London (ANTARA) - Tidak ada keraguan bahwa perubahan iklim meningkatkan risiko kebakaran hutan di seluruh dunia, demikian kata para peneliti kepada Thomson Reuters Foundation, Selasa, merujuk kebakaran hutan hebat yang terjadi di Australia.
Kajian dari 57 studi ilmiah yang dilakukan oleh tim akademisi Inggris menunjukkan bahwa pemanasan global meningkatkan cuaca panas dan kering yang kemudian memungkinkan kebakaran hutan terjadi.
Baca juga: BMKG deteksi lonjakan titik panas di Riau
Kajian tersebut berisi tentang analisis global terhadap kebakaran hutan dan juga penelitian yang berfokus pada sejumlah negara, seperti Australia, AS, Yunani, dan Kanada.
Para peneliti menyebut bahwa terjadi perpanjangan musim kebakaran sebesar 20 persen dari rata-rata di seluruh dunia, kendati luas area yang terbakar menurun dalam beberapa dekade terakhir, kebanyakan karena wilayah savana telah dialihfungsikan menjadi lahan pertanian yang lebih sulit terbakar.
Mereka juga menyebut ada peningkatan kerusakan akibat api pada hutan kanopi yang semestinya berperan sebagai penyerap karbon dan membantu mencegah pemanasan global.
“Musim rentan kebakaran muncul secara alamiah, namun menjadi lebih parah dan menyebar akibat perubahan iklim,” ujar Profesor Richard Betts, salah satu penulis jurnal yang juga Kepala Penelitian Dampak Iklim di Met Office Hadley Centre.
Betts menambahkan, “Membatasi pemanasan global di bawah dua derajat Celcius akan membantu menghindari peningkatan risiko musim rentan kebakaran yang ekstrem.”
Sebelumnya, pemerintah Australia mendapat kritik atas sikapnya yang bersikukuh membantah ada kaitan langsung antara fenomena perubahan iklim dan kebakaran yang melalap sekitar 11,2 juta hektar lahan serta memakan korban jiwa sebanyak 28 orang dan merusak 2.000 rumah.
Perdana Menteri Scott Morrison serta Menteri Pengurangan Emisi Angus Taylor menyebut bahwa Australia tidak perlu mengurangi lagi emisi secara agresif untuk menyikapi pemanasan global karena telah memenuhi target untuk 2020.
Mereka mendapat kritik dari aktivis lingkungan yang menjuluki Morrison dengan “pengelabu fosil”, sementara Partai Buruh sebagai oposisi meminta pemerintah menyiapkan lebih banyak sumber daya alam dan menangani bencana kebakaran.
Kebakaran hutan yang saat ini melalap Australia belum pernah terjadi sebelumnya, menurut World Resources Institute yang menemukan empat kali lebih peringatan kebakaran pada 2019 dibanding tahun-tahun sebelumnya dalam dua dekade terakhir.
“Secara terukur, Australia lebih panas lebih dari satu derajat… Munculnya api tentu sangat, sangat sensitif dengan temperatur,” ujar Iain Colin Prentice, salah satu penulis kajian dan direktur Pusat Leverhulme untuk Kebakaran Hutan, Lingkungan dan Masyarakat di Imperial College London.
Australia tercatat hanya menyumbang 1,3% emisi karbon dunia, meskipun negara itu merupakan penghasil emisi per kapita terbesar kedua setelah AS.
Baca juga: Riau sambut kemunculan titik-titik panas di awal 2020
Baca juga: Kebakaran hutan dahsyat di sepanjang pesisir timur Australia
Sumber: Reuters
Penerjemah: Suwanti
Berita Lainnya
Dyah Roro Esti sebut kesenjangan teknologi di masyarakat perlu diminimalkan
24 April 2024 17:03 WIB
Hizbullah Lebanon serang kota Margaliot, Israel, balas serangan ke wilayahnya
24 April 2024 16:49 WIB
Wapres Ma'ruf Amin prihatin Palestina gagal jadi anggota penuh PBB
24 April 2024 16:16 WIB
Proyek restorasi lahan basah di China timur terpilih jadi proyek percontohan PBB
24 April 2024 16:04 WIB
Mahfud Md ucapkan selamat ke Prabowo dan Gibran atas penetapan KPU
24 April 2024 15:33 WIB
Bank Saqu catat jumlah nasabah perseroan capai 500 ribu per April 2024
24 April 2024 15:14 WIB
KPU RI tetapkan Prabowo-Gibran jadi presiden-wapres terpilih Pilpres 2024
24 April 2024 15:05 WIB
AHY: Kompetisi Pilpres 2024 telah berakhir dan kini saatnya rekonsiliasi
24 April 2024 14:50 WIB