Pisang Kipas 50 Gold menggurita bersama Si "Pinky"

id Berita riau terkini, berita riau antara, berita hari ini

Pisang Kipas 50 Gold menggurita bersama Si "Pinky"

Usaha pisang kipas Abdul Rahmat. (Riau.Antaranews/Vera Lusiana)

Pekanbaru (ANTARA) - Sore itu, aroma pisang goreng menusuk indera penciuman, hingga menimbulkan rasa ingin menikmati. Wangi yang menggoda datang dari sebuah rumah toko (ruko) berlantai II di Jalan Sultan Syarif Qasim no 30b, atau seputaran Pasar Lima Puluh, Kota Pekanbaru, Riau.

Tampak Abdul Rahmat (40) dengan kaos oblong warna merah, sedang mengaduk penggorengan berisikan puluhan pisang kipas, yang tungkunya terletak di bagian depan kedai itu. Wajahnya mulai memerah karena panas uap minyak, keringatpun bercucuran. Sesekali pria asal Bengkulu itu menyeka dengan handuk kecil. Cuaca Pekanbaru memang panas sore itu, diperparah belakangan ini musim kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan (Karhutla).

Dijumpai Antara, Abdul Rahmat menyambut dengan senyum ramah sambil mempersilahkan duduk. Walau tergurat keletihan di raut wajahnya, akan tetapi ia tetap berusaha melayani tamu dengan baik.

"Hari ini kami mendapat banyak pesanan," ujar Abdul Rahmat kepada Antara sambil menyodorkan tangannya memberi salam.

Abdul Rahmat adalah pemilik Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) Pisang Kipas 50 Gold, di Pekanbaru, Riau, yang kini kondisinya maju pesat dan mumpuni berkat jadi mitra binaan Pertamina. Dari awalnya hanya sebuah pondok gorengan biasa, dengan penjualan 100 buah per hari, itupun kadang tak habis. Kini menjadi besar dan jangkauannya luas dengan produksi 1.000 buah lebih pisang kipas atau beromzet sekitar Rp5 juta per hari.

"Kini setiap hari kami melayani pesanan kurang lebih 1.000 buah pisang kipas, kadang lebih," kataAbdul Rahmat lagi sembari menyuguhkan secangkir teh manis dan sepiring pisang kipas panas buat ku.

Sungguh pria yang santun dan berkepribadian melayani, serta berjiwa enterpreneur. Contoh seperti inilah yang harus dimiliki oleh pebisnis, sehingga pelanggan akan nyaman dengan produknya. Tidak jauh beda dengan istrinya, Novita (34) juga ramah ikut nimbrung menceritakan suka- duka mereka saat pertama kali memulai usaha.

Awalnya pemasok pisang

Enam tahun lalu, Abdul Rahmat bersama istrinya, hanyalah pemasok pisang kepok dari Bengkulu ke Pekanbaru. Ia mengecer ke pedagang gorengan, UMKM pisang kipas Kuantan II, pasar dan sebagainya. Pria pemilik kampung Bengkulu itu mampu menjual pisang satu truk colt diesel dalam seminggu. Berjalan tiga tahun pekerjaan itu dilakoninya, namun kehidupan ekonomi keluarganya masih biasa-biasa saja, cuma cukup makan, bayar biaya kontrakan dan sekolah tiga anaknya yang duduk di SMP, SD dan TK. Belum mampu membeli rumah apalagi membantu keluarga.

Sebaliknya, ia melihat para pelanggannya tampak semakin maju dan sukses, punya rumah, mobil usahanya bertambah dan sebagainya. Melihat itu, lalu pria yang hanya lulusan SMA tersebut mulai memutar otaknya untuk berfikir bagaimana caranya ikut ketularan berhasil. Jika orang yang membeli bahan baku pisang darinya saja, mampu berkreasi, dirinya tidak itulah pertanyaan dalam benaknya. Padahal ia sudah langsung mendapat bahan baku dari sumbernya, itu sebuah modal awal. Dorongan itu membuat ia termotivasi untuk "move on" dari kondisinya saat itu agar bisa jadi enterpreneur, untuk menciptakan berbagai produk turunan dari pisang. Hingga muncul ide ingin membuat pisang kipas yang berbeda rasa, bentuk dan racikannya.

Maka mulailah ia belajar secara otodidak. Sambil mengantarkan pesanan pisang ke pelanggan seperti UMKM pisang kipas Kuantan II yang letaknya diTanjung Rhu, Pekanbaru, pria berkulit sawo matang itu diam-diam memperhatikan proses pembuatan pisang kipas, untuk kemudian dicoba di rumah sepulang bekerja.

"Pertama sayabelajar mengirispisang dulu,agar bisatipis dan berbentuk kipas, tetapi terus gagal," ujar Abdul Rahmat.

Berbulan-bulan latihan mengiris tipis pisang kepok dilakoninya. Sambil memasok bahan baku ke pelanggan. Naluri bisnisnya yang tinggi membuat semangat pantang menyerah. Sebab hal tersulit dalam membuat pisang kipas adalah, mengiris dengan ketipisan yang sama. Tanpa merusak bentuk fisiknya. Ini diperlukan konsenterasi kalau tak fokus salah-salah bisa terluka.

Tidak sampai di situ, pria penyayang anak-anak itu melanjutkan kisahnya, untuk meracik bumbu tepung pisang kipas agar gurih, renyah dan nikmat seperti sekarang, butuh uji coba berbulan-bulan.

"Sampai-sampai abang tanya-tanya sama Mbahnya di Jawa, resep buat tepung goreng," timpal istrinya Novita yang kebetulan duduk disamping sang suami.

Perjuangan membuat pisang kipas ternyata tidak semudah yang dibayangkannya, ia juga harus terus menggoreng untuk mencoba, apakah racikannya enak atau tidak. Dengan cara membagi-bagikan secara gratis buatannya ke pada tetangga dan saudara, dengan harapan akan menerima kritikan. Bisa dibayangkan, itu dilakukan setiap hari selama tiga bulan berturut -turut. Hingga memunculkan rasa yang khas seperti tekstur yang dimiliki Pisang Kipas 50 Gold kini.

Pisang Kipas 50 Gold memang punya warna menarik kuning keemasan, seperti identik dengan penamaan mereknya Gld (emas). Rasa manis pisang yang muncul dari daging saat dimakan, menandakan bahan baku pisang matang tidak mengkal. sehingga walau sudah dipadukan resep tepung dan bumbu lainnya, tidak merubah tekstur pisang kepok aslinya. Itulah yang membedakannya dengan bisnis serupa di Pekanbaru. Diramu dengan bumbu racikan sendiri, menambah kegurihan dan sensasi berbeda, buat produk rumahan tersebut. Apalagi dinikmati saat panas dengan secangkir kopi atau teh, membuat lidah pecintanya tidak pernah bosan.

Abdul Rahmat untuk produk Pisang Kipas 50 Gold kini menyediakan dua varian yakni matang dan setengah matang. Yang setengah diciptakan khusus untuk oleh-oleh, dan bisa bertahan dua hari disimpan dalam freezer sebelum digoreng matang. Sementara untuk harga bertingkat tergantung ukuran mulai dari kecil di ecer Rp2.000 per buah, hingga paling besar Rp5.000 per buah.

Jadi Mitra Binaan Pertamina

Walau sudah memulai usaha pisang kipas awal tahun 2017, perjuangan dan harapan Abdul Rahmat, ternyata tidak lantas secerah yang dibayangkannya. Usaha pisang kipas yang dinamai Pondok Pisang Kipas tidak banyak membantu. Tidak jarang sepi pembeli, namun ia tidak putus asa tetap bertahan dan berbuat serta berdoa suatu hari akan ada muzizat.

"Sering gorengan tidak habis, kadang dimasak 50 pun bersisa," keluhnya mengenang.

Hingga pada suatu malam, sekitar tahun 2017 "dewa" penolong tiba. Dimana seorang mantan, Sales Executive LPG Rayon V MOR I, Adi Bagus Haqqi, nyasar mampir ke warung Pondok Pisang Kipasnya.

"Waktu itu ceritanya saya ingin menikmati secangkir kopi. Lalu muter-muter di sekitar Pasar Lima Puluh, dan nyasar ke Pondok Pisang Kipas," ujar Adi Bagus Haqqi.

Ia pun bertemu dengan Abdul Rahmat, dan Novita yang ramah dan melayani.

"Awalnya karena nyasar dan di pertemukan Allah SWT," ujar Adi Bagus Haqqi.

Sebagai pegawai Pertamina yang baru dimutasi ke Pekanbaru, ia mendapatkan info mengenai oleh-oleh khas dari Ibu Kota Provinsi Riau itu, salah satunya pisang kipas, yang bisa dibekukan. Singkat cerita, Adi membeli pisang kipas olahan milik Abdul Rahmat untuk oleh-oleh teman-teman di Jawa.

“Kami tidak sengaja bertemu dengan pemilik pondok pisang kipas. Lalu memesan untuk dimakan, ternyata rasanya enak," Adi Bagus Haqqi .

Di sini Adi menemukan kejanggalan untuk proses packaging oleh-oleh Abdul Rahmat, karena hanya dibungkus plastik dan ditaruh dalam kardus bekas me instan yang dibalik tanpa merek dan alamat. Pak haji ini juga sempat mendengarkan sekilas keluhan yang dialami Abdul Rahmat atas usahanya yang kurang lancar, saat bincang-bincang singkat pertama kali berjumpa di warung itu.

Mengamati kondisi usaha pondok pisang kipas yang masih pemula, namun berpotensi pasar besar itu, ia berkesimpulan masalahnya terletak pada pemasaran dan pengemasan. Maka timbullah niat Adi untuk mencoba memberikan pembinaan, dan bantuan lewat pendanaan kepedulian sosial perusahaan dari Pertamina.

Adi pun semakin sering mampir ngopi di pondok tersebut, dan membangun diskusi mengarahkan pemilik UMKM agar maju, mau merubah kemasan agar lebih bernilai jual. Serta membantu promosi pemasaran lewat penjualan dalam jaringan (daring) memakai aplikasi gofood.

"Terpikirlah oleh kami untuk membantu memproduksi kardus khusus, sebagai packaging pisang kipas punya Abdul Rahmat," ucap Adi.

Tidak sampai di situ, untuk menuju ke sana perlu dibuat merek dan logo yang berkualitas serta menarik. Setelah berdiskusi muncul lah nama merek baru dan melekat sampai kini "Pisang Goreng Kipas 50 Gold," sebagai pengganti nama lama Pondok Pisang Kipas.

Filosofinya jelas dia yang dijual pisang goreng kipas, 50 merupakan nama kecamatan di sana dan Gold adalah warna kematangan pisang goreng, yang sempurna saat dimasak, dan juga diartikan untuk menuju kesuksesan yang cemerlang

"Dengan desain kardus motif khas Melayu, corak bunga kembang - kembang terapung, kami bantu pembuatan 2.500 kardus packaging," imbuhnya yang kini sudah pindah tugas, dikantor Pusat Pertamina.

Keberuntungan kali ini berpihak, sejak itu Pisang Kipas 50 Gold terus berkembang, hingga omzet melejit. Bahkan dalam dua tahun Abdul Rahmat dan istri ingin membuka cabang baru, di Jalan Soekarno Hatta. Untuk keperluan modal usaha itu lagi-lagi UMKM Pisang Kipas 50 Gold, mengajukan permintaan jadi mitra usaha Pertamina. setelah lolos survey, Pertamina memberikan modal kredit lunak, senilai Rp75 juta, dengan angsuran Rp2,3 juta per bulan, dengan cicilan selama tiga tahun .

"Kami perlu modal untuk bayar sewa ruko, dan renovasi gedung untuk buka cabang baru," ujar Abdul Rahmat.

Novita juga tidak lupa mengucapkan terimakasih kepada Pertamina, yang sudah membawa dan membuka peluang bisnis pisang kipasnya.

Bukan saja permodalan, manajemen pemasaran, bahkan jaringan untuk penjualan, juga yang utama selalu datang dari perusahaan BUMN tersebut. Setiap tamu yang datang maupun pergi, selalu diberi oleh-oleh Pisang Kipas 50 Gold, sebagai jalan promosi.

"Kami sangat berterimakasih kepada Pertamina, karena banyak sekali membantu, hingga bisnis ini maju dan terkenal. Begitu juga permintaan datang dari luar kota, karena bapak-bapak di Pertamina, selalu memperkenalkan produk Pisang Kipas 50 Gold ke pada para tamu," tuturnya terharu.

Beralih ke Bright Gas 12 kg

Awal membangun usaha pisang kipasnya, Abdul Rahmat menggunakan bahan bakar elpiji tabung 3 Kg, yang didapatnya secara gratis waktu program konversi minyak tanah ke elpiji tahun 2009. Namun, seiring waktu makin majunya usaha Pisang Kipas 50 Gold, permintaan pun bertambah. Maka kebutuhan bahan bakar memasak meningkat. Tabung 3 kg tidak lagi sebanding. Untuk menggoreng ratusan hingga ribuan buah pisang ia membutuhkan lima sampai enam tabung si “melon” sehari. Hal ini membuat ia kewalahan untuk mendapatkannya. Karena di satu sisi ada pembatasan dari pangkalan dimana UMKM hanya dilayani delapan tabung per bulan. Selain itu jadi direpotkan sebab butuh waktu lama hingga antre berjam-jam untuk mendapatkan.

"Sudah dapatnya satu, antrinya panjang dan lama," keluhnya.

Kondisi ini, bahkan membuat usahanya jadi ekonomi biaya tinggi, sebab saat langka Abdul Rahmat, terpaksa membeli gas 3 Kg ke pengecer di warung. Harganya jelas mahal, bahkan pernah mencapai Rp35 ribu per tabung. Andai diperhitungkan dua tabung harus bayar Rp70 ribu, hampir mendekati harga Bright Gas 5,5 kg. Untuk itu guna menjaga kelangsungan bisnisnya, Abdul Rahmat berinisiatif mengganti tabung melon dengan Bright Gas 5,5 kg.

"Waktu itu kebetulan ada promo ganti dua tabung melon dengan satu Bright Gas 5,5," ujarnya.

Sejak itu UMKM Pisang Kipas 50 Gold mencoba"move on"dari bahan bakar subsidi menjadi non subsidi. hasilnya bukan merugi malah bisnisnya semakin menggurita. Pesanan pun mengalir dari kafe-kafe sekitar, bahkan sampai ke Dumai. Mereka juga melayani antar alamatuntuk oleh-oleh tanpa biaya tambahan. Sehingga kebutuhan bahan - bakar juga terus meningkat. Pebisnis muda ini lagi- lagi menambah tabung BrightGas kali ini ukuran 12 kg.

"Cuma Bright Gas 12 kg kini yang pas, sesekali dikombinasi dengan yang ukuran 5,5 kg. Karena kalau pakai tabung 3 kg, mana cukup manasin minyak goreng dalam kuali ukuran 28 liter. Maka pakai si "pinky" pas,cukup untuk menggoreng ribuan pisang satu hari," urai Novita membantu suaminya menjelaskan.

Selain pas, Bright Gas juga dilengkapi Fitur Katup Ganda DSVS (Double Spindle Valve System), hal ini membuat si”pinky” lebih aman dalam mencegah kebocoran pada kepala tabung. Untuk menjamin kualitas dan ketepatan isi, Bright Gas juga dilengkapi dengan Segel Hologram dengan fitur OCS (Optical Color Switch), yang telah memperoleh paten dan tidak dapat dipalsukan.

Abdul Rahmat juga tidak kuatir saat memasak karena , pada tabung Bright Gas terdapat sticker safety, sehingga penggunaan tabung aman. Bright Gas sudah dilengkapi dengan segel hologram,isinya lebih terjamin danbisa langsung mengetahui, apakah tabung elpiji tersebut asli atau tidak. Selain mudah didapat ada di mana-mana, kapan saja diperlukan stok banyak.

Para ASN yang menggunakan Bright Gas (Riau.Antaranews/Vera Lusiana)


"Kalau habis kami tinggal telepon, langsung diantarkan," imbuhnya.

Ternyata Bright Gas kemudian menjadi bagian kunci keberhasilan dan perkembangan Pisang Kipas 50 Gold, yang hingga kini terus berkembang dan akan menggurita ke cabang baru di Jalan Soekarno Hatta, Pekanbaru.

Manfaat Bright Gas tak hanya dirasakan pedagang. Ibu rumah tangga juga merasakan manfaat yang sama. Lili misalnya, ASN salah satu instansi di Pekanbaru itu, mengaku telah menggunakan Bright Gas sejak lama. Kelangkaan elpiji melon serta adanya aturan melarang pegawai Pemerintah Kota menggunakannya, menjadi penyebab dia pindah menggunakan gas pink, yang menurut dia justru membuat dapurnya lebih berwarna.

"Saya menggunakan Bright Gas karena si melon itu bukan hak orang mampu,” tambah Lili.

Sang istri yang mendampingi usaha pisang kipas Abdul Rahmat. (ANTARA/Vera Lusiana)

Sang istri yang mendampingi usaha pisang kipas Abdul Rahmat (Riau.Antaranews/Vera Lusiana)


Targetkan 17.000 tabung pink

Ketua Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Pengusaha Jasaboga Indonesia (DPP APJI) Iden Gobel di Pekanbaru medio 2019 ini menjelaskan porsi penggunaan elpiji subsidi yang ditujukan bagi masyarakat miskin di Riau, saat ini mencapai 85 persen.

Angka itu jauh lebih besar dibanding penggunaan elpiji non subsidi yang hanya 15 persen. Padahal menelisik data Badan Pusat Statistik (BPS) Riau, jumlah penduduk miskin di Riau hanya 7,21 persen pada September 2018.

Karena itu kepedulian dan kesadaran kelompok masyarakat mampu untuk beralih menggunakan elpiji non subsidi terus digaungkan Pertamina, pemerintah dan pemangku kepentingan lain.

Termasuk penggunaan elpiji non subsidi bagi pelaku usaha yang tidak termasuk kelompok usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Salah satunya diwujudkan melalui deklarasi penggunaan elpiji non subsidi oleh APJI di Pekanbaru, belum lama ini.

"Ini menjadi gerakan perubahan supaya mendorong pelaku usaha kuliner non-UMKM menggunakan elpiji non subsidi. Khususnya Bright Gas," katanya.

Dukungan serupa juga disampaikan oleh Asisten I Setdaprov Riau, Ahmadsyah Harrofie yang mendorong Pertamina meluaskan penggunaan Bright Gas

"Kami mendorong agar penggunaan elpiji lebih tepat sasaran. Masyarakat mampu dan usaha non-UMKM, jangan lagi gunakan elpiji bersubsidi," ujarnya.

Dengan beragam keunggulan serta dukungan baik dari pemerintah, dunia usaha dan masyarakat, maka Pertamina Marketing Operasional Regional (MOR) I pada 2019 ini pun berani memasang target tinggi.

Sebanyak 17.000 tabung pink ditargetkan dapat disalurkan setiap bulan di Kota Pekanbaru. Angka itu melonjak dibanding tahun sebelumnya konsumsi Bright Gas tercatat 14.100 tabung setiap bulan di Kota Madani itu.

Sementara Roby Hervindo, Unit Manager Communication & CSR Pertamina MOR I Sumatera Bagian Utara mengatakan bahwa khusus di Pekanbaru, konsumsi Bright Gas menunjukkan tren positif. Kesadaran masyarakat akan faktor efisiensi dan praktis menjadi penentunya.

“Kami targetkan distribusi Bright Gas di Pekanbaru naik menjadi 17.000 tabung per bulan," katanya.

Untuk mencapai target itu pihaknya melakukan sejumlah upaya. Misalnya Pertamina mewajibkan pangkalan yang menjual elpiji melon untuk juga menyediakan si cantik pink agar lebih mudah dijangkau masyarakat.

Langkah yang dilakukan oleh Halimi, Pertamina MOR I, pemerintah daerah, termasuk APJI pada akhirnya akan membantu masyarakat yang membutuhkan. Diantaranya adalah 600 lebih nelayan di Kabupaten Kampar yang kini telah merasakan manfaat menggunakan gas melon saat mencari ikan.

Nelayan kecil Desa Buluh Cina, Kabupaten Kampar beruntung yang menerima alat pengubah konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) ke Bahan Bakar Gas (BBG) atau converter kit dari MOR I.

Alat yang membantu hidup mereka keluar dari jarum kesulitan yang selama ini mendera. Dan pada akhirnya alat itu berguna membantu meningkatkan taraf ekonomi pesisir, khususnya di Riau.

Dengan menggunakan converter kit Liqufied Petroleum Gas (LPG) ini, nelayan kecil dapat mengurangi konsumsi BBM, sehingga akan memberikan energi yang lebih bersih serta lebih aman.

Pewarta : Vera Lusiana

Editor: Riski Maruto