LBH Upayakan Banding Atas Vonis Salah Pengamen

id lbh upayakan, banding atas, vonis salah pengamen

LBH Upayakan Banding Atas Vonis Salah Pengamen

Pekanbaru, (Antarariau.com) - Muhamad Isnur dari LBH Jakarta menyatakan akan melakukan upaya hukum banding terhadap putusan PN Jakarta karena mengeluarkan putusan yang salah selama tujuh tahun penjara untuk Andro Supriyanto dan Nurdin Prianto, pengamen Cipulir yang diduga membunuh Dicky Maulana.

"Upaya hukum banding itu dilakukan karena putusan bernomor 1/Pid.B/2014/PN.Jkt.Selatan dinilai putusan sesat, sebab hanya melegitimasi BAP Penyidik yang dibuat secara "sesat" pula," kata dia dalam surat elektroniknya disampaikan Johanes Gea, diterima Antara Riau, Sabtu.

LBH Jakarta menilai "sesat" karena BAP penyidik dibuat dengan kondisi para terdakwa sudah babak-belur dipukul, ditendang, dan disetrum oleh Penyidik untuk mengaku, baru kemudian para terdakwa diambil keterangannya.

Di persidangan dengan mudahnya Majelis Hakim menyatakan bahwa polisi tidak menyiksa karena polisi yang dipanggil ke persidangan menyangkal telah terjadi penyiksaan.

"Padahal polisi yang dihadirkan memang bukan polisi yang menyiksa. LBH Jakarta sudah meminta agar seluruh Penyidik yang ada dalam sprindik untuk dihadirkan, tapi Majelis Hakim enggan memerintahkan," katanya.

Alasan sesatnya putusan itu kedua, adalah keterangan Iyan Pribadi als Njaw, pelaku sebenarnya yang diringkus lalu dihadirkan di persidangan dikesampingkan begitu saja oleh Majelis Hakim dengan alasan Iyan Pribadi berada dalam keadaan mabuk saat kejadian dan tidak melihat kejadian pembunuhan yang sebenarnya dilakukan oleh Khairudin Hamzah als Brengos dan Jubaidi als Jubai.

Padahal, pada saat kejadian memang korban Dicky Maulana dan dua pengamen Cipulir itu berada dalam keadaan mabuk. "Iyan Pribadi memang tidak melihat kejadian pembunuhan, tapi ia melihat rangkaian tindak pidana ketika korban dijebak, mendengar korban berteriak ¿Astaghfirullah al azim¿ ketika dihabisi, dan menjual motor korban Yamaha Mio Soul warna merah.

Oleh karena itu Iyan Pribadi tidak dapat dikesampingkan begitu saja karena ia turut membantu melakukan tindak pidana dan memenuhi kriteria saksi sebagaimana disebutkan dalam Pasal 26 KUHAP. Ketiga, bukankah saksi verbalisant dan saksi penangkap yang tidak melihat terjadinya tindak pidana? Mengapa mereka tidak dikesampingkan pula?

Ketiga, yang paling memprihatinkan, Majelis Hakim secara culas tidak menyebutkan orang tua korban, Zainal Arifin dalam pertimbangannya. Padahal, orang tua korban dihadirkan oleh Penuntut Umum dan menyatakan bahwa korban Dicky Maulana bukan pengamen, pergi dari rumah untuk mencari adiknya sekitar pukul 00.00 WIB, Minggu, 30 Juni 2013 dengan menggunakan sepeda motor Yamaha Mio Soul warna merah, dan sampai sekarang sepeda motor itu hilang entah ke mana.

Keempat, keterangan orang tua korban berkesesuaian dengan keterangan Iyan Pribadi yang menyatakan bahwa korban dibunuh oleh Brengos dan Jubai sekitar pukul 02.00 WIB di kolong jembatan Cipulir untuk kemudian diambil sepeda motornya. Korban kemudian bisa bertahan hidup sampai pukul 09.00 WIB paginya, sebagaimana dinyatakan oleh Ahli, dr. Ferryal Basbeth, SPF hingga ditemukan oleh para terdakwa yakni . Namun Majelis Hakim ternyata ¿lebih senang¿ menggunakan BAP Penyidik. Ini adalah pelanggaran terhadap Pasal 185 KUHAP.