Menakar pentingnya penggunaan masker dalam pencegahan COVID-19

id Berita hari ini, berita riau terbaru, berita riau antara, masker,corona

Menakar pentingnya penggunaan masker dalam pencegahan COVID-19

Petugas melakukan razia masker untuk mendisiplinkan warga yang tidak memakai masker di Desa Telagamurni, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Minggu (6/9/2020). (ANTARA/Katriana)

Jakarta (ANTARA) - Daffa tengah menerbangkan layangannya di jalanan dekat rumah ketika ibunya memanggilnya pulang untuk mengambil masker yang dia tinggalkan di rumahnya, di Bekasi, Minggu sore.

Sejak wabah COVID-19 memaksa warga untuk sebisa mungkin melakukan aktivitas di dalam rumah guna mencegah penularan penyakit yang disebabkan oleh virus SARS-CoV-2, banyak aktivitas sekolah dan bekerja juga akhirnya dilakukan dari rumah.

Sayangnya, tidak semua orang bisa berdiam diri lama di dalam rumah, terutama dengan anak-anak.

Oleh karena itu, ibunya Daffa, Widi, mengizinkan anaknya untuk bermain di luar rumah dengan syarat tetap memakai masker dan menjaga jarak dengan teman-temannya saat bermain.

Meski Widi tak banyak tahu perkembangan kasus COVID-19 dewasa ini, tetapi setidaknya imbauan pemerintah untuk tetap mematuhi protokol kesehatan, yaitu dengan sering mencuci tangan, memakai masker dan menjaga jarak, selalu ia terapkan pada diri sendiri dan keluarga tercintanya.

"Kalau dengan memakai masker bisa melindungi diri dari penyakit, saya kira memang itu yang harus saya ikuti (arahannya)," kata dia.

Hal serupa juga dilakukan oleh Tiyo. Penjual makanan di Kabupaten Bekasi itu terus berdagang demi menghidupi keluarganya, meski pekerjaan mengharuskannya bertemu banyak orang di pasar dan pembeli yang kerap tidak memakai masker sehingga meningkatkan risiko dirinya terpapar COVID-19.

Tak jarang ia mengingatkan pembeli untuk memakai masker dan menjaga jarak saat pelanggannya datang berduyun-duyun.

Memakai masker menjadi kebiasaan baru dan menjadi sangat penting baginya karena dengan memakai masker dan menerapkan protokol kesehatan lain yang diperlukan, ia bisa tetap menjaga diri dari penyebaran COVID-19 dan bisa terus berjualan untuk menghidupi keluarganya.

"Kalau enggak disiplin pakai masker risikonya bisa tertular, nanti enggak bisa jualan juga," ujarnya.

Entah seberapa efektif pemakaian masker dalam pencegahan COVID-19. Namun, bagi dia penerapan protokol kesehatan itulah yang ia yakini bisa membuatnya bertahan sampai saat ini, di tengah wabah yang sudah mendera masyarakat di daerah tempatnya tinggal dan juga daerah-daerah lain di seluruh Tanah Air dan hampir seluruh dunia.

Efektivitas

Dokter spesialis paru pada Rumah Sakit (RS) Persahabatan dr. Andika Chandra Putra, Sp.P, PhD mengatakan pemakaian masker pada dasarnya sangat efektif dalam pencegahan risiko penularan penyakit COVID-19 yang disebabkan oleh virus SARS-CoV-2.

"Tentunya sangat efektif. Apalagi banyak referensi menyatakan bahwa penularan virus SARS-CoV-2 ini melalui airbone atau small droplet. Sehingga tentu dengan penggunaan masker, risiko penularannya lebih kecil," katanya.

Dengan memakai masker, risiko penularan COVID-19 yang disebarkan melalui udara atau percikan dapat dicegah sehingga peningkatan kasus COVID-19 di dalam masyarakat juga dapat dikendalikan.

"Karena sebenarnya yang paling penting dalam penanganan ini adalah mencegah atau menurunkan risiko penularan. Karena kalau di rumah sakit itu kan sudah tertular, sudah sakit. Sudah ada keluhan. Nah, sekarang bagaimana kita dapat menurunkan risiko penularannya," ujarnya.

Untuk itu, ia mengimbau kepada seluruh masyarakat mematuhi anjuran pemerintah tentang perlunya memakai masker untuk menurunkan risiko penularan.

Namun demikian, ia juga menekankan bahwa pencegahan risiko penularan COVID-19 tidak cukup hanya dengan menggunakan masker, tetapi pencegahan perlu juga dilengkapi dengan penerapan protokol kesehatan lainnya.

"Jadi tidak cukup dengan hanya misalnya pakai masker, artinya semua masalah selesai, enggak juga. Jadi dalam WHO itu ada namanya engineering control, ada administrative control, termasuk salah satunya penggunaan masker, jaga jarak dan mengurangi keramaian di satu ruangan," ujar dia.

Ia mencontohkan saat seseorang terpaksa berada di satu ruangan tertutup bersama dengan banyak orang, seperti saat naik kereta api, maka orang tersebut perlu memastikan bahwa dirinya sudah mencuci tangan, memakai masker dan posisinya tidak berdekatan dengan penumpang lain.

Kemudian jumlah penumpang di setiap gerbong juga perlu dipastikan oleh petugas hanya terisi 50 persen untuk mengurangi risiko. Atau penumpang-penumpang yang memiliki keluhan tidak diperbolehkan masuk ke dalam kereta.

Jika memungkinkan, penumpang itu bisa membuka jendela kereta sehingga ada pertukaran udara untuk mengurangi risiko penularan.

Namun, ketika ruangan yang ditempati tidak memungkinkan dibukanya jendela, seperti saat di dalam gedung perkantoran, maka kantor perlu memasang hepa filter untuk memastikan udara tetap bersih.

"Artinya pertukaran udara di dalam ruangan itu harus tetap ada, selain tetap memakai masker dan menerapkan protokol kesehatan lainnya," tuturnya.

Kemudian terkait dengan penggunaan masker itu sendiri, banyak masyarakat yang sudah mengetahui bahwa masker memiliki beberapa jenis, dengan masing-masing jenisnya memiliki kegunaan dan tingkat efektivitas yang berbeda-beda.

Andika mengatakan penggunaan setiap jenis masker itu, yaitu antara lain masker kain, masker bedah dan masker N95, sebenarnya sangat terkait dengan risiko paparan yang dapat ditimbulkan saat seseorang berinteraksi dengan orang lain.

"Tentu (penggunaan masker) ini sangat berkaitan dengan risiko paparannya. Kemudian juga ketersediaannya dan juga biayanya," ujar dia, menggarisbawahi.

Jika dibandingkan masker kain, masker bedah tentu memiliki manfaat yang jauh lebih baik dalam menahan penularan melalui percikan air liur karena memiliki tiga lapisan penghalau, antara lain lapisan antiair di bagian luar, lapisan tengah untuk memfilter bakteri, kuman atau virus dan lapisan dalam untuk menyerap cairan yang keluar dari mulut.

Sedangkan masker N95 juga memiliki manfaat yang jauh lebih baik lagi dibandingkan dengan masker bedah dan juga masker kain, karena memiliki tingkat kerapatan yang lebih baik dalam menahan partikel kecil di udara yang mungkin mengandung virus berbahaya.

Meski demikian, meski masker kain tidak memiliki tingkat kerapatan yang lebih baik dibandingkan masker bedah dan masker N95, tetapi masker kain tersebut tetap bisa digunakan oleh masyarakat umum saat terpaksa berinteraksi dengan orang lain di tengah pandemi COVID-19.

"Saat ini juga rekomendasi WHO atau Kementerian Kesehatan (Kemkes) untuk masyarakat umum cukup dengan (memakai) masker kain saja sudah bisa mengurangi penularan. Tapi pada tenaga medis yang menangani pasien-pasien COVID-19 itu harus menggunakan masker N95," kata Andika.

Meski dinilai sudah cukup menghalau kemungkinan penularan virus SARS-CoV-2, penggunaan masker tersebut juga perlu dilengkapi dengan penerapan protokol kesehatan lainnya, seperti dengan mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir dan juga tetap menjaga jarak saat berada di keramaian.

Perlunya mencuci tangan dengan sabun itu adalah untuk menghindari penularan virus melalui tangan saat seseorang tanpa sengaja menyeka bagian mata, hidung dan mulut dengan tangan tanpa terlebih dahulu membersihkannya.

Kemudian, perlunya menjaga jarak adalah agar kemungkinan percikan air droplet yang dikeluarkan orang lain tidak sampai mengenai bagian wajah orang yang diajak bicara.

Sementara itu, Andika juga mengatakan perlunya masyarakat untuk cukup memakai masker kain adalah karena masker bedah dan masker N95 lebih dibutuhkan oleh tenaga medis yang memiliki risiko lebih besar terinfeksi virus karena harus menangani pasien COVID-19.

"Jadi menurut saya masyarakat enggak perlu menggunakan masker N95. Oleh karena itu, untuk menghindari risiko penularan, masyarakat tetap perlu menjaga jarak dan intensitas interaksinya (dengan orang lain) bisa sedikit dikurangi," tuturnya.

Hipoksia

Sementara itu, terkait kemungkinan terjadinya hipoksia, yaitu kondisi berkurangnya kadar oksigen dalam jaringan tubuh, akibat memakai masker, Andika menegaskan bahwa pemakaian masker jenis apapun tidak akan sampai menimbulkan hipoksia pada penggunanya.

Ia menduga pemakaian masker tersebut memang dapat menurunkan volume oksigen yang masuk ke dalam tubuh. Tetapi penurunan tersebut tidak signifikan sehingga tidak sampai mengurangi kebutuhan oksigen dalam tubuh.

"Tidak signifikan (berkurangnya). Sebagai contoh misalkan kita (dokter) yang sering menggunakan N95. Apakah fungsi parunya menurun atau oksigennya yang menurun? Sampai saat ini dari beberapa laporan kasus enggak ada perubahan (fungsi paru)," kata dia.

Kemudian, terkait pemakaian masker saat berolahraga, terutama saat melakukan latihan cukup berat, menurut dia, masyarakat tidak perlu memakai masker, tetapi olahraga itu sebaiknya dilakukan di zona hijau atau di tempat yang jauh dari keramaian sehingga pemakaian masker tidak diharuskan.

"Kalau itu di daerah zona hijau dan bukan keramaian tentu masker bisa dibuka. Apalagi saat kita melakukan excersise yang berat seperti lari atau naik sepeda yang posisi menanjak, tentu harus dibuka maskernya. Tapi pada kondisi-kondisi yang tidak memerlukan excersise yang sangat berat ya harus menggunakan masker," demikian kata Andika.

Penggunaan masker di tengah pandemi COVID-19 tentu menjadi pilihan paling rasional bagi masyarakat agar terhindar dari penularan COVID-19 dan agar terus bisa melanjutkan aktivitas di luar rumah.

Pilihan tersebut menjadi pilihan terbaik di tengah lonjakan kasus COVID-19 yang terus meningkat akibat kurangnya disiplin masyarakat terhadap aturan memakai masker saat berinteraksi dengan orang lain di luar rumah.

Namun demikian, penggunaan masker tersebut juga harus dilengkapi dengan penerapan protokol mencuci tangan dan menjaga jarak untuk mengoptimalkan upaya pencegahan.

Baca juga: Kapolda Sumbar ajak masyarakat jadikan masker sebagai gaya hidup sehari-hari

Baca juga: Mercedes Benz gandeng supermodel untuk kenalkan koleksi masker


Oleh Katriana