Menikmati Pesona objek wisata Desa Tanjung Belit, penyangga SM Rimbang Baling

id pariwisata riau,air terjun batu dinding,pemandian sungai lalan,wisata desa tanjung belit,objek wisata alam di Riau

Menikmati Pesona objek wisata Desa Tanjung Belit, penyangga SM Rimbang Baling

Sejumlah bocah bermain di pemandian Sungai Lalan di Desa Tanjung Belit Kecamatan Kampar Kiri Hulu, Kabupaten Kampar, Riau. (Antaranews/FB Anggoro)

Pekanbaru (ANTARA) - Tempat wisata ini bisa jadi tujuan plesiran pada masa liburan dan akhir pekan. Desa Tanjung Belit di Kabupaten Kampar yang menjadi kawasan penyangga Suaka Margasatwa Bukit Rimbang Baling, Provinsi Riau, memiliki dua objek wisata andalan yang banyak dikunjungi wisatawan.

“Di Tanjung Belit ada objek wisata air terjun Batu Dinding, dan yang terbaru adalah pemandian Sungai Lalan,” kata Kepala Desa Tanjung Belit, Efri Desmi di Pekanbaru, Sabtu.

Suaka Margasatwa (SM) Bukit Rimbang Baling atau yang kerapdisebut Rimbang Baling, memiliki luas 136 ribu hektare berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Riau tahun 1982, dan pada KLHK telah menetapkan kawasan itu sebagai Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi (KPHK) dengan luas sekitar 142 ribu hektare pada 2016. Topografi hutan yang berbukit dan sungai yang mengalir jernih selama ini menjadi habitat alami bagi flora dan fauna terancam punah, salah satunya adalah harimau sumatera.

Tanjung Belit merupakan desa yang berbatasan dengan kawasan konservasi tersebut, bisa ditempuh lewat jalan darat sekitar 2,5 jam. Air Terjun Batu Dinding mulai dikenal sebagai lokasi ekowisata sejak 2012. Masyarakat setempat dengan dukungan perangkat desa mengembangkan wisata air terjun itu yang memberikan dampak positif untuk warga.

Efri Desmi mengatakan pada libur Idul Fitri 1440 Hijriah, ada lebih 600 wisatawan nusantara yang berkunjung ke air terjun Batu Dinding dalam tiga hari. Akses ke lokasi juga relatif mudah, lokasinya berjarak sekitar tiga kilometer dari desa. Sudah ada area parkir kendaraan, dan pengunjung melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki. Kalau ingin lebih cepat, pengunjung juga bisa dengan menyewa sampan sehingga jarak tempuh bisa dipangkas setengahnya.

Baca juga: Pemkab Kampar Tetapkan Air Terjun Batu Dinding Sebagai Objek Wisata

Arsip foto. Air Terjun Batu Dinding (Antaranews)


Tarif masuk ke tempat wisata itu Rp5.000 per orang, parkir Rp2.000 untuk motor dan Rp3.000 untuk mobil. Pemasukan tarif masuk sebesar 25 persen untuk kas daerah, 25 persen untuk warga yang bertugas mengelola, dan sisanya untuk pengembangan tempat wisata tersebut.

Sebenarnya ada air terjun tersebut ada tujuh tingkat, namun yang biasa diakses pengunjung baru dua air terjun. Dua air terjun yang ada memiliki air yang jernih dan dikelilingi hutan yang lebat. Kawasan itu juga banyak terdapat binatang seperti monyet, beruk, kijang dan aneka burung.

“Masih banyak yang bisa dikembangkan wisatanya, tapi kami masih ada kendala di sarana seperti jalan, belum ada mushala, toilet, kurang tempat sampah, dan kurang sumber daya manusianya,” katanya.

Selain itu, ia mengatakan ada objek wisata baru yaitu pemandian Sungai Lalan yang kini banyak dikunjungi wisatawan. Lokasinya lebih dekat dari desa sehingga mudah diakses karena jalan sudah berupa semenisasi. Pemandian Sungai Lalan posisinya lebih tertutup dan dikelilingi pohon karet warga.

“Pemandian Sungai Lalan sekarang sedang dikunjungi banyak orang. Libur Lebaran dikunjungi sekitar 1.000 wisatawan,” katanya.

Tarif masuk ke pemandian juga sama seperti ke air terjun Batu Dinding, yakni Rp5.000 per orang.

Ia mengatakan masyarakat setempat di Tanjung Belit mendukung acara itu karena dalam dua tahun terakhir sudah merasakan dampak dari pengembangan pariwisata.

Wisatawan juga bisa menginap di Desa Tanjung Belit karena sudah ada enam homestay tersedia, yakni Nurbaiti Homestay, Dua Putri 2, Putri 21, Nadia Homestay, Asma Laila, dan Putra 2 Homestay.

Deretan rumah warga yang menjadi homestay di Desa Tanjung Belit Kecamatan Kampar Kiri Hulu, Kabupaten Kampar, Riau. (Antaranews/FB Anggoro)


Pengelola Nurbaiti Homestay, Suherta, mengatakan tarif menginap hanya Rp100 ribu per malam. Fasilitas yang disediakan berupa satu kamar yang bisa untuk empat orang. Untuk makanan tarifnya berbeda-beda tiap homestay, rata-rata Rp50 ribu per kepala untuk sekali makan. Dari pendapatan homestay, 10 persen untuk kas desa.

“Tapi untuk mahasiswa yang biasa datang berkelompok kami tidak mematok tarif yang sama, tergantung kemampuan mereka,” katanya.

Ia mengatakan mulai menerima tamu sejak tahun 2018, dan hingga kini sudah banyak tamu yang menginap di tempatnya mulai dari wisatawan dari Pekanbaru, Bogor, Jakarta, hingga dari Jerman dan Myanmar.

“Banyak manfaat sudah saya rasakan dari pariwisata. Pertama, pergaulan makin luas karena banyak kenalan, banyak teman banyak rezeki. Meningkatkan ekonomi keluarga, dan desa juga dapat,” katanya.