Peneliti ingatkan laju urbanisasi dapat mengancam sektor pertanian nasional

id Berita hari ini, berita riau terkini, berita riau antara,Urbanisasi,pertanian

Peneliti ingatkan laju urbanisasi dapat mengancam sektor pertanian nasional

Areal lahan perkebunan sawit dari tampak udara. Sawit merupakan salah satu komoditas sektor pertanian yang dinilai berhasil mengangkat banyak warga dari garis kemiskinan untuk semakin sejahtera (ANTARA Foto/Wahdi Septiawan)

Jakarta (ANTARA) - Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Muhammad Diheim Biru mengingatkan bahwa laju urbanisasi yang kerap menjadi bagian dari fenomena Lebaran dapat mengancam sektor pertanian nasional karena berpotensi mengurangi pekerja di pertanian pedesaan.

Muhamad Diheim Biru dalam siaran pers di Jakarta, Sabtu, menyatakan, laju berpindahnya penduduk dari desa ke kota yang diperkirakan akan terus meningkat setiap tahunnya mengancam kelangsungan sektor pertanian Indonesia, sehingga berkurangnya pekerja di sektor ini perlu menjadi evaluasi pemerintah.

Baca juga: Lahan Pertanian-Perikanan Untuk Kepentingan Petani-Nelayan

"Fenomena urbanisasi memengaruhi produksi sektor pertanian karena jumlah pekerja sektor pertanian, yang kebanyakan berada di pedesaan, terus berkurang," kata Diheim.

Ia mengingatkan bahwa berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) melalui Survei Angkatan Kerja Nasional tentang penduduk 15 tahun ke atas menurut status pekerjaan utama, jumlah pekerja bebas sektor pertanian pada tahun 2018 merupakan paling rendah dari 10 tahun terakhir yaitu sebanyak 4.582.344 orang.

Jumlah ini jauh berkurang kalau dibandingkan dengan data di 2018 di mana jumlah pekerja sektor pertanian berjumlah sekitar enam juta orang.

"Penurunan pekerja sektor pertanian ini berpotensi memengaruhi produksi komoditas pangan nasional," ucapnya.

Menurut dia, produktivitas pangan nasional dikhawatirkan tidak mampu memenuhi jumlah permintaan pasar yang terus meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk, sehingga kesenjangan antara jumlah produksi dengan jumlah permintaan inilah salah satunya yang menyebabkan tingginya harga komoditas pangan.

Apalagi, lanjutnya, generasi muda yang tumbuh di pedesaan, khususnya mereka yang mendapatkan pendidikan sekolah secara formal, cenderung ingin mengejar pekerjaan yang berpotensi memberikan banyak penghasilan secara cepat, yang biasanya berasal di daerah perkotaan.

"Ketidaktertarikan mereka pada pekerjaan seperti bertani yang digeluti orang tua mereka diantaranya disebabkan oleh minimnya kesempatan untuk mengembangkan diri dan tidak dapat memenuhi kebutuhan ekonomi mereka," jelasnya.

Sebelumnya, Kementerian Pertanian menginginkan penghargaan terhadap pelaku usaha pertanian yang kerap dilakukan setiap tahun dapat memotivasi generasi muda di Tanah Air untuk mau menjadi petani.

"Penghargaan pertanian diharapkan memotivasi pelaku pertanian sekaligus menjadi daya tarik pertanian bagi generasi muda," kata Sekjen Kementan Syukur Iwantoro dalam acara pemberian Penghargaan Tingkat Nasional bagi Teladan Pertanian di Kementan, Jakarta, pada 17 Agustus 2018 lalu.

Menurut Syukur, dalam jangka waktu 10 tahun terakhir, keluarga petani nusantara berkurang dari 31 juta menjadi 26 juta keluarga petani.

Untuk itu, pihaknya mengharapkan pemerintahan tingkat kabupaten/kota dapat memberikan penghargaan secara berjenjang sehingga bisa memotivasi dan menginspirasi generasi muda.

"Diharapkan mereka dapat menjadi motivator bagi masyarakat perdesaan khususnya generasi muda bahwa petani tidak memiskinkan tetapi menyejahterakan," ucapnya.

Baca juga: 50 Hektare Kebun Sawit Siak Berubah Menjadi Lahan Pertanian

Baca juga: Antisipasi Lonjakan Urbanisasi, Ini Langkah Yang Ditempuh Pemko Pekanbaru

Baca juga: Pemkot Pekanbaru Pulangkan 243 Pelaku Urbanisasi


Pewarta: M Razi Rahman