Dampak jangka panjang penurunan tarif batas atas

id Berita hari ini, berita riau terkini, berita riau antara, penerbangan

Dampak jangka panjang penurunan tarif batas atas

Ilustrasi penerbangan domestik Indonesia. (ANTARA/ Juwita Trisna Rahayu)

Jakarta (ANTARA) - Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagyo memaparkan dampak jangka panjang penurunan tarif batas atas dari sepinya penumpang hingga mengancam keselamatan penerbangan.

Agus saat dihubungi di Jakarta, Rabu mengatakan dampak yang akan muncul adalah ditutupnya sejumlah rute yang sepi penumpang.

Baca juga: Angkasa Pura I pastikan penerbangan Batik Air di bandara baru Yogyakarta 15 Mei

"Jadi, sekarang yang saya khawatir rute yang sepi penumpang akan dihentikan penerbangannya," katanya.

Kedua, lanjut dia, tidak ada lagi penerbangan tambahan saat musim ramai, seperti Lebaran.

"Ketika Lebaran tidak ada lagi ‘extra flight’ karena memang enggak ada yang naik. Kalaupun ada, maskapai enggak bisa oprasional karena biayanya mahal," katanya.

Menurut dia, penurunan tarif batas atas sebesar 12-16 persen tidak berdampak signifikan terhadap penurunan harga tiket.

"Ini lagi ‘peak season’, gimana caranya orang jualan lagi banyak peminatnya tapi harganya diturunkan. Padahal maskapai sudah rugi, tarif yang tinggi itu untuk menutup kerugian itu," katanya.

Selain itu, dia menambahkan, taif tinggi saat musim ramai karena maskapai harus mengangkut penuh saat berangkat, namun kosong saat kembali.

Ketiga, Agus menyebutkan, maskapai akan mengurani salah satu komponen biaya, salah satunya biaya perawatan pesawat yang mengancam keselamatan penerbangan.

"Mereka akan mengurangi biaya perawatan. Ini yang paling mengerikan, ujung-ujungnya kita akan kena sanksi lagi, ini yang paling ditakutkan," katanya.

Penerbangan Sipil Indonesia baru saja naik kelas tingkat keselamatannya dalam standar Federal Aviation Administration (FAA) ke peringkat 1, mendapat skor 81 untuk keselamatan penerbangan standar ICAO USOAP dan terbebas dari larangan penerbangan ke Eropa (EU Ban).

Dia menambahkan sejumlah maskapai di Asia telah mengalami bangkrut, seperti di India, Timur Tengah dan Malaysia.

Menurut Agus, yang harus dilakukan pemerintah adalah meningkatkan perekonomian, salah satunya menguatkan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.

Agus menilai apabila menilhat kurs rupiah terhadap dolar As masih di kisaran Rp14.457, maka tarif pesawat belum bisa diturunkan, kecuali kurs rupiah kembali ke angka Rp12.000 per dolar AS.

"Karena 80 persen operasional pakai dolar AS," katanya.

Agus mengatakan bisnis penerbangan melibatkan banyak pihak, seperti operator bandara (Angkasa Pura I dan II), operator navigasi penerbangan (Airnav) dan lainnya, sehingga harus dicari ekuilibriumnya.

"Jadi harus dicari ekuilibriumnya, jangan hanya maskapainya ditekan," katanya.

Baca juga: Selain tarif batas atas, pemerintah diminta untuk turunkan PPN 10 persen

Baca juga: BPKN nilai kebijakan tarif bawah-atas penerbangan langgar hak konsumen


Pewarta: Juwita Trisna Rahayu