Jakarta (ANTARA) - Kualitas sumber daya manusia (SDM) yang unggul dengan keahlian dan keterampilan yang mampu mengadopsi perkembangan ilmu dan teknologi (iptek) terkini dinilai akan menjadi penopang utama kebutuhan revolusi industri 4.0 di Indonesia pada masa depan.

Ketua Kaukus Ekonomi Hijau DPR RI Satya Widya Yudha saat menjadi pembicara dalam International Conference on Indonesia Development (ICID) 2.0, yang diselenggarakan Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Belanda di Erasmus University, Rotterdam, Belanda, Jumat (20/9/2019) mengatakan suka atau tidak suka, era revolusi industri 4.0 sudah di depan mata.

"Pemanfaatan industri 4.0 di Indonesia secara langsung akan meningkatkan foreign direct invesment (FDI), dan ini sangat menguntungkan bagi kita ke depan. Karena itu, dibutuhkan inovasi progresif dalam bidang teknologi informasi agar iklim investasi kita semakin terbuka dan trennya positif," katanya dalam rilis di Jakarta, Minggu.

Baca juga: Indonesia perlu transformasi keterampilan SDM hadapi industri 4.0

Pembicara lain yang hadir dalam acara ICID 2.0 tersebut antara lain Agus Harimurti Yudhoyono (Yudhoyono Institute), Agus Hermanto (Wakil Ketua DPR RI), dan Fikri Cassidy (Wakil Duta Besar RI Belanda).

Satya yang juga Wakil Komisi I DPR RI dari Fraksi Partai Golkar tersebut menambahkan, poin utama dalam era industri 4.0 adalah kualitas SDM yang unggul.

Menurut dia, pengaplikasian hight tech dalam sektor industri manufaktur berkonsekuensi akan menambah produktivitas, akan tapi juga mengurangi jumlah pekerja.

Data United Nations dalam laporan SDGs 2018 disebut, turunnya jumlah pekerja di sektor manufaktur dari 15,3 persen pada 2000 menjadi 14,2 persen pada 2018.

Baca juga: Menkop: Revolusi Industri 4.0 buka peluang siapapun jadi pengusaha

"Di Indonesia, jumlah pekerja manufaktur dari 2013 berjumlah 14,9 juta, meningkat 17 juta pekerja pada 2018. Kita optimistis bahwa pengaplikasian industri 4.0 di Indonesia hingga 2030 mampu meningkatkan PDB (produk domestik bruto) secara signifikan lebih dari dua persen, serta kontribusi dari sektor manufaktur mencapai 25 persen maupun perluasan peluang kerja di industri lebih dari 10 juta tenaga kerja" jelasnya.

Kekhawatiran dampak industri 4.0 yang lebih mengutamakan teknologi dibanding menggunakan tenaga kerja manusia, yang bisa mengakibatkan tingginya angka pengangguran dan kemiskinan, menurut Satya, hal itu bisa diambil sisi positifnya yaitu mengembangkan industi kreatif sebesar-besarnya di Indonesia sehingga daya beli masyarakat pun juga terdongkrak.

"Keterbatasan serapan tenaga kerja di sektor manufaktur akibat penerapan industri 4.0, bisa dikembangkan ke sektor industri kreatif yang mampu menyerap pekerja dalam jumlah yang besar. Karena ke depan yang berkembang adalah service sector, seperti industri kuliner, pariwisata, fesyen dan sebagainya. Ini peluang besar kita, untuk maju berinovasi dan kreatif dengan memanfaatkan teknologi informasi digital," ujar Satya.

Pewarta: Kelik Dewanto
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2019