Bingkai eksotisme Sumatra, resensi buku "Ribuan Tahun Sumatera Tengah" karya Richard H Hopper

id sumatera tengah, buku sumatra tengah, richard h hopper,PT CPI, Riau pos, chevron

Bingkai eksotisme Sumatra, resensi buku "Ribuan Tahun Sumatera Tengah" karya Richard H Hopper

Sampul buku. (dok)

Pekanbaru (ANTARA) - Sumatra sejak dulu merupakan pulau yang eksotis dengan fenomena flora dan fauna, geografis, geologis, serta orang-orang yang khas. Masing-masing alam dan puaknya punya kekhasan tersendiri yang telah menarik kajian ilmuan dan sejarawan. Bahkan Sumatra "lebih hebat" dibandingkan Jawa jika merujuk pada buku-buku yang pernah hadir dari para sejarawan. Sumatra memiliki banyak sejarah unik dan kadang misterius yang bahkan belum terpecahkan hingga saat ini.

Buku yang dianggap terlengkap tentang Sumatra adalah History of Sumatera karya William Marsden. Edisi pertama buku ini diterbitkan pada 1783 dan edisi keduanya 1811. Buku ini sangat monumental dan termasuk paling lengkap tentang Sumatra, dari kondisi alam, sejarah, manusia, dan segala hal tentang fenomena sejarahnya. Buku ini pula yang kemudian mengilhami Stamford Raffles, Gubernur Jenderal Belanda di Jawa untuk membuat buku yang juga fenomenal History of Java (1816-1817).

Bahkan History of Java jauh lebih terkenal di kemudian hari dibandingkan History of Sumatera. Bisa jadi itu terjadi karena Stamford Raffles-nya, atau bisa jadi karena Jawa-nya. Yang pertama karena kedudukannya sebagai gubernur jenderal. Yang kedua karena jumlah penduduknya, kekuatan komunalnya dan pengkajian yang berkembang lebih massif setelah itu.

Buku History of Sumatera kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh penerbit Komunitas Bambu di Depok. Hasil terjemahan, buku ini memiliki tebal xxxiv + 598 halaman, cukup untuk sebuah buku sejarah yang memancing minat pengkaji berikutnya.

Sebenarnya cukup banyak buku tentang Sumatra, kebanyakan oleh sejarawan Belanda. Misalnya ada buku Dutch Zentral Sumatera (1910) karya Alfred Massa, Land en Volk van Sumatera (1916) karya Cornelis Lekkerkerker dan Sumatera Its History and People (1935) karya Edwin M Loeb. Kebanyakan karya-karya itu berisi tentang Sumatra dari sisi antropologi dan geografi. Sedikit sekali yang mengupas tentang sejarah, sisi humanis, perjuangan, dan dinamika sebagai bangsa.

Buku karya Richard H Hopper ini berusaha mengisi kekosongan yang sudah lama tak terisi itu. Jika ditilik dari rentang tahun penulisannya, maka karya geolog asal Amerika Serikat ini memang dapat saja menyarikan dari beberapa buku terdahulu. Tapi tetap terdapat kekhasan yang tidak ada pada buku-buku sebelumnya. Misalnya dibandingkan History of Sumatera karya Marsden, buku ini lebih banyak berfokus pada Sumatra tengah, dan memang itu sudah tergambar dalam judulnya.

Dibandingkan buku-buku tentang Sumatra lainnya, buku ini lebih kental membahas sejarah Sumatra tengah sebagai sebuah sejarah bangsa. Bahkan sepertiga buku ini memuat tentang sejarah. Tidak terkecuali sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Kehebatan buku ini dan hal yang spesifik adalah pengalaman penulisnya yang lama sekali berada di pedalaman Sumatra tengah alias Riau.

Sebagai ilmuwan geologi, Dick, panggilan akrab Hopper, mungkin sebelumnya tidak berpikir untuk menulis buku sejarah. Dia hanya mengikuti naluri keilmuan dan melengkapi catatan-catatan tugasnya di lapangan. Tapi seperti halnya Stamford Raffles yang merupakan seorang jenderal dengan tugas utama menjalani misi kolonial dan kemudian mampu menulis buku yang fenomenal, Hopper pun demikian. Bedanya, Raffles mungkin tak bisa lepas dari perspektif jenderal kolonialnya saat menuliskan sejarah Jawa. Hopper, yang orang Amerika, bisa lebih fair menuliskan pengalamannya sebagai “pekerja” di Sumatra tengah, kebanyakan di Riau. Dia dapat berperan sebagai orang netral, bukan menggurui, apalagi menghakimi.

Jika dilihat dari pengalaman Hopper selama di Sumatra, penulis buku ini sebenarnya lebih banyak bercerita tentang Riau. Kawasan Provinsi Sumatra Tengah lainnya, yakni Sumatra Barat dan Jambi sangat sedikit diungkapkannya dalam buku ini. Sebagaimana diketahui, di awal kemerdekaan, Indonesia dibentuk menjadi delapan provinsi, salah satunya Provinsi Sumatra dengan ibu kota di Medan.

Revolusi yang berat pada 1948 membuat pemerintah kemudian membentuk tiga gubernur muda dengan tiga wilayah provinsi yakni Provinsi Sumatra Utara, Sumatra Tengah, dan Sumatra Selatan. Dengan tiga provinsi, maka rentang kendali dan kekuasaan militer juga bisa lebih mudah menjangkau wilayah sulit. Tiga provinsi ini resmi berdiri pada 1950. Pada 1958, Provinsi Sumatra Tengah terbagi lagi menjadi tiga Provinsi, yakni Riau, Sumatera Barat dan Jambi.

Merujuk tahun diselesaikannya buku ini, pada 1954, maka ketika itu memang Riau “belum ada”. Hanya ada Sumatra Tengah. Tapi buku karya Hopper ini baru diterbitkan beberapa tahun setelahnya, setelah Riau ada. Artinya, sebaiknya memang perlu kebijakan keredaksian dan judul buku yang lebih banyak bercerita tentang Riau dibandingkan Sumatra Tengah secara keseluruhan. Atau bisa jadi buku ini ditulis dengan tema dan judul Sumatra secara umum, kendati kajian itu juga terlalu melebar.

Naskah awal yang ditulis langsung oleh Hopper memang ingin menceritakan tentang Sumatra Tengah. Naskah dalam ketikan lama itu dikirimkan ke Indonesia pada 1983 dengan judul Summarized History of Central Sumatera. Hopper langsung yang datang membawa ketikan tertulis yang dijilid rapi itu. Tentu saja pihak CPI (Caltex Pacific Indonesia CPI), sekarang Chevron, kaget melihat itu. Hopper yang pernah lama bekerja untuk CPI membuat nostalgia panjang bagi tempatnya bekerja. Tak hanya itu, tapi juga membuat jejaknya untuk peradaban secara umum.

Siapa Hopper? Richard H Hopper, penulis buku ini, lahir di Los Angeles, Amerika Serikat, 13 Mei 1914. Dia memperoleh BSc geologi (1935) dan MA (1936) dari University of California Los Angeles (UCLA) dan PhD dari California Institute of Technology (1938). Setelah menjelajah dunia, Hopper menghabiskan masa tua di Connecticut Amerika Serikat dan wafat pada 22 Agustus 2010.

Sebagai geolog, Hopper memiliki petualangan yang tak biasa. Dia memang merupakan sosok pendobrak dan perintis jalan. Dia harus datang ke hutan belantara perawan yang tentu penuh binatang buas, dengan lembah, gunung, dan sungai yang menantang. Dia harus juga membaca medan, berinteraksi dengan warga lokal dan sejumlah pengalaman menarik lainnya. Itu sudah dilakukannya begitu dia menamatkan PhD umur 24 tahun. Dia langsung bekerja di Socal (Standard Oil of California) yang kemudian jadi cikal bakal perusahaan minyak besar, CPI, setelah merger.

Sebagai geolog, dia harus menggali tanah, menembus hutan, masuk ke celah bukit, mengambil sampel tanah dan menelitinya. Kandungan tanah itulah yang kemudian dikaji tentang muatan kemungkinan penambangan. Bisa emas, atau emas hitam seperti di Sumatra bagian tengah ini.

Untuk mengawasi pekerjaan pemboran Richard Hopper (kanan) harus menerjang hutan, menyeberangi sungai, melintasi rawa agar dapat meneliti batuan dasar yang muncul dan berharap menemukan indikasi adanya antiklin (cekungan) tempat minyak terperangkap. Tidak jarang ia harus turun ke dalam sumur dengan tali dan menggunakan lampu senter untuk mengamati lapisan batuan itu. (ANTARA/HO-PT CPI)


Awal bertugas, dia ditawarkan ke Karachi (India) atau Medan. Dick akhirnya memilih Medan, Ibu Kota Provinsi Sumatra ketika itu. Tugas geologis kemudian mengantarnya ke Minas, wilayah yang kemudian ditemukannya menjadi surga minyak. Emas hitam yang menjadi legenda di zamannya. Padahal, dalam peta Hindia Belanda 1930, bagian tengah Sumatra diketahui kandungan geologisnya adalah endapan granit. Mustahil ada hidrokarbon atau tempat cekungan minyak Bumi di sana. Bahkan Socal hampir saja mundur dari pencarian minyak.

Sampai kemudian Hopper datang dan membawa kabar baik. Bahwa bumi di sekitar Minas dan Duri ternyata memiliki kandungan emas hitam yang luar biasa. Tahun 1938 adalah momen Hopper menyatakan bahwa cekungan minyak itu hampir dipastikan. Potensinya juga sangat besar. Temuan geolog asal Amerika Serikat ini tentu menganulir temuan geolog Belanda sebelumnya.

Hopper tak hanya menemukan emas hitam yang melimpah di Riau. Dia juga menemukan banyak catatan sejarah. Hanya saja, catatan itu mungkin tidak akan menjadi buku jika dia tidak datang ke Den Haag, Belanda (1952-1954) untuk melakukan penelitian lanjutan. Catatan itu cukup lama dipendamnya hingga kemudian dibawa ke manajemen CPI pada 1983 dalam bentuk ketikan berjilid. Tapi tulisan itu baru dibukukan pada 2016, jauh setelah itu.

Buku ini terdiri dari 15 bab. Jika melihat bab per babnya, “Dick” Hopper sepertinya ingin menggambarkan Sumatra Tengah secara utuh. Terdapat bab tentang periode prasejarah kawasan ini, zaman sebelum Masehi, zaman interaksi dengan Tiongkok, interaksi dengan India, Arab, Venezia, zaman Portugis, Belanda, Inggris, Jepang, zaman revolusi, hingga 1950-an, ketika Hopper mengakhiri tulisannya. Buku yang tentunya menarik, langka, dan mengungkap banyak sisi tentang Sumatra tengah. Lebih tepatnya Riau dari zaman ke zaman.

Bingkai eksotisme Riau sebenarnya telah diungkapkan dengan relatif detil dalam buku ini dengan perspektif seorang geolog. Tapi buku ini tidak hanya berwacana tentang geologi, melainkan sejarah secara umum. Salah satu bingkai sejarah Riau ada dalam buku ini dan tentunya memperkaya khazanah sejarah provinsi ini. Tentu dengan sudut pandang yang berbeda dan unik.

*Resensi ini ditulis Muhammad Amin, dan pernah dimuat di harian Riau Pos.