Derita anak jalanan habiskan masa kecil akibat kerasnya perempatan

id Berita hari ini, berita riau terkini, berita riau antara, derita anak

Derita anak jalanan habiskan masa kecil akibat kerasnya perempatan

Anak jalanan (Antaranews)

Pekanbaru (ANTARA) - Anak jalanan (Anjal), gelandangan dan pengemis (Gepeng) merupakan fenomena yang sering dijumpai di kota-kota besar seperti Pekanbaru, mereka beroperasi di setiap perempatan lampu merah demi meraup rupiah untuk memenuhi kebutuhan hidup sebab keadaan ekonomi dan pendidikan tidak dapat menolong mereka, lantas mereka harus beraksi di jalanan.

Ada banyak aksi yang mereka lakukan, biasanya dengan modus menjual koran, tisu, dan jasa membersihkan kaca mobil dengan kemoceng, tak hanya orang dewasa, banyak di antara mereka masih berstatus anak dibawah umur.

Anak dibawah umur tersebut tak selalu mengemis karena keinginan mereka, ada yang malah disuruh oleh kedua orangtuanya, bahkan ada yang disuruh neneknya.

Seperti yang diakui oleh Afrizal (7) dan Dila (6), kedua kakak beradik ini tinggal bersama neneknya yang sehari hari bekerja sebagai penjual koran, alhasil Afrizal dan Dila mau tidak mau harus rela berpanas panasan menolong nenek mereka berjualan.

Keduanya mengaku belum mengenyam bangku pendidikan sekolah dasar meskipun umur mereka sudah cukup, mereka harus merelakan masa kecilnya di jalanan untuk ikut mengurangi beban ekonomi yang melanda keluarganya.

Hidup di jalanan tentu memiliki dampak buruk bagi tumbuh kembang Afrizal dan Dila, apalagi pada segi psikologi, terlebih anak anak di usia mereka sedang gemar gemarnya menirukan perilaku orang di sekitarnya, tentu kerasnya kehidupan di jalanan bukan contoh yang baik untuk ditiru.

Menurut seorang Psikolog dari kantor Atmaveda Consultant Pekanbaru, Fety Nurhidayati Psi, keadaan hidup di jalanan ini juga dapat menyebabkan anak tumbuh dewasa sebelum usia semestinya, akibat lain yang ditimbulkan yakni kemungkinan besar anak anak yang hidup di jalanan akan rentan terseret kriminalitas.

"Anak-anak pada usia ini cenderung menirukan semua hal yang mereka lihat, apabila yang mereka lihat kriminal, kekerasan, maka mereka akan tumbuh tak jauh dari itu," jelasnya.

Kecenderungan tersebut ia nilai sebagai dampak bagi anak anak yang sering terpapar kekerasan yang kemungkinan akan tumbuh menjadi seseorang yang memiliki pandangan bahwa kekerasan adalah hal yang normal dan lumrah dilakukan sebagaimana yang sering mereka lihat.

Selain itu, menurutnya, anak-anak yang sering terpapar kekerasan tersebut kelak akan menjadi pribadi yang abusif, senang menyiksa orang lain, dan menganggap kekerasan sebagai sebuah solusi yang menjanjikan.

Persoalan anak jalanan, gelandangan dan pengemis memang sangat lekat dengan pekanbaru, seakan akan tidak ada habisnya, dinas sosial mencatat ada kenaikan pertumbuhan sebesar 50 persen dari tahun ke tahun, tahun 2018 berjumlah 28 jiwa, dan di tahun ini sebanyak 48 jiwa.

Kepala bidang (Kabid) Dinas Sosial (Dinsos) dan Pemakaman, Kota Pekanbaru, Provinsi Riau, Drs. Bustami MM, mengungkapkan bahwa untuk menekan pertumbuhan anak jalanan, gelandangan dan pengemis serta mendidik mereka yang sudah terlanjur hidup di jalanan dibutuhkan sebuah balai sebagai sarana pembinaan dan pelatihan.

"Pekanbaru butuh sebuah balai yang bisa menampung minimal 500 jiwa, termasuk anak jalanan, gelandangan, dan pengemis. Karena selama ini kita hanya sampai di fase razia, dan dibina paling lama satu minggu, waktunya sangat singkat untuk bisa menimbulkan efek jera," katanya.

Ia menilai razia razia yang dilakukan tersebut tidak akan membuahkan hasil dan tidak menimbulkan efek jera karena mereka akan kembali ke jalanan setelah dilepaskan oleh dinas sosial, bahkan surat perjanjian pun tak membuat mereka berhenti beraksi di jalanan.

Jadi, menurut dia, akan lebih baik apabila ada balai untuk memaksimalkan pembinaan dan pelatihan bagi mereka yang berkeliaran di jalanan agar dapat mendidik mereka dengan lebih efektif.

Untuk Pekanbaru, kata Bustami lagi, layaknya balai tersebut bisa didirikan di atas lahan seluas 10 hektare bisa dibangun aula, dapur, areal parkir, dan lahan untuk bercocok tanam apalagi Pekanbaru banyak tersedia lahan kosong memadai untuk dibangun sarana serupa.

Usulan pembangunan balai ini sudah sering disampaikan oleh Bustami dalam rapat-rapat besar, namun sampai hari ini belum terealisasikan, padahal anjal dan gepeng tersebut setiap hari terus berdatangan dan membutuhkan upaya penertiban untuk selanjutnya mereka harus mendapatkan pembinaan.

"Apabila ada balai yang memadai untuk mereka, baik fasilitas dan SDMnya, maka inshaAllah diyakini akan selesai permasalahan anak jalanan dan gepeng, di kota ini karena mereka memang tanggung jawab pemerintah dan selama ini kita hanya mengharapkan razia dan kurungan seminggu yang tidak berefek jera sama sekali," katanya.

Kalau ada balai, mereka pun akan diajarkan kerajinan tangan dan lain lain sehingga ketika mereka keluar, ada hal lain yang bisa mereka jadikan sumber mata pencarian.

Kendati memang, UUD 1945 Pasal 34 Ayat 1 menyebutkan, bahwa fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara. UUD 1945 Pasal 34 Ayat 1 tersebut bermakna bahwa gepeng dan anak-anak jalanan dipelihara atau diberdayakan oleh negara yang dilaksanakan tentunya oleh pemerintah.