Kiprah para komunitas atau individu yang peduli kelestarian lingkungan harus terus digelorakan sehingga memberikan yang terbaik dalam kemajuan dan keseimbangan lingkungan yang berkelanjutan
Banjarbaru, Kalsel (ANTARA) - Komunitas Jurnalis Lingkungan di Kalimantan Selatan kembali menggelar penganugerahan Pena Hijau Award 2019 yang diberikan kepada dua pegiat lingkungan yakni Rabiatul Adawiyah dari Kabupaten Kotabaru dan Muamar, yang juga Kepala Desa Jejangkit, Kabupaten Barito Kuala.

Penganugerahan Pena Hijau Award yang juga dihadiri oleh Sekretaris Daerah Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan Abdul Haris Makie dan pejabat terkait lainnya, digelar di Aula Bapelkes Banjarbaru, Rabu.

Adawiyah -- panggilan akrab dari Rabiatul Adawiyah -- dinilai layak sebagai penerima penghargaan bidang lingkungan, karena telah mengabdikan dirinya untuk penyelamatan hutan mangrove (bakau) di tempatnya.

Perempuan berjilbab, ibu dua anak itu, sebelumnya pernah mendapatkan anugerah "local hero" -- yang inisiasinya dari PT Indocement Tunggal Prakarsa (Tbk) -- atas usaha dan kerja kerasnya bergiat dalam kegiatan bank sampah yakni sebuah gagasan menjaga lingkungan di kawasan pesisir desa itu. Ia bersama perempuan desa itu membuat inovasi pembuatan sirup dari buah bakau.

Baca juga: Buah mangrove bisa jadi tepung kue

Baca juga: Buah mangrove bisa jadi makanan olahan, seperti yang dibuat komunitas Bengkulu


Sedangkan Muamar merupakan penggagas pengolahan air sungai menjadi air minum yang saat ini sudah banyak membantu masyarakat di wilayahnya, mengatasi kesulitan air bersih.

Selain kepada kedua pegiat lingkungan itu, Pena Hijau juga memberikan penghargaan kepada Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kalsel Wahyuddin, atas dedikasinya untuk mengatasi kebakaran hutan dan lahan (karhutla).

Penghargaan juga diberikan kepada Kepala Dinas Kehutanan Hanif Kalsel Faisol Nurofiq, melalui berbagai program penghijauan sehingga membuat lingkungan Kalsel lebih baik.

Penyerahan Pena Hijau Award 2019 dirangkai diskusi lingkungan bertema "Menggali Potensi Keanekaan Ragaman Hayati di Kawasan Pegunungan Meratus".

Diskusi menghadirkan nara sumber Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Kalsel Hanif Faisol Nurofiq , Kepala DInas Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Kalsel Ikhlas Indar, pemerhati lingkungan yang juga mantan Ketua Walhi Kalsel Berry N Furqon, peneliti dari Universitas Lambung Mangkurat Sutomo, serta Wahyuddin, Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kalsel.

Sekda Abdul Haris Makie berharap kiprah para komunitas atau individu yang peduli dengan kelestarian lingkungan, terus digelorakan sehingga memberikan yang terbaik dalam kemajuan dan keseimbangan lingkungan yang berkelanjutan.

Pemerintah maupun masyarakat dan termasuk kelompok kelompok lainnya, tambah dia, tidak boleh hanya bermain di area retorika saja dalam upaya melestarikan lingkungan, tetapi harus di wilayah praktis atau kerja nyata.

 
Pemerhati Lingkungan Berry N Furqon menyerahkan penghargaan kepada perwakilan penerima Pena Hijau Award 2019 di Banjarbaru, Kalsel, Rabu (25/9/2019). (FOTO ANTARA/Istimewa)


"Seluruh pihak terkait, harus mampu membantu memberikan solusi pemikiran atau konsep untuk dilaksanakan bersama-sama, sehingga peristiwa seperti kabut asap dan kebakaran lahan, tidak terjadi lagi di masa mendatang," katanya.

Haris juga merngingatkan soal ancaman terbesar terhadap kesehatan manusia yakni kabut asap akibat karhutla yang kerap terjadi di musim kemarau saat ini.

"Setiap tahun ada tujuh orang meninggal karena polusi udara. Sementara itu di seluruh dunia tercatat 9 dari 10 orang terpapar pencemaran udara," katanya.

Kabut itu, katanya, bisa jadi berasal dari kendaraan bermotor, industri pertanian dan pembakaran sampah hingga karhutla merupakan ancaman serius.

Ia mengatakan akibat dari karhutla ini, tidak hanya mengganggu kesehatan masyarakat, tetapi sudah berimplikasi pada potensi yang mengganggu perekonomian seperti penerbangan terganggu transportasi darat juga.

"Karena itu menjadi kewajiban bagi kita, menanganinya secara bersama-sama, tentu tidak hanya pemerintah tetapi bersama-sama lapisan masyarakat memecahkan permasalahan ini," katanya.

"Tercatat sekitar 1,492 hektare luas lahan dan hutan terbakar dan ada 169 titik panas," tambahnya.

Diskusi itu diharapkan memberikan kontribusi dalam memberikan pemikiran pemikiran bagaimana menjaga ekosistem lingkungan hidup menjadi lebih baik tetap terjag, demikian Abdul Haris Makie.

Baca juga: Akademisi: "70 persen hutan mangrove Kalsel rusak

Baca juga: Produk usaha pengolahan mangrove akan dieskpor

Baca juga: Warga Demak kembangkan buah mangrove menjadi sirup

Pewarta: Ulul Maskuriah
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2019