo setelah pelantikannya bersama Wakil Presiden Ma'ruf Amin di Gedung Parlemen Jakarta pada Minggu (20/10).

"Presiden Joko Widodo menyampaikan arahan dan target pembangunan terkait pekerjaan besar yang menjadi misi pemerintah dalam lima tahun ke depan dengan prioritas pada masalah peningkatan SDM dan kemajuan perekonomian, serta pembangunan yang hendak dicapai adalah pembangunan yang mampu mengakselerasi nilai tambah ekonomi rakyat," katanya di Kabupaten Jember, Jawa Timur, Senin.

Menurutnya pidato tersebut cukup menyiratkan optimisme dan sekaligus meminta segenap bangsa untuk tetap kerja keras dengan target yang konkret yang ditunjukkan dengan narasi yang dibangun seperti kehendak untuk keluar dari jebakan negara berpenghasilan menengah dan meneguhkan keinginan untuk menjadi 5 besar ekonomi dunia di usia Indonesia 100 tahun.

Baca juga: Akademisi: Presiden perlu menambah jumlah menteri perempuan di kabinet

"Catatan kritis dari pidato pelantikan itu yakni defisit pada ulasan atas target pendukung dan pendamping atas capaian ekonomi yang ditargetkan, seperti persoalan perubahan iklim dan degradasi lingkungan, persoalan hukum dan demokrasi, pemberantasan korupsi dan hak asasi manusia," tuturnya.

Ia menjelaskan ada lima poin penting yang disampaikan Presiden Jokowi yakni pembangungan sumber daya manusia, melanjutkan pembangunan infrastruktur, menyederhanakan regulasi, menyederhanakan birokrasi secara besar-besaran, dan transformasi ekonomi dari ketergantungan sumber daya alam dan menjadi daya saing manufaktur.

"Jika dibandingkan dengan pidato Jokowi pada pelantikan pertama tahun 2014, tentu pidato yang pertama lebih 'mengigit' dibandingkan pada pelantikan keduanya," ucapnya.

Baca juga: Fadjroel Rachman, aktivis 98 yang diisukan jadi calon menteri Jokowi

Namun, lepas dari itu semua cukup melegakan pemerintah dalam lima tahun ke depan masih memiliki optimisme menuju satu abad Indonesia menjadi negara maju.

Dalam pidato tersebut, lanjut dia, juga menginsyaratkan betapa rumitnya susunan kabinet nanti seiring dengan mimpi besar Jokowi Jilid II yang tentunya jangan sampai terganjal pilihan menteri-menteri yang terlalu lama belajar.

"Bisa jadi nomenklatur kementerian akan disesuaikan dengan target dan arahan pembangunan ekonomi, yang pasti semoga tidak terjebak pada menteri-menteri textbook," ujarnya.

Baca juga: Pimpinan DPR temui Presiden bahas nomenklatur kabinet

Baca juga: Menteri muda dinilai lebih baik berasal dari profesional

Pewarta: Zumrotun Solichah
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2019