Petani karet Riau wujudkan mimpi ke Tanah Suci

id haji 2019,riau,haji riau

Petani karet Riau wujudkan mimpi ke Tanah Suci

Ilustrasi - Jamaah calon haji (JCH) yang tergabung dalam kelompok terbang (kloter) I Embarkasi Batam berpamitan dengan keluarganya sebelum memasuki Asrama haji Batam Centre, Batam, Kepulauan Riau, Jumat (5/7/2019). (ANTARA FOTO/M N Kanwa/nz.)

Kota Pekanbaru (ANTARA) - Sepasang suami istri asal Sorek II Kabupaten Pelalawan, Kamaruddin Binti Bujal (64) dan Mayung Binti Paman (57), bersyukur dan bahagia karena tahun 2019 mereka berangkat menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci Mekkah dari hasil bertani karet.

"Kami sama sekali tidak menduga akan dipanggil untuk menunaikan ibadah haji tahun ini, memang sudah menjadi cita-cita kami sejak lama, kendati hasil panen karet tidak seberapa namun niat tetap ingin berhaji bersama istri," kata Kamaruddin di Asrama Haji Antara Riau, di Pekanbaru, Jumat.

Seperti dituturkan Kamaruddin pada Pranata Humas Kanwil Kemenag Riau Vethria Rahmi, sebagai penakik (penyadap) karet, selangkah lagi impiannya menunaikan ibadah haji akan terwujud setelah bertahun-tahun menyisihkan uang hasil jerih payah, walau sedikit demi sedikit setiap kali panen karet.

Bapak yang kini berusia 64 tahun itu tergabung bersama rombongan calon haji lainnya asal Kabupaten Pelalawan dalam Kloter 9 Embarkasi Haji Antara Riau.

Sejak belasan tahun lalu, Kamarudin mengaku kerap berdoa agar cita-citanya naik haji kesampaian. "Setiap kali ke masjid, saya terus berdoa agar dimudahkan niat saya menunaikan rukun Islam kelima ini," katanya.

Empat tahun yang lalu jelang keberangkatannya ke Tanah Suci, ia sempat mengalami kecelakaan, ditabrak sepeda motor saat pergi ke masjid. Sejak itu dirinya sering mengalami pusing kepala dan kepala terasa berat.

"Pernah saya coba periksa ke dokter setelah dirawat selama enam hari di rumah sakit Pangkalan Kerinci, namun kata dokternya tidak apa-apa," katanya.

Dia mengenang, sebelum menderita penyakit kepala berat pusing dan sakit asam urat, rutinitasnya tidak terganggu, menakik karet saat cuaca cerah dan tidak hujan.

Perjalanan sebagai petani karet memang tidak selalu mulus, terbukti saat ia bercerita bahwa kedua putrinya tidak bisa melanjutkan pendidikan karena kekurangan biaya.

"Kadang dapat banyak, kadang tidak sama sekali. Saat ini kedua anak saya sudah menikah, yakni Hamidar sekolah cuma sampai SD, sudah punya anak dua, yang satu lagi namanya Irawati hanya sampai SMP bersekolah, sekarang sudah punya dua anak juga," katanya.

Duka sebagai petani karet itu adalah, kenangnya lagi, ketika harga karet anjlok sementara sia tidak punya usaha lain selain bertani. Terlebih lagi saat hujan turun, sama sekali tidak bisa menakik karet. Saat itu harga karet sudah turun hanya Rp8 ribu/kg sehingga untuk makan sehari-hari pun terasa susah.

"Kalau panen banyak, bisa dapat Rp5 juta per dua minggu dari jual karet ke toke, tapi kalau sedang hujan sama sekali tidak ada penghasilan," katanya.

Untuk membawa hasil karetnya hanya dengan gerobak dorong dari kayu, sekaligus untuk menyimpan hasil karetnya ke pengumpul karet yang disewa.

Kamarudin masih mengingat sebelum tahun 2011. Saat itu sudah mendaftar haji dan simpanannya terkumpul mencapai Rp25 juta, tinggal mencari tambahnya saja untuk istri.

"Saat itu, biaya pendaftaran haji sekitar Rp25,5 juta. Sisa kekurangannya menggunakan dana talangan dari bank yang dijamin oleh pemilik KBIH. Totalnya saya dengan istri saat itu kena Rp51 juta berdua dan kami sudah menabung jauh sebelum mendaftar haji tahun 2011 itu," katanya.

Bapak dua putri ini mengaku istrinya juga pernah mengalami sakit di bagian lengan kanan hingga kini, akibat jatuh di kamar mandi dan saat ditemuinya ternyata istrinya sudah pingsan di kamar mandi.

Setelah dibawa ke dokter dan dirontgen, diketahui istri saya mengalami retak tulang lengan, dan memang sampai sekarang masih suka kambuh sakitnya, walau sudah jauh berkurang.

Rhami menyebutkan, pasangan suami istri ini berangkat dengan adik kandungnya dan adik ipar (suami dari adik perempuannya) yang juga petani karet.