Faktor Pendidikan Yang Rendah Dominan Menjadi Pemicu KDRT

id faktor pendidikan, yang rendah, dominan menjadi, pemicu kdrt

Faktor Pendidikan Yang Rendah Dominan Menjadi Pemicu KDRT

Pekanbaru (Antarariau.com) - Asisten Deputi Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, RI, Bidang Kesetaraan Gender, Infrastruktur dan Lingkungan, Ratna Susianawati, mengatakan faktor pendidikan perempuan yang rendah sebagian besar menjadi pemicu tingginya kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT.

"Dengan pendidikan yang rendah, perempuan yang tidak bersekolah dinggap bodoh dan mudah diperalat. Perempuan yang lemah dan bodoh tidak akan berani melawan segala bentuk kekerasan yang diberlakukan terhadapnya," kata Ratna Susianawati di Pekanbaru, Kamis.

Hal itu disampaikan Ratna dalam acara Bimtek Pengarusutamaan Gender (PUG) dan Perencanaan Penganggaran yang Responsif Gender (PPRG) bagi perencana program dan anggaran di Provinsi Riau, yang diikuti 40 peserta dari organisasi perangkat daerah se-kabupaten dan kota di Riau digelar 15-16 Maret 2018.

Menurut Ratna, rendahnya pendidikan perempuan terjadi lebih akibat masih adanya paradigma kuno yang beranggapan bahwa laki-laki lebih pantas untuk mendapat pendidikan dari pada perempuan.

Ia mengatakan, dengan keterbatasan pendidikan itu, dampak ikutannya adalah angka kematian ibu hamil dan angka kematian anak tinggi, dengan data terakhir mencapai 350 kematian bayi per 100.000 kelahiran.

"Ini menjadi tugas berat semua lintas sektor dan solusinya pemahaman tentang Pengarusutamaan Gender itu harus lebih digencarkan lagi khususnya pada pengambil kebijakan dan masyarakat," katanya.

Ia menyebutkan, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia berada pada peringkat enam dari negara-negara ASEAN, mirisnya Indonesia cenderung dikelompokkan sama dengan Myanmar, Laos dan Kamboja.

Oleh karena itu, pola pikir bahwa pendidikan diprioritaskan hanya untuk laki-laki karena diangap laki-laki adalah ujung tombak pencari nafkah harus diubah dan dimulai dari keluarga.

Ratna menekankan, bahwa strategi untuk menekan kasus KDRT serta angka kematian anak dan ibu hanya bisa dilakukan dengan memberikan pemahaman yang jelas pada semua lapisan masyarakat bahwa PUG bukan program atau kegiatan.

"PUG sebagai sebuah strategi untuk meningkatkan kesejahteraan bagi perempuan dan anak, termasuk laki-laki dan warga disabilitas, yang menjadi tanggung jawab semua pihak," katanya.