Manisnya madu kelulut cegah kebakaran lahan gambut

id BRG, lahan gambut, restorasi gambut,madu kelutut, restorasi gambut dumai, gambut dumai

Manisnya madu kelulut cegah kebakaran lahan gambut

Kepala Badan Restorasi Gambut Nazir Foead tengah menyedot madu kelulut dari sarangnya di Kota Dumai, Riau. (ANTARA/Anggi Romadhoni)

Pekanbaru (ANTARA) - Madu kelulut tengah menjadi primadona baru bagi petani yang berdomisili di Kota Dumai, pesisir Provinsi Riau. Harganya yang menjanjikan serta kemudahan budidayanya menjadi sekian alasan untuk terus dikembangkan.

Kelulut sejatinya mirip dengan madu jenis lainnya. Madu itu dihasilkan oleh lebah dengan jenis Trigona Sp, atau yang akrab dikenal sebagai lebah kelulut. Jenis lebah itu itu tidak berbeda dengan lebah biasanya. Bedanya, lebah tersebut memiliki ukuran lebih kecil dan tidak memiliki sengat.

Karakteristik sarang mereka juga agak berbeda. Lebah yang telah memikat hati masyarakat pesisir Riau yang selama ini selalu dihantui kebakaran hutan dan lahan itu memilih membuat sarang di area tertutup.

Misalnya di dalam lubang kayu atau lubang tunggu, bahkan tidak jarang di daerah pemukiman masyarakat sering menemukan sarang kelulut di dalam kotak meteran listrik.

Tarmidi Siregar, petani berusia paruh baya itu menjadi salah satu yang merasakan manfaat besar lebah kelulut. Dia menjadi salah satu dari 13 petani lainnya yang tergabung dalam kelompok tani lebah kelulut, binaan Badan Restorasi Gambut.

Ada 10 kandang besar yang menjadi rumah bagi ribuan lebah madu kelulut. Setiap kandang berisi 7-10 kotak persegi, tempat madu kelulut berkoloni.

Tarmidi, bapak dua anak yang menggantungkan hidupnya sebagai petani sayur itu mengatakan madu kelulut memiliki harga menggiurkan. Setiap kilogramnya, bisa dilepas dengan harga Rp400 ribu di tingkat pengepul. Sementara di pasar negeri Jiran Malaysia, harganya bisa mencapai dua kali lipat.

Tarmidi menuturkan madu kelulut memiliki harga mahal karena diklaim memiliki manfaat lebih besar dibandingkan dengan madu jenis lainnya. Madu itu berwarna lebih jernih, serta tekstur rasa yang unik dengan sedikit asam.

Jenis lebah Trigona Sp disebut memiliki keunggulan karena mampu menyaring beragam jenis nektar dari berbagai bunga, sehingga memiliki khasiat yang lebih kaya.

Madu kelulut juga disebut memiliki manfaat besar sebagai anti penuaan dini bagi konsumennya, selain baik untuk kesehatan jantung, penambah nafsu makan hingga obat untuk beragam penyakit.

Saat ini, kelompok tani binaan Badan Restorasi Gambut (BRG) bekerjasama dengan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau di Taman Wisata Alam Sungai Dumai yang dimulai tahun ini tinggal menangguk untung, dengan potensi pendapatan hingga Rp14 juta per bulan.

Kepala BRG Nazir Foead kepada Antara dalam kunjungan kerjanya ke Kota Dumai, Rabu (9/10) mengatakan madu kelulut sangat populer di Pulau Sumatera hingga Negeri Jiran Malaysia. "Namun di Pulau Jawa belum sepopuler di sini," ujarnya.

Budidaya madu kelulut menjadi salah satu program unggulan Badan Restorasi Gambut (BRG), selain berfokus pembangunan infrastruktur pembasahan gambut. Program budidaya madu kelulut termasuk bagian dari program revitalisasi ekonomi. BRG sendiri mengelompokkan tiga program kerjanya, yakni Rewetting, Revegetasi dan Revitalisasi.

Program revitalisasi ekonomi diprioritaskan bagi masyarakat yang tinggal di area lahan bekas terbakar, sebagai salah satu upaya restorasi gambut.

Di Provinsi Riau, BRG berhasil merevitalisasi perekonomian masyarakat sekitar gambut. Salah satunya dengan menggerakkan kelompok masyarakat setempat untuk menanam nanas dan beternak lebah penghasil madu di area gambut yang terdegradasi akibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla).

Revitalisasi ekonomi di lahan gambut yang terdegradasi berguna untuk memanfaatkan lahan agar menghasilkan nilai ekonomi masyarakat dan berhasil untuk mencegah kebakaran hutan, khususnya di Kota Dumai, Provinsi Riau, pada musim kemarau 2019.

"Lokasi ini merupakan bukti bahwa program restorasi gambut dalam bentuk revitalisasi ekonomi berhasil mencegah kebakaran hutan," ujarnya.

Lahan yang terdegradasi ini, katanya, dimanfaatkan dengan baik oleh masyarakat dan tidak terlantar, sehingga tidak mudah terbakar karena adanya rasa kepemilikan masyarakat terhadap area tersebut untuk menjaga lahan.

Pembudidayaan lebah penghasil madu memiliki banyak keuntungan. Selain menghasilkan madu, yang dapat dijual, lebah juga dapat membantu penyerbukan tanaman pertanian. Selain itu, lebah juga dapat menjadi indikator kerusakan lingkungan di area tersebut.

Keberadaan lebah dalam jumlah banyak di suatu wilayah juga membuktikan bahwa lingkungan tersebut dalam kondisi baik.

"Selain itu, dengan beternak lebah juga dapat menghasilkan lilin yang digunakan sebagai bahan dasar produk kosmetik dan minyak aromaterapi, sehingga nilai ekonomi bagi masyarakat semakin tinggi," ujarnya.

Nazir berharap pendapatan masyarakat terbantu dengan keberadaan kelompok tani madu kelulut tersebut. Dia juga meminta agar anggota kelompok madu kelulut juga terus ditambah dan tidak sebatas dengan hanya belasan anggota tersebut.

Di lokasi yang tidak jauh dari budidaya madu kelulut, sejumlah masyarakat di Desa Mundam, Kecamatan Medang Kampai, Dumai, juga merasakan manisnya terbebas dari Karhutla dengan menanam nanas. Seluas 20 hektare hamparan nanas siap panen pada akhir tahun ini.

Masyarakat di Desa Mundam menanam nanas dan tumbuhan kayu yang bernilai ekonomi tinggi di area bekas terbakar seluas 20 hektare yang berpotensi menghasilkan panen senilai Rp1 juta per hektare.

Nazir menambahkan, bahwa keberlanjutan restorasi gambut ada pada pemanfaatan area bekas terbakar dengan wanatani atau agroforestri.

Tanaman yang dipilih dalam program revitalisasi ekonomi adalah tanaman-tanaman pertanian yang cepat menghasilkan dan dapat membantu

perekonomian masyarakat secara mandiri.

Dengan begitu, katanya peluang untuk pemerintah daerah dan korporasi untuk mendukung pengolahan hasil agroforestri di lahan gambut terbuka lebar.

Kepala Sub Kelompok Kerja Restorasi Gambut Riau, Sarjono Budi Subechi menjelaskan dalam upaya pemulihan gambut rusak bekas terbakar, BRG melakukan upaya revegetasi dan revitalisasi.

Revegetasi adalah program pemulihan gambut bekas terbakar dengan reboisasi atau menanam ulang lahan gambut dengan tanaman keras, seperti Meranti, Jati, Jeluton dan Mahoni Afrika. Sementara, revitalisasi merupakan kegiatan budidaya tanaman cepat menghasilkan, seperti nanas yang dilakukan di Kota Dumai.

"Salah satu program dari BRG ada melakukan revitalisasi dengan melibatkan masyarakat dalam pemulihan gambut. Melalui revitalisasi, kita membantu masyarakat membudidayakan nanas di TWA Sungai Dumai untuk meningkatkan ekonomi," kata Sarjono.

Ia menjelaskan TWA Sungai Dumai yang berada di Kelurahan Mundam, Kecamatan Medang Kampai menjadi salah satu areal yang luluh lantak dihajar kebakaran pada 2017 silam. Setelah berhasil diatasi, BRG mengambil langkah pemulihan gambut yang rusak akibat bekas terbakar.

Pembangunan Infrastruktur Pembasahan Gambut (PIPG) dimulai dengan membangun sejumlah sekat kanal. Mulai dari pembangunan "canal blocking" tersebut. Ia mengatakan BRG telah melibatkan masyarakat yang tinggal di sekitar areal tersebut.

Kemudian, katanya, upaya pemulihan gambut terbakar dilanjutkan dengan revegetasi dengan penanaman tanaman hutan. Selain itu, dia menjelaskan BRG juga mengajak masyarakat untuk membudidayakan tanaman nanas disela-sela tanaman hutan yang membutuhkan waktu minimal lima tahun sebelum tumbuh besar.

"Karena hubungannya dengan manusia juga, BRG melalukan revitalisasi ekonomi. Di sinilah tempatnya, lahan konservasi. Jadi revegetasi dan revitalisasi ekonomi secara bersamaan. Revegetasi, mengembalikan penutupan lahan, dan revitalisasi peningkatan ekonomi," urainya.

Ketua Kelompok Masyarakat Pokmas Mundam Jaya III Idam Djarot mengakui program BRG dalam pemulihan gambut dan melibatkan masyarakat sekitar dengan mendorong budidaya nenas sangat membantu peningkatan ekonomi. Djarot menjelaskan 2017 lahan tersebut terbakar hingga puluhan hektare.

Bahkan, kebakaran tersebut beberapa kali mengancam pemukiman warga, yang berbatasan langsung dengan hutan konservasi. Akan tetapi, situasi berbeda dirasakan masyarakat, yang bahkan menurut dia membantu warga memperoleh sumber pendapatan baru.

"Saat ini sudah ada 70 warga yang merasakan manfaat langsung. Kita memiliki sumber pendapatan baru," ujarnya. Ia mengatakan setelah setahun berjalan, tanaman nanas yang dibudidayakan masyarakat akan memasuki masa panen.

Pemenuhan potensi dari hasil budidaya nanas dan lebah madu ini diharapkan dapat dilakukan bersama-sama antara pemerintah, masyarakat dan pengusaha serta memberikan solusi yang saling

menguntungkan terutama untuk upaya restorasi ekosistem gambut tropis Indonesia secara berkelanjutan.