Pekanbaru, (Antarariau.com) - Pengamat Hukum Internasional Universitas Riau (UNRI), Maria Maya Lestari SH, MSc, MH
berpendapat kasus kabut asap di Riau bukan termasuk bencana alam melainkan pencemaran udara akibat ulah manusia.
"Pencemaran udara adalah masuknya atau dimasukkannya zat, energi, atau komponen lain ke dalam udara ambien oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara ambien turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan udara ambien tidak dapat memenuhi fungsinya," kata dia di Pekanbaru, Rabu.
Ia mengatakan, itu terkait kasus asap saat ini di Riau makin parah menyusul seluas 11.128 hektare lahan hutan dan perkebunan serta semak belukar di Provinsi Riau telah terbakar sejak empat pekan terakhir, menurut data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
Sedangkan satelit NOAA 18 milik Amerika yang dioperasikan Singapura pada Selasa (4/3) mendeteksi 48 titik panas (hotspot) di daratan Sumatera, 27 titik --jumlah ini terus meningkat-- di wilayah Provinsi Riau.
Menurut Maria, makin bertambahnya titik api di Riau membuktikan penanganannya sangat lambat disertai alasan klise tidak ada dana dan kemampuan mematikan titik-titik api yang ada.
Padahal PP nomor 41 tahun 1999, kata dia, menjelaskan bahwa sumber pencemar yang dimaksud adalah sumber pencemar adalah setiap usaha dan atau kegiatan yang mengeluarkan bahan pencemar ke udara yang menyebabkan udara tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya.
"Oleh karena itu, kondisi asap saat ini lebih tepat dikatakan sebagai sebuah pencemaran udara dimana kadar pencemaran berupa partikel debu telah melebihi baku mutu dari lingkungan udara ambien atau udara yang bergerak bebas di alam," katanya.
Ia memandang bahwa pendefinisian tentang kasus asap di Riau penting, karena bagaimana penegakan hukum terhadap asap akan dapat berjalan dengan baik dan tepat, bila dari penyebutan asap sebagai sebuah bencana hanya akan membuat perubahan paradigma bahwa asap terjadi karena alam itu sendiri yang marah seperti gempa bumi, gunung meletus ataupun tsunami.
Kasus asap saat ini adalah merupakan tindakan perusakan lingkungan terutama pembakaran lahan gambut yang menimbulkan dampak pencemaran terhadap udara.
"Bagi siapa saja yang melakukan, turut serta ataupun penanggungjawab kegiatan atas pencemaran udara itu akan dapat dikejar oleh aparat penegak hukum dan dijatuhkan hukuman sesuai dengan Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup," katanya.
Ia menambahkan bahwa asap di Provinsi Riau dan kota-kota lainnya di Indonesia sudah terjadi sejak tahun 1997 sampai sekarang. Hanya saja kasus 1997 merupakan gejala kebakaran lahan yang menimpa seluruh dunia akibat gejala el-nino menimpa negara tropis.
Namun demikian, kondisi kebakaran lahan selama lebih dari lima tahun terakhir bencana asap di Indonesia setiap musim kemarau merupakan dampak dari tindakan pembukaan lahan gambut (land clearing) mengingat pascapembakaran lahan sudah dapat dipastikan "berbanding lurus" dengan meningkatnya luas lahan sawit di lahan sisa pembakaran.
Merujuk dari dua kasus di atas yang menjadi pertanyaan adalah termasuk kemanakah bencana asap yang terjadi selama lima tahun terakhir di negara ini?.
Secara Yuridis, penanggulangan bencana diatur dalam UU Nomor 24 tahun 2007, yang membagi bencana dapat dibagi atas tiga kategori yaitu bencana alam, bencana non alam, dan bencana sosial.
Dari kasus bencana asap yang terjadi di tahun 1997 dapat dikategorikan bencana alam karena bila melihat dari sudut pandang sebab dan akibatnya adalah merupakan bencana alam karena disebabkan oleh gejala alam itu sendiri (el-nino/udara kering dan panas) sehingga menyebabkan hutan-hutan dan lahan gambut mudah tersulut api dari gesekan dahan-dahan kering yang dapat menimbulkan percikan api.
Sehingga wajar seluruh negara terutama negara-negara ASEAN, sampai dengan level nasional dan daerah turut serta melakukan penanggulangan.
"Namun untuk kasus kedua, kasus asap yang terjadi di Indonesia merupakan dampak dari pembukaan lahan gambut dengan cara dibakar, disinilah terjadi kontradiktif makna filosofis dan yuridis dari sebuah bencana. Kasus asap di Riau akibat ulah manusia yang membakar lahan gambut," katanya.
Berita Lainnya
Karhutla Riau - Kasus ISPA 34.083 penderita, meningkat akibat kabut asap
23 September 2019 15:41 WIB
Karhutla Riau - Penderita ISPA Riau capai 304.900 kasus
18 September 2019 15:00 WIB
PVMBG: Asap putih tebal membubung setinggi 700 meter di atas Gunung Bromo
09 January 2024 10:45 WIB
Gunung Marapi Sumatera Barat kembali erupsi dengan asap letusan skala besar
22 December 2023 16:26 WIB
PVMBG sebut Gunung Bromo mengeluarkan asap putih dan kelabu
13 December 2023 10:57 WIB
PARADE FOTO - Langit Siak diselimuti kabut
01 November 2023 20:07 WIB
Sekolah di Riau kembali tatap muka karena kualitas udara membaik
10 October 2023 17:28 WIB
Ciptakan hujan buatan, BPBD Riau semai 500 kg garam di Siak dan Pelalawan
10 October 2023 11:26 WIB