Erza, Kartini Pekanbaru yang membuat belajar dari rumah lebih bermakna

id tanoto foundation, Ezra, belajar di rumah, work from home, wfh, corona pekanbaru

Erza, Kartini Pekanbaru yang membuat belajar dari rumah lebih bermakna

Ihsan Budi Sastra, siswa kelas VI MI Muhammadiyah Pekanbaru mempresentasikan hasil karyanya yang dipajang di mading rumahnya kepada ibundanya. (ANTARA/HO-TF)

Pekanbaru (ANTARA) - Adanya kegiatan belajar dari rumah selama pandemi COVID-19, ternyata banyak guru tidak siap dengan metode mengajar jarak jauh. Dampaknya, ada guru yang hanya memberi tugas meringkas atau mengerjakan soal di buku paket.

Begitu juga dengan orangtua, banyak yang tidak terbiasa memberikan pendampingan belajar untuk anaknya di rumah. Bahkan, ada yang menyampaikan protes kepada guru karena merasa terbebani dengan tugas-tugas anaknya.

Masalah itulah yang diantisipasi Erza Intan Anggraini, guru kelas VI Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah 1 Kota Pekanbaru, Riau. Ia menyadari sejak awal berbagai masalah akan timbul dalam memfasilitasi belajar dari rumah.

Sejak dimulainya belajar dari rumah, Erza telah melibatkan orangtua siswa dalam merancang pembelajaran jarak jauh ini. Ia juga komit menerapkan pembelajaran bermakna untuk siswanya. Ia menerapkan "MIKiR" atau mengalami, interaksi, komunikasi, dan refleksi yang membuat siswa tetap aktif.

Orangtua dilibatkan



Saat diumumkan siswa harus belajar dari rumah, Erza langsung mengajak para orangtua berdiskusi pembelajaran jarak jauh via WA group paguyuban kelas. Ia ingin memastikan orangtua sejak awal memahami cara mendampingi anaknya belajar dari rumah.

Setiap ada masukan dari orangtua terkait belajar dari rumah ini, Erza sangat memperhatikannya. Apalagi ada siswa yang kedua orangtuanya bekerja.

Yang terpenting menurutnya, ada kesepakatan antara guru, orangtua, dan siswa dalam kegiatan pendampingan belajar dari rumah. Hal itulah yang membuat orangtua mendukung dan meminimalkan adanya protes.

"Meski waktu kami terbatas karena harus bekerja, tapi demi tumbuh kembang anak, kami mendukung penuh program belajar dari rumah ini. Apalagi di awal kami juga sudah membuat kesepakatan dengan Bu Erza," kata Nurhasanah Harahap, salah satu orangtua siswa yang bekerja sebagai PNS di Kanwil Kemenkumham Provinsi Riau.
Ezra saat mengajar melalui aplikasi daring. (ANTARA/HO-TF)


MIKiR dalam pembelajaran

Agar siswanya juga mendapat kesempatan belajar dari rumah yang bermakna, Erza menerapkan MIKiR. Awalnya, ia hanya memanfaatkan WA group orangtua. Melalui interaksi via WA tersebut, ia mendampingi siswa belajar lebih bermakna dari rumah.

Penugasan yang dibuatnya, selalu memberi kesempatan siswa untuk "mengalami" seperti melakukan pengamatan atau praktik langsung di rumah. Misalnya siswa diberikan tugas proyek membuat replika alat teknologi menggunakan alat dan bahan yang tersedia di rumah.

Hasilnya sangat menarik. Ada siswa yang membuat replika CCTV, membuat helikopter dari stik es krim, sampai membuat telepon genggam dari kardus.

Penugasan-penugasan yang diberikan Erza, mendorong siswa membuat karya-karya produktif, imajinatif, dan terbuka. Misalnya, siswa membuat poster cara mencegah penularan COVID-19, membuat puisi yang mencurahkan perasaan mereka, membuat komik, cerpen, sampai membuat laporan dalam bentuk tertulis atau video.

"Menurut saya, kalau kita memberi kesempatan dan kepercayaan pada siswa, mereka pasti mampu menghasilkan karya kreatif. Yang penting guru dan orangtua juga memberi pendampingan di rumah," kata Erza yang juga fasilitator pembelajaran Tanoto Foundation.

Selain dengan WA, Erza sekarang mulai memanfaatkan aplikasi pembelajaran dan pertemuan daring seperti zoom, jitsi, google classroom, dan quizizz. Orangtua ikut mendukung dengan memberikan fasilitas kuota internet dan meminjamkan HP atau laptop untuk anaknya.

Pendidikan karakter di rumah

Erza juga mengintegrasikan kegiatan belajar dari rumah ini dengan pendidikan karakter. Misalnya, membuat kegiatan pembiasaan baik, seperti membersihkan kamar sendiri, beribadah bersama orangtua di rumah, sampai membantu pekerjaan di rumah seperti mengepel, menyapu lantai, atau menyiram tanaman.

Selain itu, Erza bersama orangtua juga membuat kegiatan wajib membaca selama 30 menit. Waktunya bisa disesuaikan dengan jadwal yang disepakati anak dan orangtua. Kegiatan membaca setiap hari ini wajib dipantau langsung oleh orangtua.

"Pada kegiatan membaca setiap hari, bukan hanya siswa yang membaca, kami guru kelas dan orangtua juga didorong untuk menjadi teladan dalam membaca. Tujuannya untuk semakin meningkatkan minat membaca anak yang sebelumnya juga sudah dibiasakan di sekolah," kata Erza.

Dari kegiatan ini, dalam satu minggu para siswa setidaknya sudah terbiasa membaca minimal satu buku bacaan.

Gheriya Zahira Ananta, siswa kelas VI MI Muhammadiyah Pekanbaru sedang mempresentasikan replika blender buatannya melalui video. (ANTARA/HO-TF)


Pajangkan karya siswa di rumah

Hal yang juga menarik, hasil karya siswa dari kegiatan belajar dan membaca setiap hari di rumah, wajib dipajang di mading yang dibuat sendiri oleh siswa. Siswa bisa membuatnya dari stereofoam atau bahan lain yang tersedia di rumah.

Hasil karya seperti puisi, cerpen, komik, poster, atau laporan tertulis, ditempelkan di mading dan dipajang di rumah. Siswa juga mempresentasikan hasil karyanya tersebut kepada orangtua di rumah.

Setiap akhir minggu, wali murid harus melaporkan hasil karya yang dibuat anaknya yang dipajang di mading. Dikirim melalui WA grup paguyuban kelas.

"Penugasan yang diberikan Bu Erza tidak membuat anak saya jenuh atau bosan. Tugas berpraktik di rumah, membuat laporan, membaca buku, justru membuat anak saya senang. Mereka bisa menyalurkan hobinya dalam membaca dan menulis. Apalagi pada situasi seperti sekarang yang anak harus selalu berada di rumah," kata Juwita orangtua dari Gheriya Zahira Ananta.

Inisiatif yang dilakukan Erza, merupakan salah satu cara penerus perjuangan RA Kartini dalam mewujudkan pendidikan berkualitas untuk anak-anak Indonesia.